Mohon tunggu...
Reza Paradisa
Reza Paradisa Mohon Tunggu... Buruh - Pemulung Waktu Luang

Menulis berarti memberi kekuatan pada orang lain untuk membaca pikiran kita.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tanpa Sekolah, Tanpa Kuliah, Bisa Apa? Bisa Dong

25 Maret 2019   19:34 Diperbarui: 13 Desember 2019   19:27 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang filsuf dari Amerika Serikat pernah mengatakan bahwa,"Pendidikan adalah kehidupan. Bukan persiapan untuk hidup", dikutip dari tulisannya yang terkenal, My Paedagogic Creed (1897). Kalimat hebat itu masih saja tertulis jelas dalam sebuah layar handphone milik seseorang yang namanya tak berkenan disebutkan dalam tulisan ini. Lantas aku berfikir, berarti dia yang tidak berpendidikan, dia mati. Artinya, dia yang tidak ingin belajar  berarti tidak ingin hidup. Mungkin kurang lebih seperti itu hasil penafsiran dari kalimat singkat yang pernah diutarakan oleh John Dewey.

Pernah mendengar cerita orang-orang yang berhasil sukses tanpa berhasil sukses dalam dunia Pendidikan formalnya? Baiklah kita ambil beberapa contohnya, Ibu Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan dari Kabinet Kerja 2015-2019 yang dikenal dengan gaya nyentriknya itu, hanya memiliki ijazah SMP. Ibu Susi sempat melanjutkan sekolahnya di bangku SMA Negeri 1 Yogyakarta, namun pada saat kelas 2 dikeluarkan dari sekolah karena keaktifannya dalam gerakan Golput. Namun, kegagalannya di bangku sekolah tidak lantas membuat hidupnya berakhir, Ibu Susi membuktikan kesuksesannya dalam bisnisnya yang bergerak di bidang eksportir hasil perikanan sebelum akhirnya menjabat sebagai menteri.

Kita ambil contoh lain, pernah mendengar nama M. H . Ainun Najib? Atau yang sering kita kenal dengan panggilan Cak Nun. Sosok satu ini sukses besar dalam dunia karirnya meskipun gagal dalam dunia Pendidikan formalnya. Sempat duduk di Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada selama 3 bulan sebelum akhirnya memutuskan untuk lebih banyak mencari ilmu di luar kampus.

Satu sosok lagi yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah sosok Pak Ajip Rosidi, yang cerita kesuksesannya justru menarik untuk "diteladani". Ketika ujian akhir SMA, Ajip Rosidi menolak untuk mengikuti ujian akhir karena telah mendengar kabar bahwa soal ujian telah bocor. Maka setelah itu dia berfikir untuk tidak akan pernah lagi untuk menggantungkan hidupnya pada selembar ijazah. Dengan terus menulis, membaca, dan mengumpulkan ribuan buku yang dibacanya, Ajip Rosidi berhasil membuktikan keyakinannya bahwa kesuksesan tidak bisa digantungkan pada selembar ijazah. Pada 31 januari 2011, Ajib Rosidi menerima gelar Doktor Honoris Causa bidang Ilmu Budaya dari Fakultas Sastra Universitas Padjajaran.

Luar biasa bukan? Jelas saja, siapa yang tidak senang diceritai. Meskipun masih banyak lagi kisah-kisah kesuksesan orang-orang hebat di luar sana yang tidak diangkat dalam tulisan ini. Paling tidak, orang-orang hebat diatas bisa mewakili kisah orang-orang hebat lainnya di luar sana.

Pertanyaan pertama yang terlontar adalah, mampukah kita seperti mereka?

Jelas saja, kegagalan dalam dunia pendidikan tidak lantas menjadikan kita gagal dalam dunia kehidupan lainnya. Begitupun sebaliknya, kesuksesan dalam dunia pendidikan, tidak menjadi jaminan untuk untuk kesuksesan dalam dunia kehidupan lainnya.

Lantas bagaimana bisa mereka-mereka yang gagal dalam dunia pendidikannya justru mampu membuktikan kesuksesannya tanpa bergantung pada selembar ijazah?

Jawabannya adalah, mereka memiliki usaha-usaha yang jauh di atas rata-rata. Sebagai penegasan, bahwa mereka yang mampu sukses tanpa bergantung pada selembar ijazah adalah orang-orang yang memiliki semangat dan usaha yang jauh di atas rata-rata. Tidak mengapa kita ingin mengikuti jejak mereka. Syaratnya, siapkan usaha-usaha yang jauh "di atas rata-rata". Sederhananya seperti ini, jika temanmu bisa menghabiskan satu buku dalam sehari, berarti kamu harus bisa menghabiskan paling tidak dua sampai tiga buku dalam sehari. Jika temanmu bisa bekerja 8 jam dalam sehari, berarti kamu harus bekerja paling tidak 9 - 12 jam dalam sehari.  Itu hanya contoh sederhana agar pemahaman kalimat "di atas rata-rata" tidak menyimpang jauh dari abstraksi yang diberikan oleh penulis. Ya, meskipun tetap saja kalimat itu bisa dipahami jauh lebih luas lagi dari hanya sekedar abstraksi penulis. 

Singkatnya, bahwa ternyata yang disebut dengan "kesuksesan" tidak dapat begitu saja turun dari langit atau tidak begitu saja tumbuh dari tanah. Bahkan air hujan yang turun dari langit saja tidak begitu saja terjadi, melainkan telah melalui proses yang panjang.  Jadi, bagaimana prosesnya ?

Sesuai dengan perkataan John Dewey, sejatinya pendidikan dan belajar bisa kita dapatkan dan kita lakukan di mana saja dan kapan saja. Artinya, sukses pun bisa kita raih di mana saja dan kapan saja. Karena setiap orang memiliki standar kesuksesannya masing-masing. Yang terpenting adalah, jangan pernah berhenti untuk terus "belajar".

Pertanyaan kedua adalah, setelah lulus sekolah harus ke mana?

Bersambung.... (Baca : Lulus SMA, Lanjut Kuliah atau Kerja?)

dok. pribadi
dok. pribadi

(dok. pribadi)
(dok. pribadi)
 


-Reza Paradisa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun