Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri Institute
Rokhmin Dahuri Institute Mohon Tunggu... Dosen - Rokhmin Dahuri

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB; Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI); Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany; Honorary Ambassador of Jeju Islands Province and Busan Metropolitan City, Republic of Korea to Indonesia; dan Menteri Kelautan dan Perikanan – RI (2001 – 2004).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Akuakultur sebagai Lokomotif Ekonomi Indonesia

12 Juli 2021   08:27 Diperbarui: 12 Juli 2021   08:33 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS
Ketua Umum MAI (Masyarakat Akuakultur Indonesia)
Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan (2010 -- 2014; dan 2019 -- 2024)

(Artikel ini telah terbit pada Koran SINDO Edisi Senin, 12 Juli 2021)

Hingga 2019 (sebelum pandemi covid-19) Indonesia masih berstatus sebagai negara berpendapatan-menengah atas dengan Pendapatan Nasional Kotor (PNK) perkapita 4.050 dolar AS.  Suatu negara dinobatkan sebagai negara makmur (high-income country), bila PNK perkapitanya  lebih besar dari 12.535 dolar AS (Bank Dunia, 2019).  

Angka kemiskinan pun masih tinggi, sekitar 30 juta orang (10,2% total penduduk) berdasarkan pada garis kemiskinan BPS (2020) sebesar Rp 460.000/orang/bulan, atau 100 juta orang (37%) menurut garis kemiskinan internasional sebesar 60 dolar AS (Rp 840.000)/orang/bulan (Bank Dunia, 2020).  Untuk lulus dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap), dan menjadi negara maju dan makmur pada 2045, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia harus diatas 7% per tahun.  

Selain itu, sebagaimana pengalaman keberhasilan Jepang, Singapura, Korea Selatan, dan China; Indonesia juga mesti membangun sejumlah industri strategis. Yakni jenis-jenis industri yang dapat menghasilkan nilai tambah, banyak tenaga kerja, forward- and backward-linkages dan multiplier effects yang luas. 

Selain makanan dan minuman, perkebunan, ESDM, tekstil, otomotif, dan elektronik sebagai industri strategis nasional sejak awal 1980-an, industri kelautan dan perikanan, khususnya aquaculture (perikanan budidaya) diyakini bisa menjadi industri strategis nasional yang mampu menghasilkan nilai tambah, banyak lapangan kerja, forward- and backward-linkages yang besar, dan multiplier effects yang luas. 

Lebih dari itu, karena basis dari industri akuakultur adalah SDA terbarukan, maka pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang dihasilkan oleh industri ini pun niscaya akan berkelanjutan  (sustainable). Karena sebagian besar aktivitas akuakultur berlangsung di wilayah pedesaan, pesisir, pulau-pulau kecil, dan luar Jawa; maka industri ini bakal mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah (Jawa vs luar Jawa, Desa vs Kota) yang merupakan salah satu permasalahan khronis bangsa.

Potensi Ekonomi Akuakultur 

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yang 75% wilayahnya berupa laut, dan 28% wilayah daratnya pun berupa ekosistem perairan (danau, sungai, waduk, dan perairan rawa); Indonesia memiliki potensi produksi lestari akuakultur terbesar di dunia, sekitar 100 juta ton/tahun (FAO, 2014). Sejak 2009 Indonesia merupakan produsen akuakultur terbesar kedua dunia, hanya kalah dari China.  

Pada 2019 total produksi akuakultur -- RI mencapai 16,3 juta ton (13,5% total produksi dunia), dimana 9,9 juta ton berupa rumput laut.  Sementara produksi akuakultur China di tahun yang sama mencapai 68,4 juta ton (57% produksi dunia).  Dan, produksi akuakultur India (peringkat-3 dunia) sebesar 7,8 juta ton (6,5% produksi global). 

Sebagai ilustrasi betapa fantastisnya potensi ekonomi akuakultur Indonesia adalah 3 juta ha lahan pesisir yang cocok untuk budidaya tambak udang Vaname.  Bila kita mampu mengembangkan 500.000 ha tambak udang Vaname dengan produktivitas rata-rata 40 ton/ha/tahun (intensif-moderat), maka akan dihasilkan 20 juta ton atau 20 milyar kg udang setiap tahunnya.  Dengan harga udang saat ini 5 dolar AS/kg, maka nilai ekonomi langsungnya sebesar 100 milyar dolar AS/tahun atau sekitar 10% PDB saat ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun