Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri Institute
Rokhmin Dahuri Institute Mohon Tunggu... Dosen - Rokhmin Dahuri

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB; Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI); Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany; Honorary Ambassador of Jeju Islands Province and Busan Metropolitan City, Republic of Korea to Indonesia; dan Menteri Kelautan dan Perikanan – RI (2001 – 2004).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memacu Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan

5 September 2017   16:32 Diperbarui: 6 September 2017   08:49 1050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh

Prof.Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, MS

Ketua DPP PDI-Perjuangan Bidang Kemaritiman

Kita bersyukur sejak merdeka 72 tahun lalu, bangsa Indonesia secara umum mengalami perbaikan di berbagai bidang kehidupan.  Namun, hingga kini Indonesia masih sebagai negara berkembang berpendapatan-menengah bawah dengan PDB perkapita 3.540 dolar AS (Bank Dunia, 2016), dan kapasitas IPTEK nya hanya  kelas-3 (UNESCO, 2016). Padahal, suatu negara bisa dinobatkan sebagai negara maju dan makmur, bila kapasitas IPTEK nya berada di kelas-1 dan PDB perkapitanya diatas 11.750 dolar AS.

Sementara itu, atas dasar garis kemiskinan BPS (pengeluaran sekitar Rp 365.000/orang/bulan), jumlah penduduk miskin per Februari tahun ini masih cukup besar 27,77 juta orang (10,64% total penduduk).  Apalagi bila mengacu pada garis kemiskinan versi Bank Dunia (pengeluaran sebesar  2 dolar AS/orang/hari atau sekitar Rp 800.000/orang/bulan), maka jumlah rakyat miskin Indonesia mencapai 117 juta orang (45,6% total penduduk).  

Jumlah pengangguran terbuka sebanyak 6,5 juta orang (5,33% total angkatan kerja), dan yang setengah menganggur (bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu) mencapai 36,7 juta orang (30,14% total angkatan kerja).  Yang lebih menyesakkan dada, Indonesia juga merupakan negara dengan ketimpangan ekonomi terburuk keempat di dunia (setelah Rusia, India, dan Thailand), dimana 1 persen orang terkayanya menguasai sekitar 49,3% total kekayaan negara (Credit Suisse, 2016) dengan koefisien Gini sebesar 0,393. 

Pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan sosial tersebut diyakini sebagai penyebab utama dari semakin membuncahnya kecemburuan sosial ditengah-tengah masyarakat, maraknya radikalisme, perkelahian antar kelompok, perampokan, narkoba, depresi, fenomena bunuh diri, dan penyakit sosial lainnya.  Pengangguran dan kemiskinan yang tinggi juga ditenggarai merupakan salah satu akar masalah dari rendahnya kapasitas IPTEK dan inovasi bangsa.  Lebih dari, bila kita tidak segera mengatasi ketiga musuh bangsa itu, maka dikhawatirkan Indonesia bakal terperangkap dalam jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap) alias tidak bisa menjadi bangsa yang maju, adil-makmur, dan berdaulat sesuai cita-cita Kemerdekaan RI.

Sejatinya, masalah pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan sosial itu merupakan pekerjaan rumah yang belum terpecahkan sejak masa Orde Baru hingga pemerintahan Presiden SBY.  Bahkan di akhir periode Presiden SBY, menyisakan pengangguran terbuka sebesar 5,94% total angkatan kerja; 28,28 juta rakyat miskin (10,96% total penduduk), dan jurang kaya vs miskin yang sangat lebar dengan koefisien Gini sebesar 0,42.

Pengalaman negara maju

Teori dan pengalaman empiris negara-negara maju dan makmur, khususnya Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok, telah memberikan pelajaran berharga bagi kita bangsa Indonesia.  Bahwa, untuk sebuah negara berpendapatan menengah-bawah bisa naik kelas menjadi negara maju dan makmur, memerlukan pertumbuhan ekonomi rata-rata diatas 7 persen per tahun selama 15 tahun berturut-turut.  Selain itu, kontribusi sektor investasi dan ekspor bagi pertumbuhan ekonomi (PDB) pun harus lebih besar ketimbang sektor konsumsi dan impor.

Beranjak dari kondisi diatas, arah kebijakan ekonomi Kabinet Kerja di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dan Wapres JK sebenarnya sudah tepat, dengan mentargetkan pertumbuhan ekonomi 2015 -- 2019 rata-rata 7 persen per tahun (RPJMN 2014 -- 2019).  Target tersebut akan digapai melalui  pembangunan infrastruktur secara masif, meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, memperbaiki iklim investasi dan kemudahan berbisnis, kebijakan fiskal dan moneter untuk mendodorng sektor riil, dan sejumlah jurus untuk memacu produktivitas, daya saing serta pertumbuhan ekonomi inklusif sebagaimana tertuang dalam 15 paket kebijakan ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun