Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Amandemen Pasal 33, Sokong Ekonomi 4.0

23 Juli 2019   14:21 Diperbarui: 23 Juli 2019   14:33 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: wraltechwire.com

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah salah satu kekuatan ekonomi besar di dunia. Pada tahun 2023, IMF memprediksi Indonesia akan menjadi perekonomian nomor enam terbesar di dunia. Bahkan, ada yang memprediksi Indonesia akan menjadi perekonomian nomor empat terbesar dunia pada tahun 2030 (Sukmana dalam money.kompas.com, 2019).

Prediksi-prediksi di atas menunjukkan pentingnya perekonomian Indonesia bagi dunia. Khususnya dalam era Revolusi Industri 4.0 seperti saat ini. Sebuah era di mana disrupsi mengubah fundamen perekonomian di seluruh dunia. Akibatnya, fundamen itu berubah dan membentuk sebuah model ekonomi baru. Namanya The 4.0 Economy.

The 4.0 Economy berdasar pada dua konsep yang saling berkesinambungan. Pertama, gig-economy. Kedua, capital-owning democracy. Apa arti konsep-konsep ini secara umum?

Gig economy adalah sebuah sistem pasar bebas di mana posisi temporer sangat umum. Banyak perusahaan menggunakan self-employed people untuk proyek jangka pendek (Rouse dalam whatis.techtarget.com, 2016). Akibatnya, pekerjaan secara full time perlahan-lahan akan sirna. Model hubungan kerja di masa depan didominasi oleh self-employment dan independent contracts.

Dalam sistem ini, pekerja menjadi pemilik dirinya sendiri. They fully control themselves as the means of production. Pekerja bebas untuk bekerja kapanpun dan dimanapun. Mereka juga bebas untuk menentukan waktu kerja mereka.

Di Indonesia, gig economy sudah meluas bak jamur di musim hujan. Sudah muncul banyak platform seperti GO-JEK, Grab, Sampingan, dan lain sebagainya. Bahkan, GO-JEK sebagai bagian dari gig economy menjadi salah satu unicorn milik Indonesia (Ramadhani dalam tirto.id, 2019). Fakta ini menunjukkan prominence dari sektor gig economy di negara kita.

Tetapi, bagaimana dengan konsep yang kedua? Capital-owning democracy adalah sebuah model di mana kepemilikan modal/kapital tersebar luas di antara seluruh anggota masyarakat. Prinsip model ini digariskan dengan jelas oleh Margaret Thatcher. "Every owner to be an earner and every earner to be an owner." Artinya, kepemilikan modal tidak lagi menjadi privilese sebuah kelas elit.

Ia menjadi sebuah hak yang bisa dinikmati seluruh rakyat, terutama pekerja. Mereka menjadi pemilik dari seluruh faktor produksi yang digunakan dan dikelola perusahaan dalam perekonomian. Dampaknya, tercipta suatu mass individual ownership of the means of production.

Sayangnya, model ini belum terjadi di Indonesia. Bayangkan saja, baru ada 2,1 juta investor ritel di Bursa Efek Indonesia (Sari dalam investasi.kontan.co.id, 2019). Padahal, terdapat 183,36 juta penduduk berusia produktif di Indonesia (databoks.katadata.co.id, 2019). Berarti, hanya 1,15% dari masyarakat Indonesia yang menjadi pemilik modal/kapital dalam perekonomiannya sendiri.

Padahal, kedua konsep ini berkesinambungan satu sama lain. Sebuah gig economy tanpa capital-owning democracy pasti lemah dan tidak bertumbuh dalam jangka panjang. Begitu pula sebaliknya. Mengapa? Sebab rakyat tidak menikmati kepemilikan faktor produksi secara penuh. Jika masalah ini tidak diselesaikan, Indonesia bisa tertinggal dalam arus Revolusi Industri 4.0.

Maka dari itu, Indonesia harus segera berbenah dan membentuk The 4.0 Economy. Untuk menciptakan The 4.0 Economy, kita perlu menciptakan sebuah capital-owning democracy. Model ini hanya dapat diciptakan dengan mendorong mass individual ownership of the means of production.

Tetapi, ada satu tembok besar yang menghalangi.

Apa penghalang tersebut? Tembok itu bernama UUD 1945 Pasal 33 Ayat 2-3. Singkatnya, bagian dari konstitusi kita ini melandasi perekonomian nasional pada public ownership of the means of production. Sebuah model di mana pemerintah mendominasi kepemilikan faktor produksi. Selain itu, pemerintah juga menjadi pihak yang dominan dalam perekonomian bangsa.

Public ownership hanya bisa diwujudkan melalui dua cara. Pertama, nasionalisasi perusahaan-perusahaan besar dan commanding heights. Kedua, merancang suatu sistem ekonomi komando dengan pemerintah sebagai aktor utama. Ini jelas tidak bisa lagi dilaksanakan di zaman sekarang. Hanya sebuah reckless government seperti Venezuela yang rela melakukannya.

Ide ini memang modis di tahun 1945. Tetapi, ia tidak lagi relevan di era Revolusi Industri 4.0 seperti sekarang. We should scrap it and make it anew. Dengan kata lain, amandemen UUD 1945 Pasal 33 Ayat 2-3. Kalau tidak, landasan ini bisa menjegal bangsa kita dalam mencapai Visi Indonesia Emas 2045.

Lantas, bagian mana yang harus diamandemen? Menurut hemat penulis, kata-kata "dikuasai oleh negara" harus diganti dengan "dikuasai oleh rakyat Indonesia, melalui kepemilikan modal yang seluas-luasnya". Penggantian kata-kata ini membuat UUD 1945 kita maju seiring berkembangnya zaman ekonomi. Ia mengikuti perubahan model kepemilikan. Dari public ownership menuju mass individual ownership.

Ketika amandemen ini berhasil dilakukan, langkah pemerintah untuk menciptakan capital-owning democracy menjadi jauh lebih mudah. Swastanisasi penuh tidak lagi dihalang-halangi konstitusi. Banyak perusahaan commanding heights seperti PLN, PDAM, dan lain sebagainya bisa melantai di bursa dan dipindahkan menjadi perusahaan publik. Menjadi milik individu Indonesia yang sesungguhnya.

Selain itu, berhasilnya amandemen ini dapat melengkapi bagian puzzle yang hilang. Gig economy di negeri kita dapat bersanding dengan sebuah capital-owning democracy. Ketika keduanya bersanding, The 4.0 Economy akan berjalan dan bekerja. Ia akan mendorong Indonesia menjadi negara terdepan dalam Revolusi Industri 4.0.

Kesimpulannya, amandemen UUD 1945 Pasal 33 Ayat 2-3 dapat menyokong The 4.0 Economy. Kunci kemajuan kita menuju Visi Indonesia Emas 2045.

SUMBER

kompas.com. Diakses pada 22 Juli 2019.

whatis.techtarget.com. Diakses pada 22 Juli 2019.

tirto.id. Diakses pada 22 Juli 2019.

margaretthatcher.org. Diakses pada 22 Juli 2019.

investasi.kontan.co.id. Diakses pada 22 Juli 2019.

databoks.katadata.co.id. Diakses pada 22 Juli 2019.

Disclaimer: Tulisan ini sudah terbit di laman Qureta penulis.

Link: qureta.com/post/amandemen-pasal-33-sokong-ekonomi-40

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun