Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Jadi Inginnya Kabinet Milenial atau Kabinet Meritokratik?

19 Juli 2019   21:58 Diperbarui: 21 Juli 2019   02:11 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan milenial BUMN | Antara Foto

Pada awal Juli, Presiden Jokowi mengumumkan garis besar haluan kabinet barunya. Namanya masih sama, hanya ditambahkan "Jilid 2" di belakangnya. Namun, ada sebuah perbedaan besar dengan Kabinet Kerja Jilid 1. Apa perbedaan tersebut?

Kabinet Kerja Jilid 2 mengundang keterlibatan Millennials yang lebih besar. Presiden Jokowi sendiri menyatakan hal ini secara eksplisit kepada segenap partai pendukungnya. 

Beliau meminta partai-partai dalam Koalisi Indonesia Kerja untuk mengirimkan nama-nama kader mudanya. Bahkan, Partai Solidaritas Indonesia sampai mengirimkan 44 nama kader mudanya (Ihsanuddin dalam nasional.kompas.com, 2019).

Mengapa Presiden Jokowi melakukan hal ini? Menurut hemat penulis, Beliau ingin mengadakan penyegaran terhadap mentalitas Kabinet Kerja. Saat ini, Kabinet Kerja diisi oleh para politisi dan profesional dari Generasi Baby Boomer dan Generasi X. Perlu diakui, banyak dari menteri-menteri tersebut yang berhasil. Seperti Ibu Sri Mulyani dan Ibu Susi Pudjiastuti.

Tetapi, masih banyak kementerian yang terlihat menjadi dead end. Jalan buntu alias tidak bisa diperbaiki Presiden Jokowi pasti ingin mengganti menteri-menteri tersebut dengan kader muda. Mengapa? Banyak kader muda/millennials dengan ide-ide cemerlang dan semangat untuk memperbaikinya. Baik dari dunia politik maupun kalangan profesional. The President wanted to tap into its potential.

Masih ingat dengan Bro Saddiq? Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia yang sempat diajak nge-vlog bersama Presiden Jokowi? Sosok seperti ini yang Presiden Jokowi ingin munculkan dalam Kabinet Kerja Jilid 2.

Memang, sosok muda, cemerlang, serta bersemangat adalah nilai tambah untuk menjadi seorang menteri. Tetapi, apakah itu cukup? Jelas tidak cukup. Ada empat kualitas utama lain yang diperlukan untuk menjadi seorang menteri.

Pertama, sosok tersebut harus mempunyai integritas. Integritas tersebut terdiri atas tiga unsur. Bersih, transparan, dan profesional. Ia tidak boleh memperkaya diri dari jabatannya. Selanjutnya, sosok itu harus mampu membuktikan segenap kekayaannya sebagai menteri. Terakhir, Ia harus mampu memisahkan kepentingan pribadinya dengan kepentingan negara.

Kedua, sosok tersebut harus memiliki viable working plan. Mempunyai ide-ide cemerlang saja tidak cukup. Sosok tersebut harus mempunyai rencana kerja untuk mewujudkan ide tersebut menjadi kebijakan publik. Rencana kerja tersebut harus bisa dilaksanakan (doable). Selain itu, ia harus sesuai dengan semangat pemerintahan Jokowi sebagai reforming government.

Ketiga, sosok tersebut harus mengesampingkan popularitas. Presiden Jokowi sendiri berjanji untuk mendorong sweeping reforms di periode kedua. Tidak semua upaya reformasi tersebut akan populer di mata rakyat. Justru, kebanyakan dari mereka pasti tidak populer dalam jangka pendek. Sosok itu harus bertahan menerjang unpopularity untuk mendapatkan keuntungan reformasi dalam jangka panjang.

Keempat, sosok tersebut harus berani melakukan disrupsi. Artinya, para kader muda ini harus berani mengubah mentalitas kementeriannya. Khususnya pada kementerian-kementerian yang dianggap dead end. Sosok pemimpin seperti BTP dan Ibu Risma sudah membuktikannya. Mentalitas birokrasi bisa dirubah kalau kepalanya lurus dan berani. Semestinya, kader muda berani melakukan hal ini.

Full of integrity. Viable working plan. Unafraid to be unpopular. A disruptor. Empat kriteria utama inilah yang harus digunakan Presiden Jokowi. Terutama dalam menyeleksi nama-nama kader muda yang sudah banyak dikirimkan kepada Beliau. Sehingga, pemilihan para millennials yang masuk ke dalam kabinet menjadi merit-based. Tidak hanya relation-based semata.

Mengapa? Banyak nama-nama millennials yang diajukan adalah relasi dari elit-elit partai koalisi pemerintah. Bahkan, lima nama terkuat di antara mereka, semuanya anak ketua umum (ketum) partai koalisi pemerintah (makassar.tribunnews.com, 2019). Hal ini jelas menimbulkan sebuah spekulasi di masyarakat. Bahwa menteri millenial baru Jokowi dipilih karena mereka anak ketum partai koalisi.

Apakah berarti mereka tidak boleh masuk kabinet? Bukan. Anak ketum partai koalisi sangat diperbolehkan masuk ke dalam kabinet. Apalagi pemilihan menteri adalah hak prerogatif presiden. 

Tetapi, para millennials ini tidak boleh masuk kabinet hanya atas posisi orangtuanya semata. Mereka harus diadu dengan kandidat-kandidat lain berdasarkan empat kriteria di atas.

Jika ada kandidat yang layak untuk dipertimbangkan, segera nilai kelayakan mereka sebagai menteri melalui empat kriteria di atas. Tidak peduli muda maupun tua. Profesional maupun politisi. Beragama mayoritas maupun minoritas. Suku mayoritas maupun minoritas. Itu semua bukan penghalang untuk menjadi seorang menteri yang baik.

Sehingga, menteri millenial yang masuk kabinet adalah best of the best. Alias Meritocratic Millennials. Millennials yang mampu menjadi agen disrupsi serta mendorong sweeping reforms yang ingin dipercepat pemerintah. Sehingga, Kabinet Kerja Jilid 2 tidak hanya menjadi kabinet millenial. Ia juga menjadi sebuah kabinet meritokratik yang mendorong the best change-makers to amplify the winds of change.

Akhirnya, kabinet meritokratik inilah yang kita perlukan untuk mencapai Visi Indonesia Maju.

SUMBER

cnnindonesia.com. Diakses pada 19 Juli 2019.
kompas.com. Diakses pada 19 Juli 2019.
bloomberg.com. Diakses pada 19 Juli 2019.
tribunnews.com. Diakses pada 19 Juli 2019.

*) Disclaimer: Tulisan ini sudah terbit di laman Qureta penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun