Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membedah Bung Hatta Sang "Keynesian"

12 Juli 2019   19:13 Diperbarui: 12 Juli 2019   19:17 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.infobiografi.com/biografi-dan-profil-lengkap-mohammad-hatta-proklamator-indonesia/

Apa yang muncul di benak kita ketika mendengar nama 'Mohammad Hatta'? Kita pasti langsung memnbayangkan seorang raksasa revolusi Indonesia yang penuh dengan gelar. Mulai dari Wakil Presiden pertama Republik Indonesia. Bapak Koperasi Indonesia. Proklamator kemerdekaan Republik Indonesia mendampingi Sukarno. Serta masih banyak lagi gelar besar lainnya.

Gelar ini muncul dari kontribusi Beliau sebagai seorang pemimpin bangsa. Tetapi, Bung Hatta jauh lebih kompleks daripada itu. Beliau juga seorang manusia yang memiliki ideologi, pemikiran, dan gut instinct tersendiri. Apalagi jika kita memandang Bung Hatta sang ekonom. Beliau memiliki ideologi dan pemikiran yang sangat jelas dalam bidang ekonomi.

Lantas, bagaimana ideologi dan pemikiran ekonomi Bung Hatta? Mari kita bahas bersama-sama, dimulai dari ideologi ekonomi terlebih dahulu.

Secara sederhana, Bung Hatta adalah seorang Keynesian. Artinya, Beliau adalah seorang ekonom pengikut John Maynard Keynes. Keynes adalah Bapak Makroekonomi. Paham baru yang dibawanya dalam The General Theory of Employment, Interest, and Money menciptakan sebuah revolusi ekonomi. Revolusi ini membawa ilmu ekonomi ke bidang politik perekonomian (Hatta, 2015:385).

Tidak mengherankan jika seorang politisi seperti Bung Hatta terbawa arus Keynesian Revolution. Keynes memberikan legitimasi bagi para politisi untuk melakukan intervensi dalam perekonomian. Intervensi ini dilakukan untuk mengurangi fluktuasi siklus bisnis. Sehingga, tercipta suatu iklim pertumbuhan yang stabil.

Legitimasi ini dibawa lebih jauh lagi oleh Bung Hatta. Beliau percaya bahwa intervensi pemerintah secara ekstensif dapat menjadi alat perubahan. Alat perubahan ini harus digunakan untuk membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan sosial itu hanya dapat terjadi, jika kebijakan ekonomi pemerintah bersifat aktif dan mendorong redistribusi (Hatta, 2015:329-335).

Apa arti kebijakan ekonomi aktivis? Activist economic policy adalah kumpulan kebijakan ekonomi yang memberikan peran lebih besar kepada pemerintah. Pemerintah berperan lebih aktif untuk membangun perekonomian yang teratur dan berkeadilan. Artinya, perekonomian negara menjadi jauh lebih terencana (bersifat etatis) serta lebih merata in income terms.

Untuk menciptakan perencanaan menuju pemerataan ini, pemerintah menggunakan berbagai senjata kebijakan yang tersedia. Hatta (Hatta, 2015:329-335) sendiri memaparkan berbagai kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Apa saja kebijakan-kebijakan yang Beliau ajukan?

Pertama, penciptaan regulasi ketenagakerjaan yang pro-pekerja. Bung Hatta percaya bahwa pemerintah harus membuat berbagai undang-undang yang menjamin kesejahteraan pekerja. Mulai dari undang-undang upah minimum yang update, jaminan perumahan, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, sampai asuransi ketenagakerjaan bagi setiap pekerja (hal. 330).

Menurut penulis, kebijakan ini sangat visioner dan mulia. Tetapi, Bung Hatta tidak menjelaskan darimana asuransi serta jaminan finansial itu disediakan. Beliau hanya memukul rata bahwa setiap pengusaha harus menyediakannya by government decree. Padahal, masih banyak pengusaha UMKM yang belum mampu membayarkan BPJS Ketenagakerjaan, apalagi jaminan perumahan.

Kedua, pajak penghasilan progresif. Bung Hatta sangat yakin bahwa perbedaan yang mencolok di antara kaya dan miskin harus dihilangkan. Beliau berkesimpulan bahwa ini tidak sesuai dengan visi keadilan sosial. Maka dari itu, orang-orang kaya harus membayar pajak yang lebih tinggi untuk mendanai program-program bantuan bagi orang miskin (hal. 330-331).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun