Kedua, wajibkan setiap pemerintah daerah tingkat 1 dan 2 untuk menggunakan e-budgeting. Mengapa? Sistem ini sangat membantu pemerintah dalam menghindari pemborosan dan korupsi anggaran. Pada tahun 2017, Pemprov DKI Jakarta berhasil menghemat Rp 4 Triliun dengan penerapan sistem e-budgeting (cnnindonesia.com, 2019). Sehingga, pemerintah daerah lain harus segera menerapkannya.Â
Mengapa? Mekanisme e-budgeting yang terdigitalisasi membuat celah korupsi semakin sempit. Seluruh perencanaan anggaran dapat dilacak sumber usulannya. Mulai dari SKPD mana sampai siapa yang memasukannya. Sehingga, proses perencanaan sampai pelaksanaan APBD bisa dilakukan secara transparan dan akuntabel (Purnama, 2018:207).Â
Dengan sistem ini, oknum the corrupted order tidak mampu lagi berkutik. Penyusunan anggaran yang sebelumnya tertutup dan tidak jelas menjadi transparan. Setiap anggaran yang tidak wajar (apalagi anggaran siluman) pasti ketahuan. Akhirnya, APBD bisa digunakan secara efisien dan tepat guna.Â
Kedua langkah di atas adalah upaya untuk menjaga momentum reformasi birokrasi. Momentum reformasi birokrasi adalah salah satu prasyarat untuk melaksanakan reformasi di bidang lainnya. Mulai dari reformasi ekonomi sampai reformasi politik. Berbagai program reformasi ambisius itu percuma, kalau birokrasi itu sendiri tidak diubah menjadi sebuah institusi yang reformatif.Â
Sebagai pemimpin yang telah kita pilih untuk lima tahun ke depan, Presiden Jokowi harus menjaga momentum reformasi. Bentuklah sebuah institusi birokrasi dan framework yang reformatif. Sehingga visi Indonesia Maju bisa tercapai.Â
SUMBERÂ
Purnama, Basuki Tjahaja. 2018. Kebijakan Ahok. Jakarta: Basuki Solusi Konsultindo.Â
detik.com. Diakses pada 3 Juli 2019.Â
kompas.com. Diakses pada 3 Juli 2019.Â
jokowiamin.id. Diakses pada 3 Juli 2019.Â
cnnindonesia.com. Diakses pada 4 Juli 2019.Â
Disclaimer: Tulisan ini sudah terbit di laman Qureta penulis. Link: qureta.com.