Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kompetisi dan Kolaborasi, Berlawanan?

23 Desember 2018   16:51 Diperbarui: 23 Desember 2018   17:01 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://simonwild.me/

Indonesia adalah negara yang terkenal dengan budaya Gotong Royong. Budaya ini diartikan sebagai sebuah pola hidup di mana individu sebagai anggota masyarakat berpartisipasi aktif untuk memberikan nilai tambah kepada setiap objek, permasalahan, dan kebutuhan orang di sekitarnya (Jannah, 2015:16).

Definisi ini dapat diuraikan menjadi dua bagian. Pertama, partisipasi aktif individu sebagai anggota masyarakat. Individu harus memiliki kesadaran dan inisiatif sebagai anggota masyarakat, untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat. Inisiatif itu muncul ketika individu sadar akan kewajibannya sebagai anggota masyarakat/civil society.

Bagian kedua adalah memberikan nilai tambah kepada lingkungan sekitarnya. Dalam konteks ini, lingkungan diartikan sebagai objek, permasalahan, dan kebutuhan manusia di sekitarnya. Nilai tambah ini terwujud ketika terjadi perbaikan (improvement) kondisi hidup lingkungan sekitar individu. Improvement that makes life easier for many people.

Masyarakat kita sering mengasosiasikan konsep gotong royong dengan kolaborasi/collaboration. Secara harafiah, kolaborasi adalah sebuah kerja bersama untuk membuat sesuatu (merriam-webster.com, 2018). Kerja bersama tersebut dilakukan antar individu. Tetapi, darimana kolaborasi itu muncul?

Hayek (dalam centerforindividualism.com, 2017) menyatakan bahwa kolaborasi itu tidak muncul dari suruhan seorang penguasa. Kolaborasi muncul dari aksi individu yang bebas untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Mengapa? Manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan orang lain dalam hidupnya, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan.

Maka dari itu, setiap individu mengalami sebuah dorongan untuk berkolaborasi dengan orang lain. Kolaborasi memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan masing-masing, dengan dasar pertukaran sukarela yang saling menguntungkan (voluntary exchange). Sehingga, pertukaran sukarela adalah kerangka kerja yang mendorong manusia untuk berkolaborasi.

Tetapi, kembali muncul pertanyaan baru. Bagaimana pertukaran sukarela itu bisa terjadi? Jawaban itu terletak pada kompetisi. Kompetisi membuat individu memiliki banyak pilihan dalam berkolaborasi. Ketika pilihan semakin luas, kemungkinan individu untuk melakukan kolaborasi yang saling menguntungkan semakin tinggi. Akhirnya, individu sebagai anggota masyarakat memiliki insentif untuk melakukan kolaborasi dengan individu lain.

Mekanisme ini terlihat jelas dalam sebuah pasar bebas (free market). Di pasar output, produsen bersaing untuk mendapatkan konsumen agar mau melakukan pertukaran sukarela. Sementara, di pasar input, konsumen bersaing untuk mendapatkan produsen agar mau melakukan pertukaran sukarela. Kedua belah pihak saling bersaing untuk melakukan pertukaran sukarela dengan yang lain.

Ketika persaingan terjadi, maka masing-masing agen/pelaku akan berusaha untuk menjadi yang terbaik. Konsumen/produsen akan berusaha untuk menjadi yang paling efisien, paling berkualitas, dan paling produktif. Akibatnya, tingkat kualitas, produktivitas, dan efisiensi yang berlaku meningkat secara agreggat. Akhirnya, peningkatan ini menimbulkan kolaborasi yang berkelanjutan (sustainable collaboration).

Ketika kolaborasi yang berkelanjutan terwujud, maka gotong royong pasti berlaku di dalam masyarakat. Inilah yang menjadi visi Bapak Bangsa kita, ketika mereka membangun republik ini; sebuah masyarakat di mana setiap anggotanya bekerja bersama satu sama lain, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

Jadi, kolaborasi tidak berlawanan dengan kompetisi. Justru, kompetisi menjadi preseden terbentuknya pertukaran sukarela, yang menjadi kerangka terbentuknya kolaborasi di dalam masyarakat. We don't compete because we collaborate, we collaborate because we compete.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun