Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Disruptive Education untuk Memperbaharui Pendidikan Indonesia

20 November 2018   20:10 Diperbarui: 20 November 2018   20:32 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.smmagonline.com

Disrupsi (disruption) adalah sebuah istilah yang sedang mencuat akhir-akhir ini. Berbagai media cetak, media online, sampai unggahan di media sosial sering memuat istilah ini. Bahkan, bisa dikatakan bahwa istilah ini sedang hype di masyarakat zaman now yang senang dengan catchy catchphrase. Tetapi, apa definisi dari disrupsi?

Secara harafiah, Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam kbbi.web.id, 2018) menyatakan bahwa disrupsi adalah hal yang tercabut dari akarnya. Dari definisi ini, dapat dilihat bahwa disrupsi adalah suatu fenomena besar yang akan menjungkirbalikkan established model yang sudah ada di berbagai sektor.

Lebih jauh lagi, Kasali (dalam Jawapos.com, 2017) menyatakan bahwa disrupsi adalah sebuah perubahan yang menghadirkan masa depan ke masa kini. Ketika dijabarkan, definisi ini memunculkan tiga ciri disrupsi. Pertama, barang/jasa yang dihasilkan disrupsi lebih baik dari sebelumnya, secara kuantitas maupun kualitas. Kedua, harga barang/jasa yang dihasilkan disrupsi lebih murah dari produk sebelumnya. Ketiga, barang/jasa hasil disrupsi harus lebih mudah diakses dibandingkan produk sebelumnya.

Ketiga ciri di atas memberi kesan bahwa disrupsi hanya terjadi pada bidang ekonomi. Tetapi, apakah ini benar? Tidak, sama sekali tidak. Disrupsi telah dan sedang terjadi pada seluruh sektor kehidupan masyarakat. Salah satu sektor kehidupan mendasar yang terseret arus disrupsi adalah sektor pendidikan.

Pada sektor pendidikan, dikenal istilah disruptive education untuk menggambarkan outcome dari disrupsi yang terjadi. Hasil ini muncul dari berubahnya model pendidikan secara fundamental. Perubahan ini terjadi dari monologue, text-book, and institution-based education menjadi discussion, open resources, and student-based education. Bagaimana disrupsi ini terjadi?

Disrupsi ini terjadi sebagai anteseden dari disrupsi yang terjadi pada tiga sektor. Pertama, digital disruption atau disrupsi digital. Kedua, educational institutional disruption atau disrupsi institusi pendidikan. Ketiga, social disruption atau disrupsi sosial. Berikut adalah penjelasan ketiga disrupsi tersebut.

Disrupsi digital adalah arus perubahan nilai dan proses dalam industri yang disebabkan oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (Moeller, Hodson, dan Sangin dalam strategy-business.com, 2017). Definisi ini menunjukkan bahwa adanya disrupsi digital mengubah pola pikir dan logika (mindset and logic) sektor yang mengalaminya, termasuk sektor pendidikan. Arus ini mengubah sistem pendidikan yang text-book based menjadi open resources based.

Arus ini ditunjukkan dengan menjamurnya penggunaan berbagai teknologi baru seperti collaboration platform dan cloud computing dalam proses pembelajaran. Bahkan, di negara-negara maju, teknologi virtual reality, augmented reality, dan artificial intelligence sudah digunakan dalam proses pembelajaran (Sagenmuller dalam u-planner.com, 2017).

Adanya penetrasi teknologi-teknologi di atas mengubah cara pembelajaran di dalam kelas. Kini, murid tidak hanya bergantung pada buku cetak yang resmi digunakan oleh sekolah. Pengetahuan yang dimiliki oleh guru pun tidak lagi membatasi kompetensi pemahaman murid. Segala ilmu pengetahuan yang ada bisa diakses dan dibagikan secara mudah; open resources.

Sekolah penulis sendiri (SMA Dian Harapan Lippo Cikarang) sudah menggunakan dua manifestasi disrupsi ini, yaitu cloud computing dan collaboration platform. Banyak kelas di SMA Dian Harapan Lippo Cikarang sudah menggunakan cloud computing platform seperti Google Drive untuk mengirimkan dokumen-dokumen dengan ukuran besar.

Sementara, beberapa kelas di SMA Dian Harapan seperti PKn, TIK, dan matematika sudah menggunakan collaboration platform sebagai media pemberian informasi, pemberian kuis, dan pengumpulan tugas. Dengan platform ini, guru dipermudah dalam memantau tingkat pengerjaan tugas masing-masing murid, dan murid juga ikut dipermudah dalam mengerjakan dan mengumpulkan tugas pada guru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun