Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Judi Bola Jaman Dulu

7 Desember 2022   12:08 Diperbarui: 7 Desember 2022   12:14 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dari jambi.tribunnews.com

Memang sebenarnya tidak baik, tapi dulu itu adalah hal yang menyenangkan, itulah saat sekolah menengah tingkat atas.  Entah siapa yang memulainya, tapi nyaris seminggu lapangan bola yang luas di depan kantor guru di sekolah itu selalu ramai.  Pertandingan antar kelas, dan ada embel-embel taruhan segala.

Jumlah taruhan tak terlampau banyak tapi juga tak sedikit di jaman itu, soalnya yang dipertaruhkan adalah hasil urunan satu kelas.  Lupa dulu ikut berpartisipasi apa tidak, tapi rasanya semua ikut memeriahkan pertandingan ilegal tersebut.  Tentu saja tanpa sepengetahuan guru.  Nakal sekali ya.

Kalau kalah ya sudah, lesu.  Walau besok kembali menantang kelas yang lain, urunan lagi, taruhan lagi.  Tentu saja cuma seru-seruan saja sebenarnya.  Yang ikut cuma antar kelas saja pun.  Kalau pun menang, pesta makan-makan dari hasil kemenangan untuk dinikmati bersama-sama di asrama, kebetulan dulu sekolah wajib masuk asrama untuk murid baru.

Menyenangkannya adrenalin seakan ikut terpacu saat kawan-kawan yang pemain bola berhasil memenangkan pertandingan, tentu saja hasil taruhan waktu itu hanyalah bonus, kebanggaan bisa mengalahkan kelas lain dalam pertandingan itu yang utama.

Itu sebenarnya tak seberapa, cuma tingkat lokal, soalnya di era 80 sampai dengan 90-an judi bola justru dilegalkan, dilindungi oleh Kementerian Sosial pula, dari yang namanya Porkas atau Pekan Olah Raga dan Ketangkasan sampai dengan SDSB alias Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah.  Kalau tidak salah itu caranya beli kupon lalu menebak skor pertandingan dan angka.  Nyaris setiap rabu malam atau malam kamis pangkalan ojek di bawah pohon dekat perempatan yang tak jauh dari kos selalu ramai, menunggu angka keberuntungan yang bakal keluar.

Kalau yang terakhir ini sih sudah tentu beda level, beda kelas.  Modal seribu rupiah bisa mendapatkan untung berlipatganda jika beruntung.  Mungkin adrenalin juga terpacu saat menunggu tebakan angka keluar, dan tentu saja para petaruh lebih sering lesu dibanding ceria, karena menebak angka acak tak semudah menebak tendangan penalti kawan-kawan saat taruhan bola di sekolah itu.

Sama-sama taruhan, sama-sama atas nama olahraga, sama-sama memacu adrenalin, sama-sama ada yang menang dan kalah, bedanya satunya ilegal tanpa sepengetahuan guru di sekolah, satunya lagi legal dilindungi pemerintah, walau sampai saat ini tidak tahu kalau misal petaruh kupon dermawan olahraga itu kalah duitnya bakal kemana.

Tapi satu sih yang miris, dengan atau tanpa undian dan taruhan, olahraga sepakbola di negeri ini ya tak juga berkembang, apa kudu dihidupkan lagi sistem taruhan bola secara nasional itu, jadinya ada motivasi para pemain untuk bisa selalu menang, misal mendapatkan bagi hasil dari keuntungan taruhan.

Sepakbola soalnya tak cuma soal prestasi, tapi tentu saja terkait dengan uang. Dari sudut manapun akan tetap begitu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun