Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tapi Itu Bukan Sup Ikan!

16 November 2022   17:15 Diperbarui: 16 November 2022   17:19 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto dari cookpad.com

Perempuannya sedang merajuk, meminta makanan yang langka, sudah langka salah sebut nama pula.  Berkali-kali diluruskan, tetap saja dia keukeuh menyebutnya sup ikan.  Walaupun yang dimintanya sebenarnya juga tak jelas asal usul namanya.

"Pokoknya aku mau sup ikan yang pernah kamu bawakan kemarin!"

Tuh, kan.  Kembali menyebut sup ikan.  Padahal yang dimaksudnya adalah ikan telang asam manis, masakan khas dari kampung halamannya.  Potongan dadu ikan telang asin di dalam kuah saus asam manis yang kental dan sedikit berminyak.   Berhias potongan bawang putih dan cabe merah yang selalu berhasil membangkitkan selera makannya.

Entah siapa yang pertama kali memberi nama telang pada ikan tenggiri.  Seingatnya sedari kecil memang selalu dijual dalam potongan seruas dua ruas jari, sudah asin, diawetkan dari sananya.  Belakangan semakin membingungkan bahwa telang justru di pulau lain adalah sebentuk bunga berwarna ungu.

Tapi ini Jogja!  Ribuan kilometer dari asal masakan yang diinginkan perempuannya.  Dimana harus mencarikan ikan asin yang diam-diam juga bikin liurnya menetes dan perutnya jadi konser.  

Lagian ya, kata kemarin yang dimaksudnya itu adalah nyaris sebulan silam, saat mamanya memaksa untuk membawa masakan andalannya itu ke dalam kontainer plastik satu kilogram.  Katanya biar perempuannya mencoba masakan kebanggaan mamanya.

Awalnya memang menyenangkan, akhirnya jadi merepotkan.  Bila sedang merajuk, senjatanya selalu saja sama : sup ikan! Padahal bukan!

Sampai akhirnya teringat sesuatu, rasa-rasanya pernah sekilas sewaktu naik motor menyusuri selokan Mataram ke arah timur, menemukan warung yang menyediakan menu langka itu.  Bergegas mengenakan jaket kulit, dan..

"Mau kemana?"  Sergahnya
"Pengen dicarikan ikannya, ndak?"
Manyunnya tak hilang tapi ada senyum yang terbit walau diam-diam disembunyikan.

Honda primanya bergerak ke arah timur, melewati Seturan, Babarsari, dan akhirnya menemukan warung yang ada di memorinya, beberapa ratus meter sebelum jalan selokan itu menuju ringroad timur.

Parkir di halaman yang cuma cukup untuk lima sampai enam motor.  Turun dari motor dan melangkah ragu ke warung yang berdinding anyaman bambu itu.  Di dindingnya  ada dua bilah papan kayu dengan tulisan sederhana dari cat hijau tua yang sudah mulai pupus.  

Tulisan yang semakin membuatnya ragu : warung mbah Harno, sepesial telang asin asam manis.

Memasuki warung yang ternyata bagian dalamnya ditata cukup artistik, ada lukisan jukung, perahu kecil dari kayu di atas sungai Barito. Ada ornamen patung bebek dari akar bambu, dan ada seorang bapak-bapak separuh baya sibuk di balik meja kayu.  Beliau yang langsung berdiri, tersenyum menyambut pelanggan barunya.

"Pak, ini bener warung menyediakan ikan telang asam manis?"
"Benar sekali, mas"
"Tapi namanya.."
"Itu nama warung terdahulu, saya malas mengganti namanya, cuma menambahkan keterangan sedikit saja.  Sudah sering begitu, banyak yang meragukan masakannya gara-gara nama warung itu" Jelasnya singkat sembari tertawa.

"Pesan satu porsi asam manisnya ya, pak" Lalu duduk, dan sebentar saja, potongan dadu ikan asin dalam mangkuk yang penuh kuah asam manis sedikit berminyak itu datang, nasi yang masih mengepulkan uap pun terhidang.  Aroma khas masakan favoritnya memenuhi udara.  

Hari sudah beranjak sore, tak perlu lama menghabiskan satu porsi makanan enak yang rasanya masih kurang.  Lalu tiba-tiba, masuk sebuah pesan, mengingatkan akan pekerjaan yang tenggatnya nanti tengah malam.  Buru-buru membayar makannya sembari bertanya.

"Pak, ini tutupnya jam berapa?"
"Ini sebentar lagi mau tutup, biasanya ya sekitar segini menjelang magrib tutupnya"
"Oalah, baik terimakasih ya, pak.  Masakannya mantep!" Katanya sembari mengacungkan jempol.
"Terimakasih, mas.  Sering-sering kemari". 

Perut cukup kenyang, udara sore yang nyaman.  Motornya kembali berbalik ke arah barat, melewati Babarsari, Seturan, sampai teringat akan suatu hal.

'Ikan pesanan perempuannya!'

Laju motornya berkurang, kepalanya mendadak sekan-akan terbagi menjadi tiga bagian, tenggat pekerjaan, ikan telang asam manis yang enak tapi warungnya sudah tutup, dan bayangan menyeramkan perempuannya yang sudah siap dengan sendok dan garpu di belakang pintu.

Duh. Tolong!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun