Mohon tunggu...
R. Syrn
R. Syrn Mohon Tunggu... Lainnya - pesepeda. pembaca buku

tentang hidup, aku, kamu dan semesta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Abah Melarang Anak-Anaknya Naik Motor

15 November 2022   13:07 Diperbarui: 15 November 2022   13:21 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto L2 engkel dari kumparan.com

Uniknya abah itu ya, di satu sisi tidak pernah melarang anak-anaknya untuk merokok, di sisi lain kami tak pernah diperbolehkan mengendarai sepeda motor sewaktu kecil.  Satu kalimat pesan yang selalu terngiang-ngiang di telinga, bahwa kata beliau kalian baru boleh naik motor setelah bekerja.

Yah akhirnya kurang lebih saja sih nadanya dengan syarat supaya boleh merokok.  Sepertinya beliau mengajarkan arti tanggungjawab secara tidak langsung, walau dengan cara yang tak biasa.

Untunglah selama masa sekolah dan tahun-tahun pertama kuliah, memang bisa dilewati dengan cukup berjalan kaki ke tempat studi.  Jadinya tidak masalah, lagian dulu sepeda motor adalah termasuk barang mewah, tak semua orang bisa memilikinya.  Tak seperti sekarang, motor berbagai jenis berseliweran di jalan, termasuk para pelajar yang anteng naik motor ke sekolah.  Padahal sudah jelas batasan usia untuk mendapatkan SIM alias surat ijin mengemudi.

Karena teringat wanti-wanti terhadap motor, akhirnya tak pernah berani mengutak-atik sepeda motor yamaha engkel biru beliau.  Walau akhirnya diam-diam pernah mencoba-coba meminjam motor bebek acil, sebutan untuk bibi, untuk belajar.  Sekali mencoba, langsung sukses menghantam dinding belakang rumah, hingga dikira ada gempa.

Sejak saat itu, kapok untuk coba-coba lagi.  Rupanya demikian pula dengan beberapa adik saya, yang tak berani menentang larangan naik motor dari abah.  Mereka juga diam-diam belajar naik motor, walau sepertinya belajarnya sukses tapi tetap tak berani menyentuh engkel biru yang padahal sering terparkir bebas di teras saat abah ada di rumah.

Sampai akhirnya diterima bekerja saat kuliah di tahun ketiga kuliah, tanpa diminta saya malah dibelikan motor bebek Alfa oleh orangtua.  Mungkin karena saking senangnya anaknya diterima bekerja.  Motor yang akhirnya terus menemani saya sampai akhirnya lulus kuliah.

Namanya belum pernah naik motor dengan benar, tentu saja pertama kali mengendarainya malah sukses menabrak pagar jembatan dekat kantor kelurahan.  Sepertinya saat itu selain dikarenakan gugup karena belum lancar, juga grogi karena nekat membonceng pacar.

Aduh, seandainya waktu itu abah tahu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun