Mohon tunggu...
Rizky C. Saragih
Rizky C. Saragih Mohon Tunggu... Administrasi - Public Relations

Lihat, Pikir, Tulis. Communications Enthusiast | @rizkycsaragih

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Humas Jangan Tergerus Gemerlap 4.0!

28 November 2018   23:26 Diperbarui: 29 November 2018   15:05 1703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran industri 4.0. Dok. dreamstime.com

Sontak kembali terkejut seperti sedang melamun lalu dikagetkan dengan letusan pecahan ban mobil truk..

Industri 4.0

Itulah mungkin hiperbola saya ketika kembali "gemas" dengan kondisi dunia kehumasan Indonesia yang pada satu sisi tergerus oleh gemerlap industri 4.0

Tidak akan membahas detil daripada dunia industri 4.0, rasanya semua lini sudah sepakat, sepaham bahwasanya saat ini kita tengah berada dalam kondisi revolusi teknologi. Ketika kecanggihan teknologi dimulai dari smartphone, smart watch, sampai smart home, segala benda mati seakan menjadi bernyawa menyesuaikan kebutuhan umat manusia, semuanya dipermudah!

Ketika industri 3.0 dekat dengan robotic, industry 4.0 melengkapi atmosfir kehidupan manusia dengan Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), dan masih terus berkembang pesat. Ya, detik ini juga di saat anda membaca tulisan ini, di belahan dunia barat sana mungkin para pakar teknologi, programmer atau mereka yang terus menciptakan pembaharuan sistem-sistem yang berasal dari algoritma serta logic-logic coding sedang bekerja keras.

Gawai tak lepas dari genggaman. Dok. alamy.com
Gawai tak lepas dari genggaman. Dok. alamy.com

Tantangan Humas di Era 4.0

Apa yang membuat saya "gemas" tentang dunia kehumasan di era high-tech ini adalah mulai tergerusnya nilai-nilai, treatment dan marwah humanis seorang humas kepada teman-teman media. Mengapa media? Karena tidak hanya sekali saja seorang teman yang bekerja di media sebagai pewarta mengeluhkan "kok humas/PR xxx gini sih?", "Ki lo kenal PR ini ga? Gue nungguin sekian jam, aer putih aja kaga disuguhin", "Ki, lo kenal PR ini ga? Kok kaya maksa banget gue dateng preskon dia ya, kenal aja baru padahal via WA?!". 

Belum lagi pernah ada curhatan teman pewarta yang merasa sangat aneh ketika rombongan pewarta media massa di nomor-dua-kan untuk sesi test drive peluncuran salah satu kendaraan roda 4 dengan rombongan selebgram. Pribadi saya pun tak setuju, opsi lain dalam benak saya adalah dibuat dalam sesi yang berbeda seharusnya. Pewarta media massa menggoreskan tulisan liputannya dengan standar etika jurnalistik media dan terlatih, bukan kaleng-kaleng bah..

Rekan wartawan meliput pada konferensi pers. Dok. Pribadi
Rekan wartawan meliput pada konferensi pers. Dok. Pribadi

Tak ada manusia yang sempurna, humas pun demikian. Akan tetapi dari beberapa curhatan teman pewarta, baik dari status medsos sampai japri langsung dengan keluhan kejadian serupa yang sepertinya kesalahan tersebut bisa diobati atau bahkan dihilangkan.

Untuk para praktisi humas yang dulunya mengenyam bangku kuliah dan mengambil jurusan komunikasi dengan konsentrasi humas/PR, pastinya mendapatkan kelas "Media Relation (medrel)" minimal beberapa sks bukan? Kita tarik kembali, apa fungsinya medrel? Hematnya, hubungan baik antara seorang humas/PR dengan media sehingga adanya keadaan symbiosis mutualisme diantara keduanya. Sang humas mendapatkan publikasi, sang pewarta mendapatkan konten. Aman dunia? Aman......

Tapi tak semudah itu kenyataan di lapangan, bayangkan saja dalam satu hari seorang wartawan harus meliput berita mungkin bisa lebih dari 4 tempat yang berbeda. Sebelum meluncur ke lokasi liputan baik itu pewarta dari media daring, cetak ataupun TV pastinya dengan jadwal liputan yang sudah ditentukan dalam rundingan rapat redaksi. Terkecuali apabila ada suatu kejadian mendadak "Breaking News".

Seringkali tantangannya adalah ketika humas/PR mengundang media untuk peluncuran produk, konferensi pers, dan banyak kegiatan korporasi lain yang membutuhkan exposure, kita sebagai humas sudah barang tentu wajib mengemas acara dengan menjanjikan news value yang kuat, bila tidak, berat rasanya pewarta bisa hadir untuk menulis acara kita. News value adalah tantangan pertama dan masih banyak hal teknis lainnya. 

Namun apa yang ingin diutarakan pada tulisan ini soal engagement antar manusia. Adalah tentang gaya komunikasi dan sikap seorang humas yang tidak seharusnya seperti robot. 

Seperti contoh, Budi adalah seorang humas korporasi A, sedangkan Toni adalah pewarta dari media Z. Mereka berdua belum pernah bertemu bahkan berkenalan. Suatu ketika Budi harus mengundang rekan-rekan media dalam rangka konferensi pers perusahaannya, dengan berbekal database file excel dari senior humas di kantornya, Budi "ujug-ujug" mem-blast undangan media via WhatsApp kepada Toni yang belum kenal dengannya. Parahnya lagi, undangan dikirimkan pada satu hari sebelum presscon berlangsung.

Blast aja, udah biasa kok. Cape ah sapa-sapa dulu. (screenshot pribadi)
Blast aja, udah biasa kok. Cape ah sapa-sapa dulu. (screenshot pribadi)
Dimana sisi humanis seorang humas? Tidakkah humas harus benar-benar me-manusiakan manusia? Terlalu besar pengorbanan atas nama humas apabila hal tersebut dilakukan berdasarkan "KPI dari bos". 

Pada salah satu tulisan rekan di LinkedIn yang lama berprofesi sebagai jurnalis, artikel yang berjudul "The Death of Public Relations" sungguh menggerakan jemari untuk mengetuk artikel daring tersebut.

Benar adanya, isi artikel pun tak jauh berbeda dengan apa yang saya dengar dari teman-teman media. Poster undangan event straight to the point tanpa basa basi langsung mendarat melalui pesan singkat WhatsApp. 

Yang lebih menohok dalam tulisan tersebut berbunyi "Saya serasa diundang oleh robot. Ya.. PR bot. Mungkin 20 tahun lagi gak perlu ada praktisi PR kalau cuma mengundang dengan mengirimkan E-Poster"

Jangan-jangan benar adanya, humas zaman now lupa dengan memanusiakan manusia dan sibuk dengan membuat konten, story telling, digital PR bahkan BIG DATA seperti apa yang dikemukakan dalam tulisan tersebut.

Asik terbuai dan sibuk membuat konten demi survive di era revolusi industri 4.0. Bagaimana tidak? Dari awal bangun tidur, sudah berapa ratus bahkan juta informasi yang lalu lalang di depan mata lewat smartphone kita? Humas pun dituntut beradaptasi untuk turut menjadi content creator melalui ragam medium digital. Akan tetapi seharusnya tidak sampai lupa dengan aspek "memanusiakan manusia". Jangan sampai humas berlaku seperti robot.

Pada tulisan singkat Ketua Umum PERHUMAS, Agung Laksamana menyampaikan bahwasanya humas tak bisa mengelak dari industri 4.0, justru humas saat ini harus turut bertransformasi mengikuti perkembangan zaman dengan sejuta kecanggihan teknologi.

Sejatinya, kecanggihan teknologi pada industri 4.0 ini seharusnya menjadi "pelicin" serta pendukung pekerjaan humas dengan tidak melupakan treatment humanis sesama manusia. Humas adalah manusia, tidak perlu takut bahkan kalah dengan teknologi, karena humas adalah kombinasi unik antara intuisi, nalar, empati, emosi, serta kreativitas yang tak terbatas. Apakah robot mempunyai kesempurnaan hal tersebut dengan teknologi AI nya?

Coba memulai dengan scroll down kembali kontak di smartphone kita, kirim pesan singkat lewat WhatsApp, sekedar menanyakan kabar, atau bisa dengan cara menyumbang double tap dan comment pada unggahan konten Instagram rekanan. Interaksi humanis pada intinya. Bila sempat punya waktu luang, duduk santai dengan menyeruput kopi bersama dan berbincang tatap muka langsung akan sungguh melahirkan good engagement.

Konvensi Nasional Humas 4.0 (Dok. Perhumas)
Konvensi Nasional Humas 4.0 (Dok. Perhumas)

Konvensi Nasional Humas 4.0

Berlatar belakang mulia yakni meningkatkan kompetensi insan humas Indonesia demi menghadapi tantangan global serta reputasi Indonesia, PERHUMAS kembali menggelar Konvensi Nasional Humas (KNH) 4.0 dengan beragam topik diskusi di dalamnya. Salah satunya adalah sesi "Media Landscape di Era Digital 4.0" yang akan mengupas ragam medium informasi di jagat dunia digital yang tentunya akan menjadi dikte menarik nan informatif untuk para humas memahami kondisi media saat ini.

Masih banyak sesi bermanfaat lainnya tidak hanya untuk para praktisi dan akademisi kehumasan, juga untuk semua masyarakat Indonesia. Karena pada sejatinya sebanyak 260 juta penduduk Indonesia adalah humas bagi Indonesia tercinta.

Indonesia Bicara Baik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun