Mohon tunggu...
Razan Tenaya Athallah
Razan Tenaya Athallah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Belajar menulis

Mahasiswa S1 Rumpun Sosial dan Humaniora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Refleksi #StopAsianHate Melalui Peristiwa Pengasingan Orang Jepang-Amerika Pasca Bom Pearl Harbour 1942-1946 di Pantai Barat AS

2 Juli 2021   00:54 Diperbarui: 2 Juli 2021   08:59 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Miss Universe Singapura 2020 Sumber: themissuniverse.sg (2021).

Hari itu, Kamis 13 Mei 2021 di Hard Rock Hotel, Florida, Miami, Amerika Serikat dalam perhelatan Babak National Costume Miss Universe 2020 seorang finalis asal Singapura Bernadette Belle Ong mengenakan jubah dengan tulisan 'Stop Asian Hate' yang cukup menarik banyak atensi publik khususnya di dunia maya dalam situasi pandemi Covid-19 ini.

Bukan tanpa sebab, seperti yang diutarakan Aprillia (2021) hal ini dalam rangka meningkatnya kasus kekerasan serta diskriminasi yang dirasakan oleh masyarakat keturunan Asia, terutama di Amerika atas dasar kuatnya dugaan virus Covid-19 berasal dari Wuhan China yang tak lain orang-orang berparas Asia Oriental. Tak tanggung-tanggung, menurut survei yang dilakukan oleh CSUSB: Center for the study of Hate & Extremism United States pada tahun 2020 melalui perbandingan tahun sebelumnya 2019 Kejahatan Kebencian Anti-Asia Melonjak 145% secara akumulatif di 16 kota terbesar Amerika Serikat. Baru-baru ini sebut saja tragedi Atlanta Spa Shootings insiden penembakan masal yang telah merengut 8 korban jiwa, 6 diantaranya ber-etnis Asia Oriental.

Gambaran ini setidaknya memberikan indikasi rasisme masih menyelimuti hubungan antar manusia hingga sekarang, serupa tapi tak sama melalui pergulatan panjang anti-Asia penulis melihat kita mampu merefleksikan isu ini dari sepak terjang sejarahnya, adapun tulisan berikut difokuskan melalui peristiwa Pengasingan Orang Jepang-Amerika Pasca Bom Pearl Harbor 1942-1946.

7 Desember 1941, serangan dadakan yang dilakukan oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang terhadap Armada Pasifik Angkatan Laut Amerika Serikat yang tengah berlabuh di Pangkalan AL Pearl Harbor, Hawaii memicu langsung keterlibatan AS di perang dunia II diiringi pula tentunya dengan kekhawatiran dan rasa kesal masyarakat AS secara luas.

(Sumber: National Archives/The LIFE Picture Collection/Getty Images/Dorothea Lange. 1942)
(Sumber: National Archives/The LIFE Picture Collection/Getty Images/Dorothea Lange. 1942)

Instruksi pengasingan warga keturunan Jepang-Amerika. (Sumber: National Archives/The LIFE Picture Collection/Getty Images/Dorothea Lange. 1942)

10 minggu kemudian otoritas Amerika Serikat di bawah instruksi langsung Presiden Franklin D. Roosevelt dengan sigap menyikapi keresahan atas Jepang melalui Perintah Eksekutif 9066 19 Februari 1942. Kebijakan pemerintah AS bahwa orang-orang keturunan Jepang, termasuk pula yang sudah menjadi warga negara AS, akan dipenjarakan di kamp-kamp pengasingan. Argumen dinyatakan dengan niat mencegah spionase dan sabotase yang bisa saja terjadi atau akan terjadi dilakukan oleh imigran Jepang.

Di belakang layar turunnya perintah instruksi tersebut, ditemukan seorang Letnan Jenderal pemimpin Komando Pertahanan Barat AS bernama John L. DeWitt yang percaya bahwa penduduk sipil berdarah Jepang perlu dikendalikan agar tidak terulang insiden Pearl Harbor. Dikutip dari Conn, Engelman, dan Fairchild (2000:117-123) dalam salah satu laporan konfrensi telefon DeWitt tertanggal 24 Januari 1942 mengatakan “Fakta bahwa tidak ada yang terjadi sejauh ini kurang lebih... tidak menyenangkan, karena saya merasa bahwa mengingat fakta bahwa kami tidak memiliki upaya sabotase secara sporadis, ada kontrol yang dilakukan dan ketika kami memilikinya. akan dilakukan secara massal." Kemudian pada awal Februari 1942 dalam Stafford (1999:151) DeWitt melaporkan kepada Presiden Franklin D. Roosevelt bahwa tidak ada sabotase oleh orang Jepang-Amerika yang telah dikonfirmasi, tetapi dia berkomentar bahwa itu hanya membuktikan "indikasi yang mengganggu dan menegaskan bahwa tindakan tersebut akan diambil (Tindakan pengasingan)." Yakinnya DeWitt berimplikasi mulai dijalankan operasi ke kamp-kamp pengasingan di bulan tersebut.

(Sumber: National Archives/The LIFE Picture Collection/Getty Images/Dorothea Lange. 1942)
(Sumber: National Archives/The LIFE Picture Collection/Getty Images/Dorothea Lange. 1942)

Seorang pemilik toko kelontong ber-etnis Jepang di salah satu jalan kota Oakland, California merespon anti-Jepang pasca bom Pearl Harbor yang tak lama kemudian tutup dan ikut mobilisasi ke camp pengasingan. (Sumber: National Archives/The LIFE Picture Collection/Getty Images/Dorothea Lange. 1942)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun