Mohon tunggu...
Raymond J Kusnadi
Raymond J Kusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis adalah sebuah keberanian

http://www.unite-indonesia.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surat Pembunuh Munir

17 September 2011   11:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:53 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_130538" align="alignnone" width="300" caption="Siapa Dalang Pembunuhnya? (munir.or.id)"][/caption] Siapa saya sesungguhnya tidak usahlah orang banyak tahu.  Nama saya sudah sering kali disebut-sebut di surat kabar, wajah saya kerap kali muncul di televisi saat persidangan kasus ini.  Saya pun menjadi tenar karena wajah saya lagi-lagi muncul di film dokumenter tentang pembunuhan aktivis di udara.  Saya menjadi tidak terlupakan karena nama saya jelas tertulis di laporan Tim Pencari Fakta. Surat ini saya tulis setelah saya membaca surat pengakuan dari seorang pembantai, serupa seperti saya, pada peristiwa Rawagede yang terjadi dua tahun setelah republik ini merdeka.  Seperti halnya saya, enam tahun setelah reformasi lahir di negeri ini, saya pun membunuh seseorang, aktivis HAM yang mengganggu stabilitas bisnis dan politik yang saya lakoni. Saya tidak bekerja sendirian.  Saya bekerja atas restu dan permufakatan jahat atasan saya yang namanya jarang disebut tapi semua orang juga sudah tahu.  Seorang lagi bekerja untuk operasi ini, tugasnya sebagai eksekutor.  Orang ini saya perintahkan untuk melakukan pendekatan dengan target.  Hubungan telepon pun kerap dilakukan hingga hari keberangkatannya.  Belakangan, komunikasi telepon ini terkuak dan merembet pada terbongkarnya rekaman komunikasi saya dengan eksekutor. Di udara, eksekutor menawarkan kursi nyaman di kelas bisnis.  Dia jugalah yang memasukkan arsenik ke dalam jus jeruk dan mi goreng yang dihidangkan.  Tidak berapa lama setelah lepas landas dari negara transit, racun mulai bekerja pada tubuh.  Hingga akhirnya udara memanggil jiwanya pulang di atas langit Hungaria. Ini bukanlah yang pertama bagi saya.  Kurun waktu 1997-1998, saya juga terlibat permufakatan jahat dalam penculikan 13 orang aktivis.  Penghilangan paksa itu turut menyeret empat kolega saya, yang salah satunya kita semua orang tahu saat ini sudah menjadi apa.  Sandiwara disiapkan melalui pengadilan pura-pura dengan memvonis 11 nama eksekutor lapangan tanpa bisa menyentuh saya dan kolega. Sudah dua kali saya lolos dari vonis.  Namun raga ini seperti limbung digerogoti keraguan.  Kecemasan mulai menghantui seiring usia yang semakin senja.  Apakah saya akan lolos kembali untuk yang berikutnya?  Karena saya sadar, pengaruh saya semakin menurun di kalangan elit. Pejabat baru di institusi tempat dulu saya berada, melalui surat kawat yang bocor, menyatakan niat untuk membongkar pelanggaran HAM masa lalu.  Tampaknya angin reformasi memaksa mereka mengikuti hembusan perubahan.  Nilai-nilai HAM mulai diadopsi oleh lembaga-lembaga represi negara. Negara tempat saya dulu mengabdikan diri, sepertinya akan mencekik saya.  Membaca berita beberapa hari belakangan, membuat saya was-was.  Vonis yang datang dari Negeri Kincir Angin, telah membawa angin keadilan bagi korban Pembantaian Rawagede.  Angin itu seperti menggumpal dan akan mendatangkan badai ke negeri ini untuk menagih utang negara atas kasus kejahatan HAM berat di masa lalu. Entah mengapa, tahun ke-7 ini menjadi beban berat bagi saya.  Mimpi buruk selalu menyergap di malam-malam saya tertidur.  Saya pun mulai menjauhi jus jeruk dan mi goreng yang selama ini menjadi santapan favorit saya karena takut ada arsenik di dalamnya.  Lama-lama saya jadi gila karena curiga dan cemas sudah bercampur dalam darah saya.  Atau inikah jalan keluar bagi saya, pura-pura gila, agar lolos kembali dari jeratan atas tuduhan pelaku kejahatan HAM masa lalu? Adakah pilihan lain yang tak pernah terbersit dalam pikiran saya?  Pilihan untuk mengakui kejahatan ini agar keluarga saya sepanjang hidupnya tidak diwarisi kejahatan HAM masa lalu? (surat imajinasi penulis, demi pengungkapan kebenaran dan keadilan) ray mundo

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun