Mohon tunggu...
Raymond J Kusnadi
Raymond J Kusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis adalah sebuah keberanian

http://www.unite-indonesia.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Kekerasan Atlet Anak Jepang: Demi Medali Olimpiade

23 Juli 2021   00:31 Diperbarui: 24 Juli 2021   01:01 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Atlet Lawan Kekerasan (HRW)

Olimpiade Tokyo tengah bersiap untuk membuka pagelaran olahraga musim panas sedunia.  Namun trauma kekerasan yang dialami para atlet anak Jepang membayangi pesta olahraga tersebut.

Human Rights Watch telah merilis laporan yang dibuat antara Januari dan Juni 2020 tentang praktik kekerasan yang dialami atlet anak Jepang. Hukuman fisik atau yang dikenal dengan taibatsu, mengakibatkan atlet anak di Negeri Sakura menderita cacat fisik, depresi, trauma berkepanjangan, hingga bunuh diri.

“Saya sudah lelah dipukuli terus.  Saya lelah menangis terus-menerus. Inilah sebabnya saya sudah tidak mau lagi hidup di dunia ini.”

Catatan di atas berasal dari seorang atlet lempar lembing berusia 17 tahun sebelum mengakhiri hidupnya.  Padahal sebelum kematiannya, ia telah lolos kualifikasi untuk bertanding di kejuaraan nasional.  Ia mengatakan bahwa dirinya sudah tidak tahan lagi dengan kekerasan fisik yang dilakukan oleh pelatihnya.

Olahraga seharusnya menjadi arena bagi anak untuk menikmati permainan atau pertandingan dengan penuh keceriaan.  Juga menjadi sarana bagi pertumbuhan fisik dan perkembangan mental sang anak. 

Namun di Jepang yang terjadi justru sebaliknya.  Kekerasan dan pelecehan telah menjadi hal yang lumrah dari perjalanan atlet anak di sana. 

Meskipun para atlet mengalami dampak yang begitu parah dan menyakitkan, beberapa atlet masih beranggapan bahwa pelatihnya melakukan kekerasan untuk kepentingan yang terbaik bagi atlet.  Seorang atlet mengatakan bahwa sang pelatih memukulnya karena alasan sayang dan yang terbaik bagi dirinya.

Dalam laporan tersebut menunjukkan bahwa impunitas berlaku bagi pelatih. Ini merupakan kegagalan sistem hukum pidana untuk meminta pertanggungjawaban pelatih pelaku kekerasan.  Beberapa atlet yang telah melapor adanya tindak kekerasan, mengisahkan bahwa tidak satu pun laporan ditindaklanjuti dan tidak ada hukuman yang diberikan bagi sang pelatih.

Laporan ini mendokumentasikan kasus kekerasan lebih dari 800 mantan atlet anak, termasuk di dalamnya para atlet olimpiade dan paralimpiade Jepang.  Survei yang dilakukan mencakup wawancara atlet dari 50 cabang olahraga.

Dalam beberapa kasus, kekerasan terhadap atlet anak secara langsung mengakibatkan cedera seumur hidup bahkan kematian.  Misalnya, pada tahun 2004, seorang anak laki-laki berusia 15 tahun dari Yokohama suatu ketika tidak mengikuti latihan judo.  Pelatihnya kemudian memergokinya dan menantangnya berduel. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun