Bohong ialah seni menyakitkan diri sendiri sebab menghilangkan ketenangan, menimbulkan candu, manjatuhkan harga diri. Ada dua anak bersaudara, sang adik pernah berbohong kemudian berbohong lagi karena takut terbongkar kebenaran bahwa adik kecil membohongi kakaknya mengenai jawaban yang ditanya.
Abang tanya tadi lu shubuh ke masjid nggk? Sambil tergagap si adik menjawab, shalat tadi. Menghela nafas si abang tau adiknya tidak pergi ke Masjid. Besoknya pertanyaan sama dan dijawab shalat tadi di Masjid, aelah sambil menggerutu karena masih mengantuk. Tiba-tiba melayanglah tangan sang kakak menuju wajah sang adik, sebab si adik berbohong. Hari pertama dibiarkan, hari kedua sang kakak kehilangan kesabaran karena kebohongan yang dipelihara adiknya.
Dari awal sang kakak kasian dengan adiknya tertidur pulas namun jika dibiarkan malah merugikan adiknya sendiri. Ketika adzan shubuh sulit dibangunin, saat ditanya mengibuli. Bohong pertama dimaklumi akan tetapi bohong kedua tidak ada kompromi. Terkadang kita harus tegas dalam meberantas kebohongan. Jika dibiasakanakan menjadi karakter, lebih baik memberikan akibat buruk dari bohong dari pada hanya nasehat lisan yang dilupakan.
Tegas terlihat keras, pukulan seorang kakak bukan hanya sekedar luapan emosi semata melainkan terdapat rasa kasih sayang yang begitu besar kepada adiknya. Pembentukan karakter berbudi luhur ibarat membangun istana, perlu kerja keras menciptakan istana megah dan mempesona.