Mohon tunggu...
Rayhan Fakhriza
Rayhan Fakhriza Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiwa

Mahasiswa biasa yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita yang Jatuh Cinta pada Buku Pertama

6 Maret 2021   12:59 Diperbarui: 6 Maret 2021   13:08 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Membaca buku dari berbagai ideologi, mungkin terdengar aneh di telinga kita. Mungkin banyak dari kita bingung, apakah hal itu betul-betul baik untuk kita. Sehingga tidak jarang, banyak di antara kita yang langsung jatuh cinta pada buku pertama yang kita baca. 

Kita layaknya telah berhasil menemukan kitab  suci di barat dan langsung percaya hidup dan mati ke pada isi buku tersebut. Kemudian tanpa disadari, kita terlampau cinta pada buku itu sehingga lupa kalau kita punya kehidupan, keluarga dan sahabat yang mungkin saja berbeda pendapat di luar sana.

Kawan-kawan saya yang baik, bangsa ini seharusnya bisa bersatu terlepas dari apa yang kita anggap benar. Karena sesungguhnya, pandangan apapun yang kita percayai seharusnya tidak menghalangi kita untuk menjadi pendengar yang baik. 

Para pendiri Bangsa ini telah memberikan contoh bahwa selalu ada hal yang baik yang datang dari mendengarkan perbedaan pandangan. Terkadang, kita hanya disuguhi berita atau pandangan yang sama setiap harinya. Padahal, bangsa ini bisa besar dengan pengertian akan perbedaan.

Buku pertama selalu indah untuk dibaca, terlebih untuk memulai minat baca. Namun tidak ada gunanya belajar pada satu ilmu yang sama. Bagaimanapun juga, alam semesta tidak dipelajari dari satu buku yang sama.

Marilah kita memperdalam pemahaman kita dengan menambah wawasan dari sudut pandang yang berbeda. Penyelesaian masalah di masa yang akan datang akan mengharuskan kita mengetahui perspektif yang berbeda.

Belum lagi masalah minat baca di Indonesia yang masih rendah. Masih banyak anak Indonesia yang memiliki akses yang kurang terhadap buku atau sumber pengetahuan yang lain. 

Mungkin kita merasa bahwa teknologi digital bisa menjadi solusi dalam mengatasi rendahnya minat baca. Namun kita lupa sebuah kenyataan bahwa masih banyak saudara-saudara kita yang tidak memiliki akses terhadap teknologi. Sehingga dalam keadaan apapun, saya tetap merasa buku adalah media ilmu yang akan relevan.

Saya tidak ingin membahas fanatisme yang dihasilkan oleh pandangan tertentu. Saya ingin menggarisbawahi tentang adanya kemungkinan terbukanya wawasan kita dari mendengar perbedaan pandangan atau sekadar belajar dari sudut pandang yang berbeda. 

Ketidaksukaan kita pada paham tertentu tidak boleh menghalangi kita dalam mengakui orang lain sebagai saudara kita. Adalah suatu hal yang normal manusia memiliki kecenderungan untuk percaya pada satu hal. 

Namun pengetahuan apapun yang kita miliki tidak boleh mengalahkan kemanusiaan dan persaudaraan di antara kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun