Mohon tunggu...
Rayhan Fakhriza
Rayhan Fakhriza Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiwa

Mahasiswa biasa yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita yang Jatuh Cinta pada Buku Pertama

6 Maret 2021   12:59 Diperbarui: 6 Maret 2021   13:08 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ayah saya yang menyadari hal ini, dahulu hanya membolehkan buku-buku yang judulnya ia setujui. Semasa saya duduk di bangku SMP, kami sekeluarga sering diajak oleh Ayah kami ke toko buku. 

Setiap kali itu pula, buku-buku yang ingin kami baca harus melalui proses "kurasi" terlebih dahulu oleh Ayah. Namun semenjak saya mahasiswa, saya bisa lebih bebas memilih buku yang saya inginkan.

Saya menyukai buku-buku sejarah dan biografi dibandingkan buku-buku komik atau pengembangan diri. Alasannya sebetulnya cukup mudah. Menurut saya, buku-buku pengembangan diri sangatlah relevan namun saya lebih memilih belajar dari keteladanan yang sudah dicontohkan oleh tokoh-tokoh terdahulu. 

Para tokoh bangsa seperti Bung Karno, Bung Hatta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan banyak lagi tentu saja sudah melalui proses pengembangan diri yang sudah bukan sekadar teori. Mereka tentu saja sudah hidup sambil memakan asam garam kehidupan.

Salah satu tokoh yang saya kagumi adalah Bung Hatta dan minatnya terhadap membaca buku. Hal ini menarik minat saya untuk mengetahui lebih dalam terkait dengan kebiasaan beliau dalam membaca buku. 

Dalam sebuah buku yang ditulis oleh ketiga Putri beliau, saya mendapatkan pemahaman tentang kebiasaan beliau tentang buku. Beliau mengajarkan ketiga putri beliau untuk membaca buku dengan adab yang baik -- duduk yang rapih, buku di meja serta tangan dilipat -- tidak seperti kebanyakan kita yang membaca buku sambil tiduran atau selonjoran. Namun dari banyak kebiasaan itu, perlu digarisbawahi bahwa Bung Hatta tidak hanya membaca satu buku.

Kawan-kawan semua pasti bingung dengan kalimat saya barusan. Mungkin juga ada yang berpikir, "lha iyo, mosok Bung Hatta cuman baca satu buku". Saya mengerti, namun bukan itu maksud saya. 

Sejarah mencatat bahwa Bung Hatta membaca banyak sekali buku sampai-sampai perlu banyak peti untuk membawa buku Beliau dari Belanda ke Hindia. Namun, yang saya maksud dari kalimat tersebut adalah, Bung Hatta tidak hanya membaca satu genre buku.

(Ini bagian yang berat) Beliau dikenal sebagai orang yang mencetuskan Koperasi sebagai salah satu penyangga perekonomian bangsa. Perlu diketahui kawan-kawan, Beliau membaca buku ekonomi dari berbagai aliran dahulu baru kemudian merancang Koperasi itu sendiri. 

Dari banyak buku yang beliau baca, rasanya mustahil apabila semua buku tersebut memiliki ideologi yang sama. Kapitalisme maupun komunisme, saya rasa pastilah ada buku-buku berhaluan itu dari sekian banyak koleksi beliau. 

Dari pemahaman yang beliau dapatkan dari ideologi yang berbeda, barulah Beliau merancang perkoperasian dan perekonomian Pancasila sebagai sistem perekonomian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun