Mohon tunggu...
La Ode Muh Rauda AU Manarfa
La Ode Muh Rauda AU Manarfa Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Sosiologi Universitas Dayanu Ikhsanuddin

Seorang musafir yang sedang melakukan perjalanan jauh, mencari sesuatu untuk dibawa pulang kembali. Selama perjalanan mengumpulkan pecahan-pecahan pengalaman yang mungkin akan berguna suatu saat nanti.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia Harus Berani Melawan Cina

31 Maret 2016   21:58 Diperbarui: 31 Maret 2016   22:09 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tindakan yang dilakukan oleh coast guard Republik Rakyat Cina pada pekan ketiga Maret 2016 dipandang sebagai perbuatan yang tidak menghormati kedaulatan Negara Indonesia. Sontak saja aksi ini memantik kegeraman Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, dan kalangan luas lainnya. 

Seperti yang diberitakan oleh berbagai situs berita online, pada hari Sabtu siang tanggal 19 Maret 2016 patroli gabungan antara TNI AL dan KKP RI dengan menggunakan kapal Hiu Putih 11 mengidentifikasi kapal Kway Fey 10078 dari Cina sedang melakukan pencurian ikan di Zona Ekonomi Ekslusif sekitar 4,34 KM dari Kepulauan Natuna. Tidak lama kemudian pada pukul 14.15 WIB kapal Kway Fey 10078 berhasil diamankan oleh patroli gabungan Hiu Putih 11 dan ditarik menuju ke daratan Natuna untuk diperiksa lebih lanjut dengan sebelumnya mengamankan seluruh awaknya ke atas kapal patroli.

Dalam perjalanan, jelang tengah malam tiba-tiba terdeteksi kemunculan coast guard dari Cina yang sekonyong-konyong menabrak kapal sitaan yang sedang ditarik tersebut. Demi menghindari keadaan yang semakin memburuk maka kapal sitaan dilepaskan tetapi awak kapal yang diamankan di atas Hiu Putih 11 tetap dibawa hingga sampai ke daratan Natuna. Ditabraknya kapal Kway Fey oleh coast guard Cina ditenggarai sebagai wujud dari tidak diinginkannya kapal tersebut ditenggelamkan oleh Indonesia yang dikenal mulai “galak” dalam memperlakukan para pencuri ikan di perairan Indonesia. Dengan menjadikan alibi bahwa areal pencarian ikan merupakan wilayah penangkapan ikan tradisional nelayan Cina, maka upaya paksa perebutan kapal sitaan dianggap wajar oleh Cina.

Sengkarut sengketa perbatasan di laut Cina selatan sebenarnya telah memelintir banyak negara anggota ASEAN tidak terkecuali Indonesia. Momen 19 Maret 2016 adalah pertanda bahwa Cina masih merasa bahwa wilayah Natuna adalah masuk dalam bagian dari negara Cina. Sebagai negara dengan jumlah populasi penduduk nomor 1 di dunia nampaknya Cina tidak akan dengan mudah mengikuti kemauan Indonesia untuk tidak mengusik wilayah yang “diyakini” memiliki kandungan minyak dan gas dalam jumlah yang besar selain potensi perikanan dan kelautan yang tidak kalah melimpah.

 Manuver Cina dalam menyerang kapal patroli Indonesia dapat pula dipandang sebagai sikap tidak takutnya Cina akan ancaman Indonesia atas klaim Natuna sebagai wilayah Indonesia, sikap ini juga mempertegas kepada dunia luar dan mungkin saja akan berguna suatu saat nanti sebagai wujud riil dari upaya Cina menjaga wilayah “teritorinya”.

 Konflik di laut Cina selatan jika tidak dimanajemen dengan baik dikhawatirkan dapat mendatangkan hal-hal yang negatif seperti memburuknya bahkan putusnya hubungan diplomatik antara Indonesia dan Cina, memberi imbas yang tidak baik kepada etnis Cina di Indonesia maupun orang Indonesia di Cina, dilakukannya pemaksaan percepatan pelunasan hutang luar negeri, konfrontasi militer dalam berbagai skala di berbagai lokasi titik sengketa, mengundang negara-negara lain mengambil keuntungan sementara Cina dan Indonesia berkonflik.

Permasalahan perbatasan yang berbeda persepsi ini adalah sebuah kasus yang dapat direfleksikan dalam menilai sejauh mana upaya penegakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan seberapa bernilai kedaulatan Indonesia di mata negara lain. 

Masuknya nelayan asing mencuri ikan di perairan Indonesia serta penyerangan yang dilakukan oleh armada Cina kepada kapal yang disita oleh patroli Indonesia sudah cukup menjadi tanda bahwa Indonesia tidak berdaulat di hadapan negara lain utamanya di mata Cina walaupun sebelumnya telah ada upaya pembicaraan batas-batas, juga menjadi bukti betapa kejahatan pencurian ikan yang selama bertahun-tahun berlangsung dilakukan di wilayah perairan Indonesia bukan hanya melibatkan oknum pengusaha perikanan tetapi telah menyeret aktor negara.

Ketidakberdayaan Indonesia dalam menyelesaikan masalah ini sangatlah menakutkan karena sesungguhnya ia adalah bentuk takluknya Indonesia pada negara yang menjajah pada bidang perikanan dan kelautan, seperti yang dilakukan oleh Cina.

Di sini dituntut peran serta TNI untuk full action mempertahankan wilayah Indonesia dari penjajahan berbalut klaim wilayah pencarian ikan tradisional oleh Cina. Hal wajar yang kemudian muncul menjadi pertanyaan adalah beranikah tentara kita menghadapi situasi dan kondisi seperti ini, mempertahankan daerah perbatasan menegakkan kedaulatan Indonesia menghadapi negara yang dalam matematika militer memiliki kekuatan nomor 3 di planet bumi ?.

Indonesia tidak perlu takut, Indonesia harus berani melawan Cina. Sejarah panjang Nusantara dalam menumpas VOC, Belanda, Portugis, Inggris, Jepang, Sekutu, Amerika di Asia Tenggara adalah modal semangat dalam menghadapi rong-rongan dari pihak luar. Ditambah lagi sejak tahun 2008 hingga 2015, TNI selalu keluar sebagai juara umum dalam berbagai kejuaraan militer tingkat dunia, jauh melampaui negara-negara yang selama ini diklaim hebat dalam urusan pertahanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun