Bulan Ramadhan adalah bulan ampunan dan bulan saat begitu dipanjatkan begitu mustajab. Semoga dengan berdoa dan berusaha ekonomi tetap kuat dan rakyat sejahtera.Â
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Demikian pernah disampaikan Presiden Joko Widodo di Jakarta, Kamis, 12 Maret 2015. Ketika itu, rupiah menyentuh level Rp13.000 per dolar. Tidak perlu dikhawatirkan, kata presiden karena pemerintah telah membuat kebijakan untuk menjaga perekonomian Indonesia.
Adapun kebijakan yang disebutkan presiden ketika itu, pemerintah telah mengalihkan subsidi bahan bakar minyak dengan memberikan ruang fiskal yang baik bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, khususnya sektor pajak. Bila mencermati kebijakan itu, ujung-ujungnya diharapkan berasal dari kantong rakyat Indonesia.
Namun saat ini, rupiah selalu di level Rp14.000. Pekan lalu, rupiah ditutup pada level Rp13.945 per dolar Amerika. Dibanding minggu sebelumnya, rupiah melemah tipis 0.07 persen atau berada pada level Rp13.935. Bank Indonesia tetap memberi isyarat kenaikan suku bunga acuan guna menjamin stabilitas nilai tukar.
 Hari hari ke depan, nilai tukar rupiah diharapkan menguat dan stabil. Bila mengingat pernyataan presiden agar tidak perlu khawatir, boleh jadi ada benarnya di satu sisi. Tentu saja pemerintah sudah mempunyai perhitungan yang matang untuk mengatasi hal tersebut. Tapi bila rakyat mulai khawatir, juga kuat alasannya. Masyarakat sudah paham betul, kalau rupiah melemah ditekan dolar, harga-harga kebutuhan akan naik tidak terkontrol. Â
Itu berarti anggaran rumah tangga akan mengalami masalah besar. Masalah keuangan rumah tangga bermasalah, bisa menimbulkan persoalan baru, ujung-ujungnya ketidakpercayaan kepada pemerintah. Presiden juga pernah menekankan terkait melemahnya rupiah dengan menekankan kebijakan-kebijakan untuk menstimulasi ekonomi sektor riil, sehingga sektor ini dapat terjaga dengan kondisi rupiah sekarang. Â
Sebaiknya seal kebijakan yang pernah disampaikan pemerintah itu segera diwujudkan. Sebab bila rupiah
sudah telanjur terpuruk dalam, akan sulit untuk menormalkannya kembali. Bakal banyak anggaran yang digelontorkan pemerintah dan tentu saja konsekuensi sangat mahal dan ujung-ujungnya akan  berdampak kepada masyarakat sendiri.
Dampak melemahnya nilai tukar rupiah semakin terasa pada bulan Ramadan ini. Kebutuhan yang besar terus menekan daya beli masyarakat. Puasa cukup untuk menekan kesabaran di satu sisi.
Tapi di sisi lain, harga kebutuhan naik tanpa ampun. Sepertinya benar, kondisi sekarang hanya dapat diatasi dengan banyak berdoa. Ramadan ini teramat perlu mengetuk kehendak-Nya tentang perjalanan dan nasib bangsa ini ke depan.
Mungkin pemerintah mengatakan bisa mengatasi dengan berbagai jalan keluar. Tapi dengan banyak mengetuk kehendak-Nya paling tidak mengingatkan kita untuk selalu berdoa dan merendahkan hati. (*)