Mohon tunggu...
Ratu Amanda
Ratu Amanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - POLITEKNIK LP3I BANDUNG

The best things come from living outside of your comfort zone.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pesona Jogja Istimewa, Kota Wisata Penuh Kenangan

18 November 2022   10:03 Diperbarui: 22 November 2022   20:23 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Daerah istimewa Yogyakarta adalah daerah yang terbilang istimewa karena kentalnya budaya di sana yang memiliki tempat-tempat wisata yang diminati oleh masyarakat dalam maupun luar negeri. Kota ini menjadi salah satu destinasi pilihan untuk melepas penat atau hanya sekedar mencari ketenangan. Keberagaman budaya disana yang sangat kental menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah istimewa tersebut dan banyak yang ingin kembali hanya untuk mengenang memori yang sudah terjadi.

Perjalanan menuju Yogyakarta yang dirasa begitu menghipnotis pikiran untuk bisa kembali lagi suatu saat nanti. Dengan delapan jam yang harus ditempuh dari kota Kembang ke Daerah Istimewa itu. Semua bermula di saat matahari mulai terbit di utara, sembari menunggu suara peluit khas yang menandakan kereta siap membawa kami pergi jauh ke kota nan indah. Perjalanan dilakukan pada tanggal 15 Desember 2020, dimulai pada pukul 06.00 WIB dan sampai di tujuan pada pukul 14.00 WIB.

Rencana perjalanan selama satu minggu ini tentunya sudah kami siapkan dengan matang, baik dari mulai menyusun rencana perjalanan, mempersiapkan barang, dan yang paling terpenting budget yang akan dikeluarkan nanti. Berhubung jam check in di The Patio Yogya pada jam 15.00 WIB, maka Malioboro menjadi pilihan destinasi pertama karena jaraknya yang terbilang dekat dengan tempat penginapan kami. Malioboro adalah nama jalan di Jogja paling terkenal, asal-usulnya bisa dilacak sejak jauh-jauh hari dan mempunyai banyak versi. Versi pertama, Malioboro berasal dari kata Jawa Maliho yang berarti berubahlah untuk menjadi dan Boro yang berasal dari kata Ngumbara, artinya melakukan perjalanan. Selain itu Jalan Malioboro ini terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan Khas Jogja dan warung-warung lesehan atau sering dikenal dengan nama angkringan yang menjual kuliner Jogja seperti gudeg, sate, nasi kucing, wedang ronde dan kopi joss yaitu campuran kopi dengan arang.

Setelah beristirahat sejenak tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 15.00 WIB, lalu kami bergegas menuju penginapan untuk menyimpan barang. Rencananya setelah itu, kami hanya ingin menikmati suasana Yogyakarta menjelang senja dengan menyusuri wisata sejarah yang ada di sepanjang Malioboro. 

Kami menyusuri kawasan Malioboro sekitar pukul 16.00 WIB. Dimulai dari Stasiun Tugu Yogyakarta, Taman Kepatihan dan berakhir di titik nol kilometer Yogyakarta. Lalu kami kembali lagi menuju Jalan Malioboro karena suara perut yang sudah tidak sabar untuk merasakan enaknya rasa makanan pinggir jalan Malioboro, sambil menikmati alunan lagu yang dibawakan oleh pengamen jalanan Yogyakarta di malam hari. Meskipun kami lelah tapi semua itu terbayarkan oleh pemandangan malam yang indah dan makanannya yang cukup lezat.

Dok. pribadi
Dok. pribadi

Destinasi hari berikutnya adalah mengunjungi Gumuk Pasir Parangkusumo yang terletak di selatan wilayah Yogyakarta, tepatnya di Pantai Parangkusumo, Kretek, Kabupaten Bantul. Gumuk Pasir Parangkusumo memiliki pemandangan yang tak biasa sehingga kami tertarik untuk mengunjunginya. Selain menikmati hamparan pasir yang luas, kami juga mencoba berbagai aktivitas menarik seperti Sandboarding, yang merupakan salah satu olahraga di mana kami dapat meluncur di atas pasir menggunakan papan. Papan tersebut disewakan seharga 70 ribu, sudah lengkap dengan helm dan pelindung siku. 

Selain itu, kami juga berkeliling Gumuk Pasir menggunakan Jeep sampai ke tepi pantai Parangkusumo. Deruan suara ombak yang menenangkan dan menghilangkan penat. Disana juga terdapat spot foto yang sangat Instagrammable seperti gundukan gumuk, pepohonan kaktus, dan ayunan. Semakin sore,  suasananya semakin menyenangkan. Apalagi pemandangan sunset-nya yang benar-benar menawan. Meskipun perjalanannya cukup jauh dari penginapan tetapi terbayarkan oleh pemandangan yang indah. 

Sore segera berlalu, senja siap menjelma, malam hari pun tiba. Akhirnya, kami memutuskan untuk menyempatkan makan malam ke Sate Klathak Pak Pong yang terletak di Jalan Sultan Agung No 18, Jejeran II, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. Porsi yang pas dengan harga 24 ribu sudah bisa menikmati dagingnya yang empuk dan khas. Sate ini memiliki keunikan yaitu sate tidak ditusuk menggunakan bambu, tetapi menggunakan penusuk besi seperti ruji sepeda. Hal ini yang membuat dagingnya matang sampai ke dalam. Keunikan lainnya adalah sate ini tidak disajikan menggunakan bumbu kacang. Melainkan disiram dengan kuah gulai yang sangat gurih, nikmat, dan lezat.

Sebelum hari dimana kami meninggalkan Yogyakarta, tak lengkap rasanya tanpa datang ke Kulon Progo. Kabupaten ini menyimpan banyak destinasi wisata alam. Kali ini kami menyempatkan untuk datang ke Curug Kedung Pedut. Jalan menuju ke Curug ini dapat dikatakan cukup menantang, tanjakan dan turunan yang tajam kami tempuh sehingga harus ekstra berhati-hati ketika menuju ke Curug ini. Tetapi semua itu terbayarkan begitu sampai ke lokasi. Suasana sejuk, pepohonan yang rindang, gemericik air terjun yang begitu segar menjadikan bayaran untuk kami yang berkunjung, lalu kami rehat sejenak sambil bersantai di pinggir air terjun merasakan indahnya pemandangan alam ditemani cemilan dan teh hangat buatan kami sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun