Mohon tunggu...
Ratryana Dewi
Ratryana Dewi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Jika menulis adalah Nyawa, maka "kau" adalah Raga.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Pamit

22 Juli 2019   11:32 Diperbarui: 22 Juli 2019   11:36 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Aku mengumpulkan seluruh ruhku, mengajaknya untuk membantukuberdiri.

Darahku sudah menganak sungai, mengalir terus ke hulu.

Air mataku bahkan sudah tak air bening lagi, sudah keruh kemerahmerahan.

Lantas bagaimana tulang belulangku? Beberapa sudah dijilati anjinghutan.

Hatiku? Hahaha.. bukankah sudah kau masak kemarin shubuh?

 

Jangan banyak bercakap wahai Tuanku

Ibarat kata, aku yang diam tapi justru aku yang dituding berteriak

Dulu-dulu kau damba-damba aku, kau timang-timang bak bayi merah

Sekarang kau kunyah aku layaknya danging asap

Wahai Tuanku yang budiman, apakah hatimu sudah kau jual? Hinggabelas kasihpun tak punya


Kali ini tak akan ku biarkan sisa dari diriku kau cabik-cabik lagi

Jikaku harus menyerangmu, aku tak punya daya

Kali ini kau menang, maka biarkan aku yang pulang

Pulang kemana aku bisa mengembalikan darah, tulang dan hatiku

Tak peduli seberapa sayatan dan jeritan yang telah kulayangkan

Aku pamit...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun