Mohon tunggu...
Ratri Puspita
Ratri Puspita Mohon Tunggu... Freelancer - Lifelong learner, Volunteer with Heart, Passionate about writing and blogging, Addicted to books,

@ratweezia, gowritingyo@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Pentingnya Kemampuan Bahasa Inggris bagi Pelaku Pariwisata

31 Juli 2021   22:40 Diperbarui: 31 Juli 2021   23:07 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sebelum terjadi pandemi Covid-19, kampung saya beberapa kali dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Kemungkinan, mereka mampir karena lokasi kampung yang berdekatan dengan Tugu atau dalam perjalanan kembali ke hotel. Namun, bisa juga tidak sengaja lalu sekadar ingin tahu isi permukiman padat yang berada di pusat Kota Yogyakarta.

Turis mancanegara senang blusukan ke kampung-kampung, karena menjanjikan pemandangan dan pengalaman yang berbeda. Biasanya, mereka datang secara berkelompok atau hanya beberapa orang. Kedatangan mereka dengan atau tanpa guide. Jika datang tanpa guide, mereka terlihat hanya jalan-jalan biasa. Sebaliknya, jika datang bersama pemandu, mereka lebih terarah, karena diajak menelusuri tempat-tempat yang jadi ciri khas kampung bahkan berkesempatan berinteraksi dengan warga setempat.

Kampung saya bukan satu-satunya kampung yang bisa dijadikan tujuan wisata. Kota Yogyakarta memiliki banyak kampung: Panembahan, Ngadiwinatan, Kadipaten, Suryatmajan, Tejokusuman, Sosrowijayan, Pandean, Gowongan, Dagen, Ngampilan, Patehan, Suronatan, Wirobrajan, Bugisan, Mantrijeron serta Nyutran. Masing-masing memiliki kekhasan. Sama halnya dengan kampung saya, kampung-kampung tersebut bisa diperkenalkan kepada wisatawan mancanegara mulai dari asal-usul namanya hingga potensi wilayah.

Tidak usah berpikir terlampau jauh bahwa pelaku pariwisata adalah pemilik hotel, restoran, jasa boga, biro perjalanan, pengelola jasa transportasi, pengusaha oleh-oleh maupun pemandu wisata profesional. Warga lokal pun adalah bagian dari dunia pariwisata di Indonesia. Mereka berpotensi menjadi pemandu wisata, karena tinggal di sekitar objek wisata. Tinggal di sekitar objek wisata menjadikan mereka benar-benar mengenal medan wisata. Dengan kata lain, warga lokal berdaya sebagai garda depan pariwisata.

Penguasaan bahasa Inggris menjadi penting jika warga lokal ingin berdaya sebagai garda depan pariwisata. Bahasa Inggris, sebagai medium komunikasi dengan wisatawan yang bukan penutur asli Bahasa Indonesia, jelas dibutuhkan andaikata suatu saat ada sekelompok wisatawan mancanegara mengunjungi daerah Jonggrangan, Kabupaten Kulon Progo dan tertarik dengan gebleg renteng, maka penduduk setempat mampu menjelaskan apa itu gebleg, sejarah gebleg, bahan baku, sampai mempraktikkan cara menggoreng penganan khas Kulon Progo itu.

Motivasi belajar Bahasa Inggris bisa dibangun dengan beragam cara. Masa pandemi yang mewajibkan lebih banyak berkegiatan dari rumah, dapat menjadi sarana belajar Bahasa Inggris secara daring seperti yang dilakukan oleh Kompasianer Jogja yang mengadakan #Webinar Les Bahasa Inggris baru-baru ini bersama narasumber Dita Surwanti dan moderator Thomas Aquino Panji W.

#Webinar Les Bahasa Inggris merupakan ajakan untuk belajar Bahasa Inggris ramai-ramai dan santai. Menurut Dita, yang berprofesi sebagai Lecturer at English Education Study Program, "why does English matter in the digital era & tourism industry", karena Bahasa Inggris dinilai relevan dan penting. Peran bahasa Inggris sebagai penghubung dengan dunia digital dan industri pariwisata tak boleh dipandang sebelah mata.

Seperti kita tahu, dunia digital banyak memakai dalam Bahasa Inggris. Bahasa Inggris berperan untuk membantu manusia kenal dengan istilah, slang, abbreviation, symbol seperti blog, hoax, install, publish, RAM, subscribe, delete, BTW, YOLO, MIA, IDK, ESL, EFL, hangry, brekkie, brunch, $, @, […], ?. Tidak hanya berperan untuk membantu manusia belajar istilah, slang, abbreviation, symbol, bahasa inggris untuk memahami teknologi, seperti ketika membuka buku panduan pemakaian alat elektronik yang dicetak dalam Bahasa Inggris.

Les Bahasa Inggris dalam suatu komunitas secara daring menjadi pengalaman perdana saya. Menyenangkan rasanya dapat ilmu baru seputar Cross Cultural Understanding (CCU) yang ditularkan oleh narasumber. Manfaat kentara yang saya peroleh tertulis di dalam slide presentasi narasumber yakni soal cultural value.

Dita mengilustrasikan bahwa culture itu ibarat gunung es. Art, theatre, music, literature, religion, law, fashion baru sebagian kecil yang tampak sedangkan customs, habits, friendship, education, aesthetic value, work ethic, beliefs, organization of space, language, attitudes berada di bagian lebih dalam dan tidak tampak sehingga butuh dipelajari untuk dipahami.

Tidak hanya speaking in English, Kompasianer juga diajak untuk mengikuti English Proficiency Test (reading, structure, dan writing), apakah nantinya masuk ke Basic User, Independent User atau Proficient User. Bagi saya, English Proficiency Test macam IELTS, Cambridge, TOEIC dan TOEFL penting untuk untuk mengukur kemampuan Bahasa Inggris, terlebih jika ingin ikut seleksi CPNS, melamar pekerjaan atau melanjutkan sekolah. Tak ada salahnya dicoba. Tertarik? Langsung saja klik link di bawah ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun