Permulaan Oktober yang mengherankan. Langit seharus nya sudah meminjamkan hujan sejak bulan lalu, entah apa alasan dia memilih untuk melambatkannya. Guguran daun daun cokelat itu pada akhir nya tergeletak pasrah begitu saja, enggan bertanya dan malas bercerita.Â
Padahal aku biasa berlama lama memandangi nya, menunggu waktu waktu terbaiknya berkisah tentang angin yang membawanya melayang.Â
Kamu, berwarna apa hari ini mas, Â serupa musim gugur kah. Kisah kita mungkin akan berakhir atau sebaiknya tidak akan pernah ada ujungnya, tapi aku selalu mengunjungimu dalam anganku. Kuseduh secangkir kopi hangat , supaya kamu betah berlama lama duduk di beranda hatiku. Hirup saja aroma kopi nya mas , dan aku akan bergantian menghirup orama tubuhmu.Â
Ruang anganku hening sekali saat ini , kamu pun tak nampak, dimana kamu Mas. Aku bertanya pada camar yang pulang , aku berbisik pada angin yang lewat dan aku tetap tidak mendapat jawaban. Mungkinkah semua sedang bosan, bosan dengan adegan daun kering melayang jatuh. Padahal aku sangat merindukanmu. Rinduku tergantung di langit langit kamar dan  terserak di bawah pohon trembesi. Aku pun kadang bosan memungutinya.
Aku ingin bertemu denganmu di musim hujan nanti. Pakailah baju biru kesayangamu, atau sekalian jas hujan kesukaanmu. Akan kutunjukkan padamu , sesuatu yang indah saat hujan turun. Abaikan saja orang orang yang akan menggigil kedinginan di balik jendela kusam, karena kita akan merasakan hangatnya berebutan rindu.
Kereta ku sebentar lagi tiba , aku akan mengunjungimu , entah dalam angan entah dikenyataan, tidak ada bedanya bagiku. Tiba tiba kesunyian menyergap ku, membuatku memikirkan senyum mu. Akankah kamu ada di sana saat aku tiba nanti , berpayung langit di tengah hujan dan membetangkan tanganmu untukku ??