Mohon tunggu...
Ratna Wilis
Ratna Wilis Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis - Pemerhati Anak dan Remaja - Peduli Keluarga Indonesia - Aktivis Kemanusiaan

Seorang profesional yang berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia unggul dan humanis, yang juga mencintai perannya sebagai istri, ibu dan sesama manusia, gemar membantu dan sangat terbuka berkolaborasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ghosting Marak, Salah Siapa?

19 Juli 2021   12:26 Diperbarui: 19 Juli 2021   12:41 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa waktu yang lalu, seorang perempuan muda berpenampilan menarik tertunduk lesu masuk ke ruang praktek saya. Dari raut wajahnya tampak semburat kegalauan. Setelah beberapa lama tertegun, mulailah ia bercerita bahwa sudah dua hari ia tidak tidur, tidak nafsu makan dan tidak bisa berhenti berpikir tentang kekasih hati yang tiba-tiba menghilang, tidak bisa dikontak lewat media apapun.

Perasaannya terluka, hatinya sakit, jiwanya merana, bertanya-tanya kemana dia pergi, kenapa menghilang dan pertanyaan lain yang sambung menyambung tak berujung memenuhi kepalanya. Ia juga terus mencari tahu keberadaan dan alasan kepergian sang kekasih dengan menghubungi beberapa teman. Setelah bergulat dengan ketidakpastian selama beberapa bulan, akhirnya sang ibu membawanya berkonsultasi.

Lewat percakapan yang berlangsung sekitar satu jam, diketahui bahwa si gadis berkenalan dengan seorang lelaki lewat aplikasi online dating. Setelah 6 bulan saling berkabar dan bertukar cerita secara intens, sang lelaki tiba -- tiba menghilang, tidak bisa dihubungi.  Ia merasa binggung, kecewa, takut dan bersalah. Harapan yang tak sesuai dengan kenyataan dan tidak ada kejelasan membuatnya merasa kecewa, takut, bersalah dan binggung. Dapat disimpulkan bahwa ia mengalami Ghosting.

Apa itu Ghosting ?

Lefebvre, dkk (2017) mendefinisikan ghosting sebagai strategi untuk mengakhiri hubungan romantik yang muncul di era digital dan sebagai metoda untuk menghindari konfrontasi langsung, tanpa membahas status hubungan dengan pasangan kencan. Secara khusus, ghosting mengacu pada akses sepihak ke individu yang mendorong terjadinya pemutusan hubungan (secara tiba -- tiba atau bertahap) yang biasanya dilakukan melalui satu atau beberapa media teknologi.

Dengan kata lain, ghosting adalah pemutusan kontak sepihak baik melalui telepon, chat, email dan media sosial lainnya, yang dilakukan secara tiba-tiba ataupun bertahap tanpa memberikan peringatan atau penjelasan apa pun sebelumnya.

Penyebab Maraknya Ghosting  

Seseorang melakukan ghosting dilatarbelakangi oleh berbagai macam alasan yang bersifat personal.  Untuk mengetahuinya secara pasti, kita perlu mengali informasi secara langsung dari pelaku. Namun, yang menarik dari hasil penelitian Navarro, dkk (2020), korban ghosting memiliki kemungkinan untuk menjadi pelaku ghosting di kemudian hari dan sebaliknya pelaku ghosting juga berpeluang untuk menjadi korban ghosting.

Ghosting dapat dilihat sebagai sebuah bentuk timbal balik yang tertunda (Keysar, dkk, 2008) dimana, korban ghosting bisa membalas dengan tindakan yang sama, tidak kepada orang yang pernah meng-ghosting-nya namun kepada orang lain dengan niat untuk memulihkan perasaan terluka mereka. Ghosting pun bisa diakibatkan oleh fenomena pembiasaan yang sekali terjadi, bisa terulang kembali karena pelaku ghosting sudah terbiasa melakukan pemutusan hubungan dengan cara seperti itu.

Ghosting menjadi semakin marak karena adanya proses belajar melalui interaksi sosial di internet dan berbagai media sosial lainnya. Hal ini didasarkan pada teori Kognisi Sosial yang dikemukakan oleh Bandura (1977), bahwa pola perilaku yang dipelajari adalah pola yang terbukti memiliki nilai fungsional. Meskipun ghosting adalah pengalaman yang menyakitkan, mungkin mereka yang menderita itu mengulanginya karena mereka menemukan ghosting berguna untuk beberapa alasan seperti dapat menghindari konfrontasi langsung dan reaksi terhadap putusnya hubungan.

Ghosting sebenarnya adalah fenomena umum yang terjadi selama proses komunikasi dalam sebuah hubungan sejak beberapa tahun lalu. Namun di masa pandemi, terbatasnya kesempatan untuk melakukan aktivitas di luar rumah akibat social distancing, menyebabkan frekuensi dan intensitas kontak sosial yang dilakukan lewat media sosial semakin banyak sehingga peluang terjadinya ghosting pun semakin besar. Pemberitaan tentang pengalaman ghosting menjadi semakin sering diperbincangkan di berbagai media sosial hingga sempat menjadi trending topic.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun