Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama FEATURED

Kota, Antara Ruang Distopia dan Utopia

6 Maret 2019   07:18 Diperbarui: 8 Oktober 2021   07:00 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangunan tinggi (Dokumen Pribadi Ratih)

Hari ini saya merasakan bagaimana sebuah perubahan benar-benar terjadi secepat kedipan mata hingga nyaris tidak terasa sama sekali. Itulah pengalaman yang saya rasakan ketika melewati satu koridor jalan kabupaten yang menghubungkan Kota Jogja-Klaten-Solo. 

Koridor jalan ini mengalami perubahan tata guna lahan cukup signifikan hanya kurang dari setahun karena pembangunan hotel dan jasa. Ada yang berubah dari lahan kosong atau semak tak terurus lalu tiba-tiba berdiri sebuah gedung megah, atau bangunan-bangunan lama yang mulai merubah fasad mengukuti tren arsitektur kekinian. 

Ajaibnya saya hampir tidak begitu merasakan adanya perubahan kecuali karena setelah bangunan baru itu berdiri dengan kondisinya yang mencolok, ketinggian yang mencapai puluhan lantai (rata-rata apartemen). 

Tidak sedikit yang mendiskusikan perubahan Yogyakarta khususnya yang terjadi di kawasan Aglomerasi Sleman (Kecamatan Depok, Mlati, Ngaglik, Godean dan Gamping) dalam komunitas perkotaan hingga penelitian-penelitian khusus yang tersebar di ruang digital universitas. 

Semua merasakan kegelisahan yang sama, bahwa Yogyakarta memang sudah mengalami perubahan lazimnya kota-kota metropolitan yang bergerak secara progressive, melesat maju hingga tak menyisakan lagi sejumput memori lama yang terpancar dari citra kota yang selama ini dibangun, sebagai kota yang inklusif, sederhana dan terkesan leyeh-leyeh. 

Lalu apakah sebuah perubahan kota itu salah? bukankah sejatinya sebuah perubahan itu  mutlak. Tidak, ini tidak salah. Saya hanya ingin menandai pemicu yang mempengaruhi terjadinya perubahan signifikan dalam tata ruang perkotaan, setidaknya yang saya amati dalam tiga tahun belakangan ini. 

Oke, mari kita sedikit berbicara agak teknis, jangan iritasi ya :)

Apa Pemicu Lambatnya Pengendalian Tata Ruang?

Secara teknis perencanaan tata ruang perkotaan telah diatur dalam sebuah kajian Rencana Detail Tata Ruang, di mana aturan ini akan mengikat semua fungsi bangunan di daratan dengan skala kedetilan 1:5.000. 

Artinya adalah setiap persil bangunan per bangunan telah terpetakan secara detail dengan menggunakan beberapa standarisasi citra satelit melalui proses pengukuran titik ikat bumi kemudian melakukan proses ortorektifikasi di mana selama proses tersebut Badan Informasi Geospasial terus memantau melalui proses konsultasi/asistensi (kalau saya jelaskan prosesnya maka satu artikel ini saja tidak cukup :). 

Itu baru urusan perpetaan, kita belum masuk ke tahapan lain yakni uji materi teknis sebagai dasar penyusunan naskah akademik, dan uji lingkungan yang dikenal dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun