Mohon tunggu...
ratih puspa
ratih puspa Mohon Tunggu... Bankir - swasta

suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Sampai Sesat Pikir

30 Juni 2022   19:37 Diperbarui: 30 Juni 2022   19:57 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang Pilkada Jakarta 2017 beberapa tahun lalu, seorang teman mengeluhkan bahwa dirinya makin malas ke masjid. Dia mengatakan bahwa penceramah di masjid selalu mengarahkan umat yang datang untuk memilih calon tertentu dalam pilkada.

"Kan sebenarnya tidak boleh mencampurkan politik dengan agama," katanya. Menurutnya isi ceramah sang ulama selain berisi politik, juga sering menyebarkan kebencian terhadap suku tertentu dan agama tertentu. Hal ini membuatnya jengah karena hal-hal itu seharusnya tidak terjadi dalam tempat suci seperti masjid.

Para pembaca yang Budiman, pada masa itu memang aura Jakarta penuh dengan pergolakan soal siapa yang berhak memimpin Jakarta. Meski di kemudian hari salah satu calon pemimpin didakwa bersalah dan harus menjalani hukuman selama dua tahun penjara, namun sebenarnya semua orang tahu bahwa alasan dalam mengujarkan dan menyebarkan rasa benci itu adalah untuk mendapat kekuasaan. Untuk itu segala cara ditempuh termasuk menjelek-jelekkan penganut agama lain maupun etnis lain.

Dalam Bahasa Indonesia kegiatan diatas, disebut intoleransi. Artinya seseorang atau sekelompok orang yang mengabaikan perbedaan. Kelompok ini biasanya mengabaikan hal-hal yang berbeda dengan dirinya. Dalam fakta di lapangan di beberapa negara kelompok ini biasaya adalah kelompok terbesar (mayoritas) dalam satu masyarakat. Kita bisa melihat bagaimana selama puluhan bahkan ratusan tahun,  negara Amerika Serikat (AS) yang sebagian pemerintahan dan masyarakatnya didominasi orang kulit putih melakukan banyak diskriminasi terhadap masyarakat kulit hitam. Pada akhirnya mereka sedikit demi sedikit berubah dan sebagian tidak lagi meneruskan praktek diskriminasi itu dan menerima dengan baik orang-orang kulit hitam.

Praktek diskriminasi ini adalah salah satu aspek nyata dari intoleransi. Intoleransi ini kemudian bisa menjadi aksi radikal  bahkan terorisme. Di beberapa film kitab isa melihat bagaimana seorang kulit putih menganiaya kulit hitam hanya karena beberapa kesalahan kecil yang sebenarnya bisa dimaafkan.

Indonesia sendiri punya atmosfer lebih kompleks dibanding banyak negara di dunia. Kita punya perbedaan etnis yang mencapai ratusan etnis, Bahasa local yang juga banyak, warna kulit, keyakinan (agama) dll. Perbedaan ini karena secara geografis Indonesia terletak di persimpangan benua dan dalam sejarah kita mendapat banyak pengaruh dari luar.

Karena "dibesarkan" dengan atmosfer yang seperti itu, seharusnya kita bisa menerima hal itu karena negara ini terbentuk dalam perbedaan. Bukan hanya karena panjangnya tahun tetapi juga dalam kualitasnya. Kita tahu dasar negara kita, Pancasila dan Proklamasi tersusun dari perjuangan dan perbedaan itu.

Karena intoleransi yang disuarakan oleh beberapa kelompok termasuk para ulama di mimbar dan rumah ibadah sejatinya adalah kekerdilan berfikir mereka. Mereka mau terjebak dan kemudian menjebak pada konteks yang menurut saya sesat pikir. Teman saya yang mengeluh soal isi ceramah penceramah salat masjid itu sejatinya paham keindonesiaan itu bukan sekadar etnis atau Bahasa yang sama, tetapi karena persamaan cita-cita , persamaan konsep berfikir dan lain sebagainya.

Marilah kita bersama untuk memahami konteks ini sehingga tidak mudah terjebak dalam perpecahan karena ceramah-ceramah di mimbar yang tidak tepat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun