Mohon tunggu...
ratih puspa
ratih puspa Mohon Tunggu... Bankir - swasta

suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jaga Keluarga dari Radikalisme

19 Oktober 2019   11:35 Diperbarui: 19 Oktober 2019   11:58 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak orang berfikir bahwa radikalisme dan terorisme itu jauh dari kehidupan mereka. Apalagi jika keluarga terlihat harmonis, ada ayah, ibu dan anak-anak yang punya pendidikan dan tingkat ekonomi yang baik.  

Padahal jangan salah, banyak contoh keluarga yang terlihat baik-baik saja dan membanggakan akhirnya jatuh pada faham radikalisme, bahkan menjadi salah satu actor atau pelaku dalam tindak terorisme.

Kita ambil contoh misalnya keluarga Dita Oepriarto dan istrinya Puji Kuswati dan empat anaknya. Dita adalah lulusan ekonomi salah satu universitas negeri terkenal di Surabaya. Sedangkan anak-anaknya punya pendidikan yang cukup baik juga.

Keluarga Dita merupakan keluarga yang cukup terpandang di kompleks perumahan mereka. Jika ditaksir rumahnya jika dijual, harganya berkisar 1 milyar rupiah. Mereka terlihat ideal karena setiap pagi rajin shalat subuh bersama di mesjid dekat rumah mereka. 

Tak ada yang menyangka bahwa seluruh anggota keluarga itu merupakan pelaku bom tiga gereja di Surabaya yang menewaskan puluhan orang yang sedang beribadah pada hari minggu pagi itu (13/5/2018)

Begitu juga dengan keluarga Dwi Djoko Wiwoho serta istri dan ketiga anaknya yang berangkat dari Batam ke Suriah untuk mendukung ISIS pada tahun 2015. Dwi Djoko yang sebelumnya menjabat Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Badan Pengusahaan Batam dengan tingkat oendidikan dan ekpnomi yang cukup baik, ternyata salah menilai jihad di jalan Allah dan berangkat ke Suriah untuk berperang. 

Di perbatasan Suriah dan Turki mereka tertangkap tentara Kurdi dan tertahan di Iraq. Pada tahun 2017 mereka dipulangkan ke Indonesia dan menyesal berangkat ke Suriah dan meninggalkan karir dan abai terhadap pendidikan anak-anak.  

Dari dua ilustrasi ini jelas bahwa awal kemengertian anak-anak terhadap radikalisme itu berawal dari keluarga. Seringkali keluargalah yang memilihkan pendidikan terbaik untuk anak-anak mereka atau dengan kata klain keluarga adalah pembuka pintu bagi keberhasilan dan kegagalan anak-anaknya. Di dalamnya juga tercermin bahwa para keluarga tadi 'membawa' anak-anaknya terjerumus dalam dunia radikalisme.

Mungkin saja mereka memilihkan ajaran-ajaran garis keras kepada mereka soal agama. Mungkin mereka mendatangkan guru ngaji yang salah sehingga arah agamanya juga salah. 

Kesalahan-kesalahan ini menumpuk sehingga mereka yang rerata masih belia itu Sehingga inilah salah satu akar terkuat bagaimana radikalisme tersebar di kalangan masyakat termasuk para belia masa depan bangsa.

Karena itu mungkin kita mulai memperbatikan pendidikan keluarga kita dan sekitar kita untuk mencegah  radikalisme Kita tak bisa membiarkan generasi penerus terpapar radikalisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun