Mohon tunggu...
ratih puspa
ratih puspa Mohon Tunggu... Bankir - swasta

suka jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kita, Perbedaan dan Keinginan Saling Memahami

6 Desember 2017   07:53 Diperbarui: 6 Desember 2017   08:42 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah mendengar perumpamaan yang sangat terkenal soal tiga orang buta dan seekor gajah ? Tiga orang buta itu mendekati gajah dan masing-masing mencoba mengenal dan mendeskripsikan gajah. Sebelumnya mereka sudah mengenal banyak bentuk-bentuk, seperti pohon, aneka peralatan dan sebagainya, dibantu oleh seorang mentor.

Orang buta pertama mendekati dan memegang kaki gajah. Dia teringat sebuah pohon yang sebelumnya dia raba. Dia mengatakan bahwa bentuk gajah itu bulat, menjulang ke atas dan keras seperti batang pohon. Lalu mentor itu mengajak orang buta kedua untuk mengenal gajah. Orang buta kedua ini kebetulan memegang belalainya. Setelah meraba sekian waktu, dia menyimpulkan bahwa gajah itu panjang, lunak seperti seekor ular. Dia berkata kepada mentornya bahwa, gajah itu bulat seperti seekor ular.  

Lalu, orang ketiga maju dan meraba gajah itu. Dia meraba bagian kuping dari gajah sehingga dia menyimpulkan bahwa gajah itu tipis seperti kipas.Jika kita bawa 4-6 orang buta mungkin mereka akan mendeskripsikan gajah dengan berbeda. 

Kita tidak bisa mengatakan bahwa deskripsi mereka itu keliru, hanya saja memang deskripsi itu tidak lengkap. Ketidaklengkapan itu karena keterbatasan mereka untuk mengenal secara menyeluruh gajah tersebut. Jika beberapa orang buta itu ngobrol bersama dan mendiskusikan bentuk gajah itu, maka bisa disimpulkan dengan tepat bagaimana bentuk gajah itu dengan tepat.

Ini sebenarnya hanya sebuah ilustrasi untuk menggambarkan bahwa banyak dari kita punya keterbatasan dalam melihat dan memahami hal lain dengan lengkap dan utuh. Bila pemahaman masing-masing yang terbatas itu didiskusikan kita dapat menyimpulkan sesuatu yang kita bicarakan itu dengan lebih baik. Dialog, bertukar pandangan dan saling memahami itu baik untuk menyimpulkan sesuatu secara lengkap. Persamaan dan perbedaan bisa kita obrolin sehingga kita bersama punya kesimpulan yang tepat dan lengkap.

Di Pakistan, pernah terjadi seorang jemaah yang telunjuknya dipatahkan hanya karena Ketua Dewan Masjid meyakini bahwa menggerakkan telunjuk diwaktu tasyahud itu bid'ah. Bahkan pernah, orang yang berdoa di hadapan makam nabi di mesjid Nabawi Madinah, babak belur dipukuli oleh 'Asykar' setempat. Umat seringkali berbeda pendapat meski dalam ruang lingkup internal. Bagaimana kita menghadapi perbedaan di ruang eksternal ? Misalnya perbedaan suku bangsa, etnis, agama dan lain-lain.

Marilah kita mulai menempatkan kita pada tujuan hidup yang lebih besar dalam skala prioritas kita. Islam diturunkan kepada umat manusia dengan tujuan menebarkan rahmat keselamatan dan kedamaian ke seluruh penjuru bumi. Ini berarti, selain dari itu tidaklah penting artinya. Ketidaksukaan kita kepada bidang tertentu tidak perlu memancing perdebatan "berdarah-darah". Perbedaan latar belakang seseorang tidak sepantasnya menghilangkan akses orang itu terhadap bait Allah. Kenyataan yang terjadi tidak begitu. Perbedaan seringkali menjadi penghalang.

Mari kita mengingat kembali hadist Rasulullah, "Perbedaan di kalangan ummatku adalah rahmat". Tidak layak bukan, bila rahmat tidak disyukuri? Alih-alih, kita malah menolaknya sambil berharap macam-macam perbedaan itu hilang.

Dalam konteks berbangsa, perbedaan itu adalah hal yang harus kita terima. Berbeda suku, bahasa, agama, warna kulit, dan adat. Semuanya memerlukan pemahaman, obrolan dan saling berdiskusi agar pebedaan itu tidak lebih parah. Dengan begitu kita bisa hadir sebagai wujud yang toleran bagi orang lain.

Seperti ilustrasi tiga orang buta itu, jika orang asing datang dan berusaha mengenal kita, maka kita bisa menampilkan diri kita sebagai bangsa Indonesia dengan utuh. Hal itu bisa kita raih dengan adanya saling memahami perbedaan itu sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun