Mohon tunggu...
Rasta Wira
Rasta Wira Mohon Tunggu... -

Blog ini dibuat untuk memenuhi nilai kuliah Jurnalisme Multimedia & Produksi Multimedia. Terima kasih apabila sudah mengunjungi! Apabila artikel dari blog ini bermanfaat, boleh disebarluaskan ke kerabat atau keluarga terkasih, karena juga dapat membantu nilai kuliah saya. Adios!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sensasionalisme dalam Jurnalisme Multimedia

6 Oktober 2018   00:23 Diperbarui: 7 Oktober 2018   14:37 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: writingtoreview.wordpress.com

Seperti yang kita ketahui, perkembangan media massa, begitu juga dengan media massa di Indonesia, berlangsung dengan pesat. 24 tahun yang lalu menjadi waktu di mana media massa Indonesia bertransisi dari surat kabar ke media online, yang dimulai oleh media Republika, lalu disusul Tempo, Kompas, hingga Detik. 

Transisi tersebut juga dianggap sebagai batu loncatan media Indonesia dalam perkembangannya. Booming media online atau daring pun terjadi, di mana masyarakat semakin haus akan informasi dan media mau tak mau harus "memberi makan" para pembacanya. 

Dilansir melalui okezone.com, berdasarkan riset global GFK dan Indonesian Digitial Association (IDA) yang dilakukan di lima kota besar di Indonesia sepanjang tahun 2015, persentase konsumsi berita daring oleh masyarakat Indonesia menyentuh angka 96 persen, mengalahkan konsumsi berita melalui televisi yang mencapai 91 persen, surat kabar yang mencapai 31 persen, dan radio yang mencapai 15 persen. 

Selain itu, ditemukan bahwa waktu favorit untuk mengonsumsi berita adalah pada pukul 12.00 hingga 15.00 WIB pada hari Senin sampai Jumat. Sedangkan pada hari Sabtu puncak konsumsi berita pada pukul 12.00 hingga 18.00 WIB dan pada Minggu konsumsi berita dilakukan pada pukul 12.00 hingga 21.00 WIB. 

Berdasarkan hasil riset tersebut, kita pun dapat menyimpulkan bahwa masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi berita melalui media daring dikarenakan kemudahan yang ditawarkan media daring untuk mengonsumsi berita di mana pun khalayak berada. 

Informasi pun dapat dikonsumsi dengan gadget atau gawai kita, seperti telepon genggam. Belum lagi banyak media daring yang memberi pilihan kepada para pembacanya untuk memunculkan notifikasi pemberitahuan pada gawai mereka bila ada berita atau informasi baru, seperti apa yang dilakukan oleh Line Today dan Detik. Kemudahan inilah yang menjadi ciri khas media daring yang membedakannya dengan media lainnya.

Oleh karena itu, media massa yang telah beralih ke media daring ataupun media massa yang sedari awal merupakan media daring memiliki tantangan tersendiri. Media massa harus mampu mengatasi rasa haus khalayak akan informasi. Media massa harus mampu menyebarluaskan informasi dengan cepat dan akurat sehingga masyarakat dapat mengetahui informasi secara faktual. 

Akan tetapi, media massa memiliki tantangan lain dalam menyebarkan berita atau informasi, yakni hoax atau berita bohong. Dilansir melalui okezone.com, Ketua Umum Masyarakat Telematika, Kristiono, menyebutkan bahwa informasi hoax tersebut besar penyebarannya dikarenakan kecendurungan masyarakat Indonesia yang gemar dalam mengonsumsi berita-berita yang menghebohkan. 

Tidak bisa kita pungkiri, masyarakat Indonesia masih gemar dalam mengonsumsi berita fantastis. Kecendurungan tersebutlah yang dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Penyebaran hoax pun juga dapat terjadi karena adanya persaingan yang ketat antar media massa dalam memperebutkan pembaca, mengingat banyaknya media massa daring yang terpaksa gulung tikar karena tidak memiliki biaya lagi.

Mari kita mengingat sejarah sejenak. Sebagai masyarakat Indonesia, kita sudah seharusnya mengerti bahwa media massa di Indonesia pada masa kepemimpinan Soeharto dikekang kebebasannya demi kepentingan pemerintah. Tak jarang, media bahkan merekayasa berita untuk menjaga citra baik penguasa. Akan tetapi, setelah berakhirnya masa orde baru, media massa mulai merasakan kebebasan dalam berpendapat. 

Belum lagi pengawasan pemerintah terkait pemberitaan media massa di Indonesia masih belum begitu ketat. Akan tetapi, karena tidak adanya batasan yang tegas, akan ada kecenderungan di mana media tidak mengenal batasan apapun dan merasa bebas untuk memberitakan apapun yang pantas untuk dicetak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun