Mohon tunggu...
Pendidikan

Membangun Jiwa Kepemimpin di Era Disrupsi

12 Juli 2018   16:42 Diperbarui: 12 Juli 2018   16:56 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini kita sedang menghadapi fenomena disrupsi. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, disrupsi didefinisikan hal tercabut dari akarnya. Jika diartikan dalam kehidupan sehari-hari, disrupsi adalah sedang terjadi perubahan fundamental atau mendasar. Yaitu evolusi teknologi yang menyasar sebuah celah kehidupan manusia.

Situasi di mana pergerakan dunia industri atau persaingan kerja juga tidak lagi linear. Perubahannya sangat cepat, fundamental dengan mengacak-acak pola tatanan lama untuk menciptakan tatanan baru.

Disrupsi menginisiasi lahirnya model bisnis baru dengan strategi lebih inovatif dan disruptif. Cakupan perubahannya luas mulai dari dunia bisnis, perbankan, transportasi, sosial masyarakat, hingga pendidikan. Era ini akan menuntut kita untuk berubah atau punah.

Leadership atau kepemimpinan itu tidak saja cukup mengandalkan ilmu manajemen semata, namun diperlukan suatu kemampuan seni (arts) yang menjadikan para pengikut dari seorang pemimpin itu, merasa ada suatu irama dan nuansa serta warna dari pola kepemimpinan yang sedang dijalani oleh pemimpin mereka.

Pada zaman digitalisasi yang diwarnai disruption di berbagai sektor, memang dituntut seorang pemimpin yang punya kemampuan memainkan seni dari kepemimpinannya itu. Sebab dalam dinamika bisnis yang kerap berupah dan bahkan berkembang dengan cepat, dibutuhkan tidak saja kemampuan dari core competency (decision making, problem solving, kemampuan komunikasi, kemampuan koordinasi, dsb), namun lebih dari itu, yaitu kemampuan dari merajut dan merangkai secara hamonisasi dari core competency yang menjadi tuntutan sebagai seorang pemimpin.

Teknologi akan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan tenaga kerja manusia. Oleh karena itu, para pemimpin saat ini harus menguasai dan mengimplementasikan berbagai gaya kepemimpinan, serta terbuka untuk berkolaborasi tanpa kehilangan arah atas bisnis mereka di era digital.

Berikut tujuh kemampuan dan keahlian yang di persiapkan sebagai Peta Perekonomian Indonesia di Era Digital

Complex Problem Solving

Menghilangkan masalah harus selalu dengan menghilangkan akar masalah. Dengan mengurangi tingkat keseriusan yang ditimbulkan oleh masalah juga kerap dilakukan, misalnya lewat taktik pengelolaan harapan pelanggan. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik, 1994:151). 

Strategi problem solving adalah strategi yang digunakan untuk menemukan masalah yang menghalangi sebuah tujuan yang telah ditetapkan, menyebutnya sebagai 'problem solving cycle' atau daur penyelesaian masalah. 

Pada problem solving cycle seseorang akan menemukan suatu masalah, mendefinisikan suatu masalah, mengembangkan strategi untuk menyelesaikan masalah, mengumpulkan dan mengorganisaskan data yang berhubungan dengan penyelesaian masalah, membuat alternatif solusi, dan memilih serta mengevaluasi solusi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Disebut 'cycle' karena kerap kali ketika suatu masalah sudah selesai maka akan muncul masalah lain. Sebuah kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional tentang apa yang harus dilakukan atau apa yang ingin diyakini sebagai kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun