Mohon tunggu...
Rappi Darmawan
Rappi Darmawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - saya pekerja baik-baik

punya seabrek cita-cita, belum taat beribadah, ingin memperbaiki diri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup Itu Menunggu

11 Juni 2018   11:18 Diperbarui: 11 Juni 2018   11:38 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hidup itu menunggu" itu kata saya.... Namun, tidak berarti diam, berpangku tangan. Membiarkan daun berguguran karena kekeringan saat  musim kemarau. Tak berbuat apa-apa agar pohon dapat tetap tumbuh, berbunga untuk selanjutnya berbuah. Begitu buahnya matang dipetik, dikonsumsi atau dijual ke pasar. 

Begini, saat siang hari kita menunggu datangnya malam. Saat malam kita menunggu datangnya siang. Namun selama masa menunggu, tetap ada yang dilakukan. Pada siang hari kita mungkin bekerja, mengantar anak sekolah, menjemput anak pulang sekolah, kemudian mengatarnya pergi ke bimbingan belajar untuk mendapat pelajaran tambahan. Tetapi tetap diantaranya aktivitas tersebut ada kata menunggu. 

Setelah mengantar anak pergi sekolah, yang biasanya lebih banyak dilakukan ibu-ibu, karena suami harus ke kantor lebih pagi, sehingga tidak sempat untuk mengantar anak terlebih dulu. Ibu akan menunggu untuk kemudian menjemput anaknya pulang sekolah, karena anak belum bisa pulang sendiri atau justru tidak berani membiarkan anaknya pulang ke rumah sendiri. 

Para ibu akan mengisi waktu menunggunya dengan berbagai aktivitas. Memasak makanan, mencuci pakaian atau menyetrika baju. Saat memasak, setelah diracik bumbunya dan proses memasak pun berlangsung. Ibu akan menunggu masakan matang. Begitu juga dengan ibu yang memilih menunggu anaknya pulang di kantin sekolah. Ada yang bersosialisasi melalui media sosial, ada yang mengobrol dengan sesama atau menyantap makanan dikantin sekolah anaknya. 

Menunggu tidak hanya dilakukan para ibu. Seorang buruh harian menunggu gaji dibayar setelah selesai melakukan pekerjaan atau menunggu akhir pekan, jika gaji dibayar per pekan. Sementara itu, istri dirumah juga menunggu suaminya menerima gaji untuk membeli berbagai keperluan sehari-hari. 

Seorang buruh juga akan menunggu jam kerja usai. Ada kelegaan begitu bel pulang berbunyi, karena sudah ada orang-orang yang menunggu kehadirannya di rumah. Istri yang selalu setia menunggu meski diselimuti sepi, anak-anak yang menunggu sang ayah untuk menemaninya bermain kuda-kuda-an. 

Menunggu tidak hanya dilakukan ibu-ibu yang menunggu anak-anaknya pulang sekolah, menunggu suaminya pulang bekerja atau oleh anak-anak menunggu orang tuanya pulang ke rumah setelah menjalankan aktivitas. Seorang perempuan yang sudah cukup umur akan menunggu kekasihnya melamar. 

Orang tua perawan juga menunggu dengan harap-harap cemas kapan putrinya dipinang. Adik laki-laki seorang perempuan juga mungkin tidak sabar menunggu kakaknya dinikahi. Karena dalam adat ketimuran, seorang adik dianggap pemali jika menikah lebih dulu dari kakak perempuannya. Setelah putrinya menikah, saatnya menunggu kehadiran buah hati. Kakek dan nenek menunggu cucu dan adik menunggu keponakan. 

Sebaliknya, lelaki akan menunggu kapan kekasihnya siap dinikahi. Orang tua laki-laki menunggu dengan harap-harap cemas berapa biaya yang dibutuhkan untuk meminang sang gadis. Adik perempuan si lelaki juga menunggu kapan kakaknya menikah, karena kekasihnya sudah berulang kali menanyakan kapan dirinya siap dinikahi. 

(Dok. Pribadi)
(Dok. Pribadi)
Dalam perkara jual beli pun begitu. Pedagang menunggu pembeli datang memborong dagangannya. Pembeli juga menunggu kapan pedagang mengobral dagangannya supaya bisa dapat harga termurah. Pedagang tidak menunggu begitu saja, mereka akan bersuara menawarkan dagangannya untuk menarik pembeli. Pembeli juga tidak menunggu begita pedagang mengobral, namun mencoba menawar harga. 

Juru parkir akan menunggu pelanggan yang ingin memarkir kendaraan. Kemudian menunggu kendaraan pelanggannya agar aman. Selanjutnya menunggu pelanggannya kembali dan memberi uang parkir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun