Mohon tunggu...
Rappi Darmawan
Rappi Darmawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - saya pekerja baik-baik

punya seabrek cita-cita, belum taat beribadah, ingin memperbaiki diri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup Tanpa Target?

17 Desember 2018   14:04 Diperbarui: 17 Desember 2018   14:19 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dokumen pribadi

Tinggal menghitung hari, tahun 2018 segera berakhir. Lebih kurang 16 hari lagi, tahun akan berganti. Seiring dengan hal tersebut kini sejumlah orang mungkin sedang melakukan evaluasi dan menyusun rencana kedepan. Bagaimana dengan Anda, sudah mempersiapkan rencana yang akan dikerjakan pada 2019 nanti? 

Suatu waktu saya berbincang dengan seorang pria pedagang tapai ubi keliling. Setiap hari pekerjaannya menjual tapai menggunakan sepeda dari kampung ke kampung. Saking lama, pria ini menjalankan profesinya hampir semua ibu-ibu dikampung yang dikunjunginya kenal, bahkan hanya dari mendengar suaranya saja.

Pagi-pagi setelah melaksanakan salat subuh berjemaah di masjid dekan rumahnya, pria yang akrab disapa Mang Diman itu, mengeluarkan sepeda ontel warna hitam miliknya. Kotak kayu untuk membawa tapai ubi diletakkan diatas boncengan. Tapai ubi yang sudah dikemas seberat setengah kilogram disusun dalam kotak. 

Jumlah yang dibawa setiap hari hampir sama. Tidak lebih dari 10 kilogram. Kadang stok tapai sedikit karena bahan baku sedang kurang. Mang Diman pun membawa seadanya. Otomatis hasil yang didapatnya juga berkurang. 

Menurut Mang Diman, dirinya tidak mempunyai keinginan untuk menambah produksi tapai ubi. Baginya berhasil menjual 10 kilogram tapai ubi sudah cukup. Jika dagangannya habis lebih cepat, maka Mang Diman akan pulang ke rumah lebih cepat. 

Dengan begitu Mang Diman, mempunyai waktu istirahat yang lebih banyak. Dapat bermain bersama cucu, memberi makan ayam peliharaan, memberi makan ikan dalam kolam disamping rumah serta memangkas tanaman yang menjulur ke rumah tetangga.

Saya sedikit kesal dengan Mang Diman. Secara ekonomi, ketika barang dagangan habis, itu menunjukan permintaan akan tapai ubi tinggi. Jika permintaan tinggi maka produksi harus ditingkatkan, sehingga peluang pasar yang ada bisa dipenuhi.

Dalam benak saya, produksi tapai Mang Diman sangat mungkin ditingkatkan. Faktanya, Mang Diman sudah berjualan cukup lama dan selalu habis terjual. Ini menunjukan tapai ubi buatan Mang Diman, telah menadapat tempat dihati pelanggannya. Tentu cerita kelezatan tapai ubi Mang Diman sudah beredar kemana-mana. 

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan Mang Diman untuk memperbesar kapasitas usaha tapai ubinya. Mang Diman bisa menambah produksi dan menjajakannya sendiri ke lebih banyak kampung. Atau bisa juga dengan membeli satu sepeda lagi dan mencari orang yang mau berjualan tapai ubi dengan sepeda. 

Kloningan Mang Diman ini bisa menjajakan tapai ubi ke kampung lain yang tentunya belum dijamah, karena keterbatasan Mang Diman. Mencari pelanggan baru. Tentunya lama-kelamaan akan dikenal masyarakat seperti yang dulu dilakukan Mang Diman. 

Dengan penambahan produksi dan armada serta area jualan, Mang Diman sangat dimungkinkan mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Misal, per kilo tapai dihargai Rp 15.000,- dalam sehari Mang Diman mengantongi uang sebesar Rp 150.000,-. Dengan menambah satu armada lagi, artinya Mang Diman dapat penghasilan Rp 300.000,- per hari. Itu jika penjualan sudah stabil. Tapi itu sangat mungkin, karena tapai ubi Mang Diman, sudah dikenal.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun