Mohon tunggu...
Rappi Darmawan
Rappi Darmawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - saya pekerja baik-baik

punya seabrek cita-cita, belum taat beribadah, ingin memperbaiki diri

Selanjutnya

Tutup

Money

Kini Bisa Produksi Bandeng Presto

16 Mei 2018   14:34 Diperbarui: 16 Mei 2018   15:00 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senyumnya sumbringah. Cuaca dingin akibat turun hujan, tak membuatnya kurang bergairah. Dengan ramah, Ia menjawab pertanyaan-pertanyaan dari blogger yang sore itu berkunjung ke pabrik PT OKI Pulp & Paper #APPSinarMas, Sungai Baung, Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan (Sumsel). "Alhamdulillah, bandeng presto dan bandeng asap habis terjual," ujar Darsia-begitu wanita berusia 60 tahun itu biasa disapa.  

Usaha rumahan pembuatan bandeng presto sudah ditekuni Darsia, dari dulu. Namun, produksinya masih terbatas untuk kebutuhan sendiri dari warga lingkungan tempat tinggalnya saja. Beberapa tahun terakhir, pembuatan bandeng presto lebih ditingkatkan lagi. "Kalau dulu saya belum punya alat, masih menggunakan perabotan rumah tangga biasa," tuturnya. 

Kini nenek dari 12 cucu itu dapat membuat bandeng presto dalam jumlah besar. Sekarang Darsia sudah mempunyai dandang khusus untuk membuat bandeng presto, blower untuk mengeringkan ikan dan vacum yang berfungsi untuk mengemas bandeng presto. "Peralatan tersebut saya dapat dari perusahaan (APP Sinar Mas). Saya diberi bantuan," ungkapnya. 

Berkat peralatan tersebut Darsia, tidak terlalu repot lagi untuk membuat bandeng presto. Bahkan ketika musim hujan, Darsia tetap bisa produksi. Karena untuk pengeringan sudah ada blower. Selain membuat bandeng presto, Darsia juga membuat ikan asap dan terasi. "Hari ini saya bawa bandeng presto dan bandeng asapnya tidak terlalu banyak," akunya. 

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Bandeng presto buatan Darsia, dijualnya seharga Rp 10.000,- per ekor. Begitu juga untuk ikan asap. Menurutnya, harga pembelian ikan bandeng Rp 4.000,- per ekor. Ukurannya cukup besar dalam satu kilogram biasanya empat ekor bandeng dengan harga Rp 16.000,-. "Empat ribu itu belum termasuk ongkos, biaya gas dan lainnya," jelasnya. 

Menurut Darsia, di Air Sugihan, tempat tinggalnya rata-rata warga berprofesi sebagai nelayan dan petani kerambah. Mereka memelihara ikan bandeng. Ikan hasil kerambah warga itulah yang dibeli Darsia dan diolah menjadi bandeng presto. Untuk ikan asap menggunakan ikan laut yang dibeli dari nelayan, begitu juga udang rebon, bahan baku pembuatan terasi. 

Sejauh ini, Darsia masih mengalami kendala pemasaran. Terutama untuk masuk ke pasar-pasar swalayan ataupun mini market. Hal tersebut disebabkan masih sulitnya transportasi. Untuk mencapai desa tempat tinggal Darsia, dibutuhkan waktu 3 jam perjalanan menggunakan speed boat, sementara menggunakan jalan darat dari Kota Kayu Agung, OKI bisa memakan waktu 5 jam. Itu pun dengan kondisi jalan berlumpur dan berdebu. 

"Pemasaran sudah sampai ke Palembang, ada saudara yang menjual. Selain itu mengisi kebutuhan dari pabrik sini (APP Sinar Mas)," kata Darsia. Bagi yang berminat dengan bandeng presto, ikan asap dan terasi buatan Darsia, dapat menghubungi pihak APP Sinar Mas.      

Darsia adalah satu dari 1.996 kepala keluarga penerima manfaat Program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) APP Sinar Mas di OKI, Sumsel. Hingga April 2018 DMPA telah mengalokasikan dana senilai Rp 4,39 miliar yang telah diimplementasikan di 28 desa, yang berada dalam wilayah konsesi APP Sinar Mas. 

Penerima manfaat DMPA sengaja dihadirkan untuk memberikan kesaksian kepada blogger. DMPA merupakan bagian dari upaya penanggulangan kebakaran lahan dan hutan APP Sinar Mas guna mensukseskan Asian Games 2018 di Palembang, Sumsel. Melalui kegiatan ini masyarakat diberi bantuan modal lewat koperasi. Dengan modal, peralatan dan bibit yang diberikan masyarakat dapat melakukan kegiatan ekonomi produktif berbasis pertanian. 

Pola pencegahan yakni dengan bantuan modal, bibit dan peralatan pertanian serta teknologi, warga tidak lagi melakukan pola-pola pertanian tradisional yang tidak ramah lingkungan. Dimana sebelumnya, warga menggarap lahan diawali dengan membakar hutan dan semak belukar. Hal tersebut dilakukan karena tidak adanya modal dan peralatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun