Mohon tunggu...
Raphaello SeanAriel
Raphaello SeanAriel Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Amatir

Salam literasi!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

PHK Masal yang Berujung Resesi pada Masa Covid-19

19 Agustus 2020   15:50 Diperbarui: 19 Agustus 2020   15:53 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

       Kasus PHK menjadi topik hangat dalam masyarakat. Menurut data pada tanggal 23 April tahun 2020, sudah sekitar 2.084.593 pekerja dari 116.370 perusahaan dirumahkan dan kena PHK akibat terimbas pandemi corona ini. 

"Sektor informal juga terpukul karena kehilangan 538.385 pekerja yang terdampak dari 31.444 perusahaan atau UMKM," ujar Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah dalam siaran pers, Kamis (23/4/2020).

Banyak yang memprotes tetapi apa daya perusahaan dalam menangani pandemi COVID-19 yang tengah membantai roda perekonomian negara-negara. Perusahaan kini tengah digencet dengan 2 pilihan yang kontradiktif. 

Pilihan pertama, perusahaan tetap mempekerjakan dan menggaji pegawai mereka tetapi pemasukan mengering yang beresiko mengalami kerugian mengancam kebangkrutan, atau memPHKkan pegawai mereka supaya dapat bertahan selama krisis ekonomi tetapi pegawai tidak mempunyai pemasukan apapun untuk membiayai kebutuhan hidupnya. 

Pada pandemi ini, mayoritas dari perusahaan tegas memberlakukan PHK massal untuk menyelamatkan perusahaan mereka. Tetapi muncullah suatu pertanyaan, apakah PHK massal pilihan yang terbaik atau justru yang akan membawa negara kita turun bersama ke dalam jurang resesi? Inilah "PHK massal yang berujung Resesi pada Masa COVID-19".

Sebelum kita lanjut, saya ingin mengklarifikasi apa yang dimaksud dengan resesi dan mengapa pencegahan resesi itu sangat penting bagi suatu negara? Resesi adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi yang berkelanjutan disebut dengan depresi ekonomi. 

Kolumnis Sidney J. Harris membedakan istilah-istilah atas dengan cara ini: "sebuah resesi adalah ketika tetanggamu kehilangan pekerjaan; depresi adalah ketika kamu yang kehilangan pekerjaan." 

Keluarga saya menjalankan sebuah usaha makanan yang sudah ada cabang di beberapa fasilitas publik ternama. Menjalankan sebuah usaha berarti siap menerima resiko dan situasi pengeluaran banyak, membayar gaji pegawai-pegawai, membayar sewa tempat, membeli bahan pangan, biaya listrik, air, gas, dan pengeluaran lainnya, termasuk menghidupkan 4 orang anak, mertua, asisten rumah tangga, dan kebutuhan hidup mereka pribadi. 

Pengeluaran ini termasuk pengeluaran untuk pendidikan, makan 3 kali sehari, tagihan wifi / pulsa dan kuota bulanan, kredit rumah dan kendaraan bermotor, pajak tanah, dan masih banyak pengeluaran lainnya. 

Pandemi COVID-19 ini juga memaksakan tertutupnya beberapa fasilitas publik, ini membuat keadaan yang sudah sulit, jauh lebih sulit lagi. Maka, untuk tetap menjaga berjalannya usaha, diputuskanlah beberapa hubungan kerja pegawai-pegawai. Kami melakukan PHK dengan berat hati, memikirkan nasib mereka. Tetapi, inilah kenyataan keadaan ekonomi semua orang.

Lalu, kenapa pencegahan resesi dan PHK itu sangat penting? Ambil analogi membangun rumah, rumah tidak bisa langsung dibangun atapnya, tentu harus dari fondasi lalu batu bata satu dan terus saling tumpuk-menumpuk membentuk satu sistem bangunan yang saling bergantung, dan proses ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit, bahkan ada yang sampai berdekade-dekade membangunnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun