Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Penulis - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai.Jangan berhenti, jangan merendah, selesaikan pertandinganmu. Kita berkarya untuk keabadian. Sesungguhnya karya adalah anak. Biarkan ia berproses, tumbuh dewasa dan menemukan jodohnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fika Tak Jauh Berbeda

23 Juli 2019   19:23 Diperbarui: 24 Juli 2019   16:50 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Fika (dokpri)

Pernahkah kalian melihat orang yang parasnya cantik, senyumnya manis, lesung pipi menggoda dan tinggi semampai serta rambutnya terurai bebas? Kalian akan kagum bukan? Kalau bisa kalian ingin dia berlama-lama tinggal dalam kekaguman itu. Bagaimana pula jika kesempurnaan diam hanya dalam satu pribadi? Aku yakin ia akan menjadi primadona dambaan semua lelaki.

Ah. Andai saja kalian tahu ia tak sesempurna itu. Apakah kalian masih menetap? Atau malah berpaling berpura-pura tak pernah mengaguminya? Munafik.Ini memang bukan tentang aku melainkan tentang Fika. Gadis yang nyaris sempurna dalam pandangan semua lelaki yang hanya memburu tampang saja. Gadis yang menjadi incaran setiap laki-laki gatal yang usil ketika melihat bunga tak bertuan. Ihh geram rasanya melihat bagaimana mereka menatap si gadis malang ini. Bukan karena aku cemburu tapi aku sungguh muak melihat tampang-tampang sok manis mereka. Tampang binatang buas yang mencoba menerkam diam-diam mangsanya. Ngeri

Sekali lagi ini bukan tentangku tapi tentang Fika. Gadis elok yang nyaris tak bercela. Namun aku harus katakan bahwa Ia tak sesempurna yang terlihat. Polos dan lugu mungkin iya. Ia adalah sahabatku satu-satunya yang tak ada bandingnya. Banyak orang yang bingung dan bertanya-tanya mengapa aku bisa dekat dengannya. Bagaimana bisa aku memahaminya? Aku juga bingung. Yang aku tahu dalam ketidaksempurnaanya ia mampu menginspirasiku dalam banyak hal. Tak ada yang tahu banyak tentang kisahnya kecuali aku. tentang ia dikagumi lalu di bully, didekati lalu ditinggal sendiri. Tak ada yang tahu bahkan ayah ibunya.

Dibalik kemolekan Fika, ia terlahir dengan hambatan berkomunikasi atau kata umpatan yang sering diterimanya, ia "cewek bisu". Fika menderita dispashia yaitu kehilangan kemampuan berbahasa. Yang pasti ia tak menginginkan itu. Katanya ia terserang penyakit Tetanus Neonatorm. Itu sejenis penyakit yang menyerang bayi baru lahir karena pertolongan bersalin yang tidak memadai. Maklum dulu masih kolot, agak jauh dari kesterilan.
"Mengapa kamu bisa tetap bersikap tegar Fik? Kalau aku jadi kamu, kayaknya aku tidak akan bisa menahan diriku. Kalau bukan mereka yang mati, udahlah kayaknya aku aja yang mati".

"Justru mereka akan tertawa melihat betapa lemahnya kamu, kalau kamu mati mereka akan cari yang lain lagi untuk dibully"
Dalam catatannya ia menjawab pertanyaanku. Aku membaca dengan menguras otakku mencoba berpikir apa maksudnya. Ah aku tak paham lagi.
"Maksudnya apa sih?"

Sekali lagi Fika menuntun penanya menari diatas kertas kecilnya. Aku memusatkan perhatianku mengikuti jejak tarian sang pena. Akhirnya kutemukan jawabannya. Sepenggal kalimat yang menambah kekagumanku pada Fika. Kalau kau tidak mampu membalas mereka dengan kepalan yang kuat, kau bisa membalas mereka dengan buah pemikiranmu yang kuat. Kau bisa berkarya dengan ide-ide yang kau punya. Tunjukkan pada mereka bahwa kamu memiliki kelebihan. Semakin kau menunjukkan kelebihanmu, semakin kau menunjukkan kelemahan mereka. Kuakui Fika memang brilian. Tak ada yang tahu dalam kebisuannya ia memiliki perbendaharaan kata-kata yang indah. Ia suka menulis puisi dan cerita-cerita pendek bahkan novel yang akan membawa pembacanya melayang dengan tuntunan untaian kata-katanya. Ia sering ikut lomba bahkan ada yang sudah diterbikan.

"Aku tak perlu iri dengan kicau burung yang indah karena aku bisa berkicau lebih indah lewat pemikiranku dalam tulisanku karena aku tahu kicauan burung itu akan sirna seiring dengan hidup sang burung sedangkan aku, aku mati namun pemikiranku akan tetap hidup dalam tulisanku"
Aku mengerti maksudnya, Fika sedang mengajakku untuk mecoba sesuatu yang baru dalam hidupku. Biasanya ini aku hanya disuruh membaca goresan pena Fika. Tapi kali ini ia ingin aku membaca. Ia percaya membaca akan terus berjalan berdampingan dengan menulis. Ah. Ada-ada saja dia. Dalam mulutku hanya bacotan sampah yang tak bermakna. Ia tahu betul itu. Kurasa Fika sedang menjebakku. Menambah frustasiku saja. Ah tidak. Dari garis mukanya sepertinya ia terlihat serius. Aku jadi enggan menatapnya. Maklum cewek yang satu ini akan terlihat tegas dan memaksa apabila terlihat serius. Tapi apa benar? Apa Fika tak salah berpikiran seperti itu terhadapku?

Fika menyodorkan beberapa naskah yang ia tulis kepadaku. Ia ingin aku mencari inspirasi dari naskahnya. Ia ingin aku menemukan dan mengembangkannya menjadi tulisanku sendiri. Kutatap wajahnya sekali lagi. Aha! Aku sudah temukan sekarang. Aku memandangi wajahnya dengan senyum licik yang kupunya. Ya aku telah menemukannya. Ide itu tepat dihadapanku. Aku akan menulis tentang Fika.

Tentang hidupnya, perjuangannya, kecantikannya, dan ketangguhannya. Aku sudah bilang, aku tahu banyak tentang dia lebih dari orang tuanya. Jelaslah, karena orang tuanya telah lama tiada hehehe. Fika hidup sebatang kara. Punya keluarga sih, tapi tak sedikit yang menaruh hati padanya. Mungkin karena.... Ya itulah aku tak mau menyebutkan kelemahannya karena dalam kelemahannya, aku malah temukan kelebihannya. Tak perlu aku susah-susah memikirkan hal yang lain. Takut malah menjadi beban.

Aku mulai menulis cerita tentang Fika... aku punya sahabat.. tidak-tidak kuhapus lagi kata-kata yang sudah kuketik. Ah bahasanya kayak anak SD. Arrrgghh memulai saja sudah susah gimana mau buat cerita kalau seperti ini? kutarik nafasku dalam-dalam. Kusemangati diriku untuk membangkitkan niatku. "oke, ready, go" gumamku pada diriku sendiri. Kecantikan Fika terlintas dalam benakku lalu mengalirlah kata-kata itu. Aku teringat suatu peristiwa dimana Fika harus menerima bullyan dari seorang wanita  bengis korban iklan. Di kampus Fika memang terkenal cantik, pintar, puitis dan ah aku benci mengatakan ini tapi tak bisa kuhidari. Maafkan aku Fika aku tak bermaksud. Ia tunawicara. Cewek-cewek sakit selalu menghinanya. Puncaknya ketika aku dan Fika sedang bersama diskusi tentang novelnya. Tiba-tiba makhluk bengis muncul entah darimana dan dari kapan ia mengintai kami. Kania menyambar laptopnya, klik control A, backspace, control save. Hilang. Semua rangkaian kata yang membangun sebuah alur cerita sekarang tak berbekas bahkan kata pertama sebagai awal berpijakpun tak ada lagi. Putih bersih. Kania tertawa semaunya dan beranjak pergi melemparkan laptop Fika. Untung saja tempat yang kami duduki beralas rumput.

Aku tahu perasaan Fika, garis wajahnya dan binar matanya menunjukkan kesedihan mendalam. Bayangkan saja betapa sulitnya memulai sebuah novel mulai dari mencari ide, plot dan konflik harus hilang dalam sekejap mata. Fika, Fika kasihan sekali kamu. Jujur aku geram tapi tidak tahu berbuat apa. Menegur Kania? Oh Tidak, Ia sudah kebal dengan semua teguran. Mau lapor, lapor ke siapa? Dosen? Ah mereka tidak akan punya waktu mengurusi hal seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun