Mohon tunggu...
Rani Lestari
Rani Lestari Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Peran Farmasi dalam Menyongsong Indonesia Sehat 2025

14 Januari 2018   09:24 Diperbarui: 14 Januari 2018   09:38 2174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kesadaran masyarakat  Indonesia saat ini masih terhitung rendah dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia. Kesadaran merupakan salah satu tolak ukur kualitas hidup masyarakat Indonesia itu sendiri. Dalam menyongsong Indonesia Sehat 2025 diharapkan bangsa Indonesia dapat memperbaiki pelayanan dibidang kesehatan yang dapat meningkatkan kesadaran perilaku sehat bangsa Indonesia itu sendiri.

Bagaimana Wajah Farmasi Saat Ini ? Peranan farmasi dalam bidang kesehatan masih belum dikenal secara meluas oleh masyarakat. Tuntutan di masyarakat menjadi faktor pendorong pengembangan bidang kefarmasian seperti program Pharmaceutical Care dimana obat yang diberikan kepada pasien dalam keadaan yang baik. 

Farmasis dituntut untuk terus dapat mengembangkan obat baru seiring mu nculnya penyakit-penyakti baru. Peranan farmasi dalam perkembangannya telah terjadi pergeseran dengan mengutamakan kepentingan pasien. 

Apoteker berperan untuk meberikan edukasi kepada masyarakat tentang berbagai penyakit dan cara pengobatannya. Apoteker juga memberikan konseling kepada pasien. Tujuan pemberian konseling kepada pasien untuk dapat mengetahui sejauh mana pasien mengetahui tentang penyakit yang diderita serta pengobatannya agar pasien tidak salah langkah dalam menentukan pengobatan.  Farmasis juga dituntut sebagai partner dokter dalam pelayanannya terhadap pasien. 

Kini apoteker tidak hanya bekerja sebagai penyedia resep obat tetapi juga telah bertransformasi melayani pasien dengan standar kesehatan yang ada.

Apa Saja Tantangan Apoteker Saat Ini guna menyongsong Indonesia Sehat 2025? Seiring tingginya tuntutan terhadap kinerja farmasis diharapkan farmasis lebih dapat meningkatkan kualitas agar dapat menjawab berbagai tantangan yang ada. Berdasarkan PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian tantangan dan harapan bagi apoteker Indonesia untuk maju dan menjadi lebih baik diantaranya :

  1. Perbaikan dan penataan apoteker sendiri
  2. Sistem kesehatan maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya.
  3. PP ini menjadi momen sejarah dalam perkembangan kefarmasian di Indonesia untuk mengembalikan apoteker kepada qithahnya sebagai tenaga kesehatan.
  4. Tanggung jawab apoteker terbentang sejak proses produksi sampai obat dikonsumsi.

Bagaimana perkembangan pelayanan kefarmasian hingga saat ini?

Secara historis pelayanan kefarmasian terdapat 4 periode kefarmasian sdiantaranya yaitu :

1. Periode Tradisional

Dalam periode tradisional obat diracik, dan didistribusikan produk yang berkhasiat obat. Seni dan ilmu pembuatan obat dipadukan dalam pembuatan produk yang sesuai

2.  Periode Transisi

Dalam periode ini ilmu kedokteran berkembang sangat cepat.

Obat-obat baru berkembang dengan pesat. Masyarakat semakin menuntut peningkatan pelayanan farmasis yang lebih baik.

3. Periode Farmasi Klinik

Pada era farmasi klinis praktek kefarmasian lebih ditekankan pada pelyanan pasien dibandingkan produk kefarmasian

Farmasi klinis bertujuan untuk memaksimalkan efek terapi dan meminimalkan resiko dan biaya serta meberikan pilihan sepenuhnya kepada pasien.

4. Periode Pharmaeutical Care

Ada tiga tahap dalam proses ini diantaranya :

Penialain (assesment) menjamin bahwa semua terapi obat yang diberikan kepada pasien efektif dan aman bagi pasien itu sendiri.

Pengembangan perencanaan dan perawatan (Development of a care plan) yaitu pemecaha masalah

Evaluasi bertujuan guna memenuhi sasaran terapi dan memperkirakan masalah baru tidak muncul kembali.

Keuntungan dan kekurangan Farmasi Indonesia Saat Ini  yaitu : 

Saat ini ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat, konsekuensinya tuntutan msayarakat terhadap pelayanan kesehatan juga meningkat. Termasuk pelayanan informasi obat dan pengawasan obat masih kurang. 

Masih banyak apotik yang tidak menyediakan apoteker sebagai penanggung jawab obat yang disediakan apotek tersebut. Masih banyak pula obat-obatan yang tidak dapat diperjual belikan dengan bebas dapat dengan mudah ditemukan dipasaran. Obat yang tidak seharusnya dapat diperoleh tanpa resep kini sangat mudah ditemukan.

Sebaliknya industri farmasi dan ilmu pengetahuan farmasi makin diminati karena memberikan peluang yang lebih besar.

Apa saja perubahan-perubahan yang dilakukan guna meningkatkan kualitas pelayanan farmasi?

 Apoteker harus terlibat lebih besar dalam sistem pelayanan kesehatan umum dan penggunaan obat sesuai latar belakang akademisnya. Dalam kurikulum farmasi tradisional, penekanan kurikulum lebih sering pada aspek teknis kefarmasian bukan pada praktek profesional. 

Tekanan di belakang perubahan pendidikan farmasi banyak variasinya dan meningkat dalam jumlah serta intensitasnya. Kekuatan ekonomi dan politik yang besar telah mempengaruhi sistem kesehatan di banyak negara dan juga mempunyai pengaruh pada praktek kefarmasian . Sebagai hasilnya adalah diperlukan perubahan radikal dalam pendidikan kefarmasian. 

Peran dan fungsi apoteker serta staf kefarmasian perlu dikaji kembali dan dampak pendidikan beserta kurikulum farmasi harus didefinisikan kembali secara jelas. Penggunaan dampak akan menolong pengembangan kurikulum. 

Perubahan pendidikan farmasi tidak hanya memerlukan revisi dan restrukturisasi kurikulum tapi juga suatu komitmen pada pengembangan fakultas untuk menyiapkan dosen-dosen guna mendidik apoteker dalam bentuk yang berbeda. Untuk menigkatkan kualitas lulusan-lulusan farmasis itu sendiri.

Apoteker harus berada di dalam pelayanan kefarmasian seperti apotek, instalasi farmasi, praktek bersama serta puskesmas.

produksi sediaan farmasi juga harus diperhatikan. Diantaranya industri obat, industri kosmetik, serta industri lainnya yang terlibat.

Bagaimana mutu pelayanan kesehatan yang baik?

World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 telah mengeluarkan dokumen dengan judul: Quality of Care "a Process For Making Strategic Choices in Health System". Dalam dokumen ini WHO mengidentifikasi setidaknya enam dimensi mutu pelayanan kesehatan yang perlu diwujudkan oleh setiap negara, yaitu pelayanan kesehatan yang: efektif, efisien, mudah diakses, aman, tepat waktu dan mengutamakan pasien.

Dari enam dimensi mutu (bagan 1), aksesibilitas adalah dimensi yang paling sering diukur dan diklaim keberhasilannya antara lain bahwa semua penduduk Indonesia dapat mendaftar BPJS. 

Meskipun kemudian akses lebih lanjut ke pelayanan kesehatan sering menjadi pertanyaan seperti yang terjadi diberbagai provinsi terpencil yang memiliki keterbatasan SDM kesehatan dan sumber daya lain. Dimensi mutu lainnya seperti efektifitas, efisiensi, aman, tepat waktu, dan mengutamakan pasien belum diukur.

Langkah pemerintah dalam rangka menciptakan Indonesia Sehat tahun 2025 :

1. Pemerintah saat ini tengah gencarnya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui peningkatan jaminan kesehatan masyarakat kurang mampu.

2. Memberi edukasi dan himbauan pada masyarakat mengenai obat generik yang digunakan masyarakat 

3. Perbaikan fasilitas kesehatan dengan membangun sarana prasarana yang lebih layak dan dapat terjangkau segala kalangan khususnya wilayah terpencil. 

Apa saja indikator Indonesia sehat 2025?

1. Lingkungan yang kondusif terhadap peningkatan kualitas kesehatan masyarakat.

2. Perilaku masyarakat Indonesia yang peduli akan kesehatan dan pola hidup sehat.

3. Pelayanan kesehatan semakin memadai

Bagaimana standarisasi kesehatan menurut DEPKES ?

Pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009 (Depkes RI) yang tertuang dalam UndangUndang Kesehatan tentang kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan, perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. 

Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU Kesehatan, pelayanan kesehatan secara umum terdiri dari dua bentuk pelayanan kesehatan yaitu: a. Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service) Pelayanan kesehatan ini banyak diselenggarakan oleh perorangan secara mandiri (self care), dan keluarga (family care) atau kelompok anggota masyarakat yang bertujuan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan 5 Veronika komalawati. Op,Cit. hlm. 77 9 kesehatan perseorangan dan keluarga. 

Upaya pelayanan perseorangan tersebut dilaksanakan pada institusi pelayanan kesehatan yang disebut rumah sakit, klinik bersalin, praktik mandiri. b. Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service) Pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh kelompok dan masyarakat yang bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang mengacu pada tindakan promotif dan preventif. Upaya pelayanan masyarakat tersebut dilaksanakan pada pusat-pusat kesehatan masyarakat tertentu seperti puskesmas.

Dasar Hukum Pelayanan Kesehatan :

Dasar hukum pemberian pelayanan kesehatan secara umum diatur dalam Pasal 53 UU Kesehatan, yaitu: 

a. Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga. 

b. Pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat

c. Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan lainnya. 

Kemudian dalam Pasal 54 UU Kesehatan juga mengatur pemberian pelayanan kesehatan, yaitu: a. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif. b. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 

c. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Secara khusus dalam Pasal 29 ayat (1) huruf (b) UU Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. 

Peraturan atau dasar hukum dalam setiap tindakan pelayanan kesehatan di rumah sakit wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 53 dan Pasal 54 UU Kesehatan sebagai dasar dan ketentuan umum dan ketentuan Pasal 29 ayat (1)  12 huruf (b) UU Rumah Sakit dalam melakukan pelayanan kesehatan. Dalam penyelenggaraan kesehatan di rumah sakit mencakup segala aspeknya yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan

Apakah di wilayah terpencil sarana prasarana kesehatan telah memadai ?

Strategi utama dalam pembangunan di wilayah terpencil diantaranya :

1. akses terhadap wilayah terpencil lebih mudah diakses

2. peningkatan pembiayaan alat dan tenaga kesehatan

3. mempermudah informasi pelayanan kesehatan

Kementerian Kesehatan mengembangkan rencana aksi dan rencana pengembangan secara operasional untuk penerapan di lapangan meliputi pemberdayaan masyarakat berupa Desa Siaga, Poskesdes, Posyandu, peningkatan pelayanan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Gizi, Pencegahan Penyakit Menular, Dokter Terbang.

Dokter Plus, Rumah Sakit Bergerak, peningkatan pembiayaan kesehatan berupa Dana Alokasi Khusus (DAK), Tugas Pembantuan (TP), dana dekonsentrasi, Program Bansos, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Jaminan Persalinan (Jampersal), peningkatan SDM khususnya SDM Kesehatan berupa Pegawai Tidak Tetap (PTT).

Penugasan Khusus, Tugas Belajar, peningkatan pemenuhan obat dan peralatan kesehatan, peningkatan manajemen kesehatan (termasuk pelatihan manajemen Puskesmas, program Survailance); pengembangan Pelayanan Obstetri Neonatus Esensial Dasar (PONED) di Puskesmas dan Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB).

Pelayanan Obstetri Neonatus Esensial Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit; peningkatan penampilan dan Kinerja Puskesmas di daerah perbatasan antar negara; serta pengembangan Flying Health Care; dan Pendukung transport antarpulau dengan Puskesmas Keliling Perairan (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Mengapa masyarakat daerah terpencil susah dijangkau medis? 

Masyarakat Indonesia khususnya di daerah pedalaman masih mempercayai kekuatan magis. pengobatan tradisional masih menjadi pilihan utama dalam pengobatan. Mereka lebih mempercayai dukun dibandingkan tenaga medis.  Biaya kesehatan yang lebih mahal juga menjadi alasan mengapa masyarkat lebih memilih pengobatan tradisional. 

Bertahannya pengobatan tradisional  akibat adat istiadat masyarakt itu sendiri yang masih sangat kental. Mulai dari dukun bayi, battra pijat/urut, dukun bayi terlatih, tukang jamu gendong, battra dengan ajaran agama, paranormal, patah tulang,sunat panggur gigi,tabib, tenaga dalam, shinse, akupuntur.  

Salah satu contohnya dukun beranak masih menjadi favorit masyarakat untuk melahirkan ketimbang bidan.  oleh karena itu peran penyuluh kesehatan sangat diperlukan didukung dengan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan di wilayah-wilayah pedalaman Indonesia.

Dari setiap oembahasan di atas pelayanan kesehatan dan kesadaran masyarakat Indonesia akan hidpu sehat masih rendah. oleh karena itu sebagai generasi muda marilah menggalakkan hidup sehat dan mengajarkannya dimulai dari lingkungan sekitar. 

assalamualaikum wr.wb 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun