Mohon tunggu...
Mirna Aulia
Mirna Aulia Mohon Tunggu... profesional -

Hanya seorang musafir. Generasi anak SD era 80-an. BUKAN pengguna Facebook. BUKAN pengguna Twitter. BUKAN pengguna Linkedin. BUKAN pengguna Path. BUKAN pengguna Instagram. Hanya memiliki empat akun Sosmed: kompasiana.com/raniazahra, mirnaaulia.com, Indonesiana (Mirna Aulia), dan CNN iReport (Mirna Aulia) . Banyak orang memiliki nama yang sama dengan nama musafir (baik di media-media sosial maupun di search engine). Sehingga, selain keempat akun di atas, kalau pembaca menjumpai nama-nama yang sama, itu BUKAN AKUN musafir. Untuk hasil pencarian melalui search engine: musafir BUKAN berlatar belakang dan TIDAK berkecimpung di bidang Kedokteran Gigi, Farmasi, Psikologi, Biologi, MIPA, Kepartaian, Kehutanan, Lembaga-lembaga Kehutanan, maupun Pertanian. Selamat membaca dan semoga artikel yang musafir tulis dapat bermanfaat bagi para pembaca semua. Terima kasih.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Poligami Si Ikhlas dan Si Bahlul

1 Desember 2015   07:28 Diperbarui: 1 Desember 2015   10:59 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber Gambar : www.huffingtonpost.com"][/caption]

Alkisah, di sebuah kampung padang pasir tandus bernama Kampung Sahara yang ramai didatangi oleh khafilah para pedagang, tersebutlah dua orang sahabat kental, Ikhlas dan Bahlul. Walaupun masih berusia dua puluh tahunan, keduanya sudah menjadi peternak sukses yang disegani di kampung itu. Si Ikhlas memiliki seribu ekor Unta yang gemuk-gemuk. Sedangkan Si Bahlul memiliki seribu ekor Keledai yang gemuk-gemuk pula.

Pada suatu siang yang terik, terlihat keduanya berbincang-bincang sambil mengisap shisha.“Eh, Lul! Aku mau melamar seorang gadis.”, kata Si Ikhlas.

Kedua bola mata si Bahlul langsung melotot. Sambil memegang shisha yang urung dihisapnya, Si Bahlul berkata, “Yang bener kau!? Waduh, kalau begitu aku juga musti cepat-cepat cari calon istri. 'Kan kita udah sepakat kalau kita nanti menikahnya bareng, biar anak-anak kita nanti bisa seumuran.”

Singkat cerita, setelah berhasil melamar gadis pujaannya masing-masing, akhirnya Si Ikhlas dan Si Bahlul menikah pada hari yang sama. Setelah menikah, keduanya memutuskan untuk meninggalkan kampung kelahiran mereka untuk mengembangkan usahanya. Si Ikhlas pindah ke Kampung Seribu Menara, sedangkan si Bahlul pindah ke Kampung Seribu Badai. Waktu pun bergulir dengan cepat. Tak terasa.

1 Syawal (Hari Raya Idul Fitri) 30 tahun kemudian…

Kampung Sahara sudah begitu padat, tidak seperti 30 tahun yang lalu. Jalanan pasir yang dulu berdebu sekarang sudah berubah menjadi jalanan berbatu yang tertata rapi. Di ujung jalan itu, tampak seorang lelaki paruh baya yang sedang menunggangi seekor Unta gemuk. Sementara di perempatan jalan tampak pula seorang lelaki paruh baya yang sedang menunggangi seekor Keledai gemuk. Keduanya pun bertemu di tengah perempatan jalan.

“Assalamu’alaikum, Bahlul!”, sapa si lelaki yang duduk di atas punggung Unta gemuknya.

“Wa’alaikum salam, Ikhlas.”, jawab si lelaki yang duduk di atas punggung Keledai gemuknya.

“Lama sekali aku tidak melihatmu, Bahlul.”, ujar Ikhlas seraya turun dari atas punggung Unta gemuknya. Bahlul pun ikut-ikutan turun dari punggung Keledai gemuknya. Keduanya lantas berjalan menuju sebuah kedai yang cukup ramai.

“Aku dengar, kau baru nikah lagi ya?”, tanya si Ikhlas setelah keduanya duduk di dalam kedai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun