Mohon tunggu...
Adol Frian Rumaijuk
Adol Frian Rumaijuk Mohon Tunggu... Jurnalis - Berjuang demi sesuap nasi

Jolma na pogos alai mamora di roha

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Ajari Orang Batak Bagaimana Cara Menghargai Orang Lain

3 September 2019   09:54 Diperbarui: 3 September 2019   09:56 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kerukunan dan ketenteraman di tengah-tengah kami, baik di pinggiran danau toba, di tengah danau toba, maupun di dalam danau toba, selalu tercipta sejak dahulu kala. Orang asing bukanlah asing bagi kami, terlebih kami sadar akan keberadaan tanah Batak dan Bangso Batak itu adalah bagian dari NKRI. Maka, jangan ajari kami bagaimana menghormati dan menghargai orang lain.

Jika akhir-akhir ini dengan alasan pengembangan kawasan Danau Toba menjadi tujuan wisata internasional atau internasomal, kami sangat menyambutnya dengan lapang dada. Namun, jangan sampai kami tidak nyaman tinggal di tempat dimana kami dilahirkan dan dibesarkan dan akan dimakamkan nantinya.

Kenapa? Kami tidak pernah risih dengan kedatangan orang lain, menikmati alam kami dan menyaksikan bagaimana kami hidup (walau itu disebut peta kemiskinan), kami bangga dengan diri kami.

Satu hal lain yang mengusik penulis, bagaimana ada statemen dari seorang pemimpin di Sumut selalu mendiskritkan keberadaan masyarakat pinggiran danau toba dan tapanuli secara umum. Selalu beralaskan ajaran agama yang dianutnya.

Eits, jangan coba-coba kawan. Perlu semua tahu, silahkan sebut kami tidak beragama, tapi jangan coba-coba sebut kami tidak beradat! Adat istiadat dan tatanan kehidupan kami dari turun temurun, mengenal tarombo, tatacara budaya/adat dan wilayah kami adalah kehidupan kami.

Sekarang media sosisial akhirnya bak kandang Babi hanya gara-gara ucapan wacana dari bapak Gubernur yang terhormat.

Perlu kita ingat ya, Jangan Ajari kami bagaimana cara menghormati orang lain. Pernahkah kalian berkca? Bagaimana kami hidup berdampingan dengan tentram selama ini? Kami tidak persoalkan apa agama saudara kami, namun kami harap mereka beradat dan beradap. Agama adalah ajaran yang datang di tengah-tengah kami, namun adat dan budaya kami adalah kami.

Jika wisatawan mu itu mencoba untuk menghapuskan peradaban kami, jangan bawa itu bagi kami. Tapi ingat! Wisata mana yang berlabelkan halal bisa sukses di dunia ini? Karena jika perlu kalian tahu, jika halal mu itu digunakan, maka orang yang berkunjung juga harus orang-orang tertentu. Tidak lagi bebas berpakaian dan lain sebagainya. Kalian lah yang tahu itu.

Sejarah dan perkembangan danau toba dan kami yang tinggal disini, bukan bangsa Indonesia yang lebih tahu. Sejarah kami justru lebih banyak di eropa sana tercatat, ingat itu. Jadi jangan lah sok tahu dengan kami.

Banyak yang berkata, kenapa kami menolak saat gubernur yang berwacana, ya karena selama setahun Sumut dipimpin, kami selalu didiskritkan. Kami seolah dipandang kerdil, sehingga saudara kami di pemerintahan (Pemprovsu) seolah dianggap tidak mampu dan dibuang. Kenapa sebelumnya bisa? Apa karena mereka Batak dan Kristen? Miris.

Atau mungkin ini yang disebut istilahnya, "Menguasai belum tentu bisa mengemudikan". Memang ada saat ini yang berkuasa, tapi sayangnya sepertinya tidak bisa mengenali Sumatera Utara ini. Hanya bermodalkan bentak dan bentak setiap orang yang mencoba memberikan saran.


Bapak-bapak profokator yang terhormat, ingatkah kalian kalau kami melakukan hajatan atau pesta? Kami akan siapkan tempat khusus bagi kalian. Pernahkan kalian berfikir sama dengan kami, saat kalian hajatan akan mempersiapkan khusus bagi kami? Kami tidak lupa agama kami saat memeprsiapkan tempat bagi kalian, kami bukan berarti ingkar dengan agama kami memberi ruang bagi kalian.
Hei, kalian juga keluarga Bangso Batak, tidak saya persoalkan apa agamamu, tapi sadarlah, tatanan kekerabatan kita akan jauh lebih mempererat tali silaturahmi diantara kita daripada agama kita ini. Biarlah agamaku menjadi agamaku, agamamu menjadi agamamu, tapi bangsoku adalah bangsomu, batak.

Bagaimana yang dituliskan Toga Nainggolan lewat akunt twitternya @TogaMD pada 2 Sept 2019 'Mengapa aku yg berhati gemulai ke hewan ini *autokeplak* tega menyembelih hewan dan bisa masak besar? Dipaksa Bapak. Soalnya, pesta org Kristen di kampung kami bisa "bermasalah" jika takada muslim yg bisa memotong/memasak. Saat manortor, kadang tak ingat siapa beragama apa."

Nah, kini muncul pula lah sosok Asisten Administrasi Umum dan Aset Pemprov Sumut, M Fitriyus yang berniat memberikan klarifikasi bahwa Pemprov Sumut tidak memaksudkan konsep wisata halal yang dalam persepsi mengislamkan kawasan Danau Toba. Namun lebih pada ketersediaan tempat-tempat halal bagi wisman Muslim tanpa menghilangkan adat dan budaya di kawasan Danau Toba (Medanbisnisdaily.com, 31 Agustus 2019). Guru Kencing Bediri, Murid Kencing Berlari. Menambah susana semakinn rancu.

Sesungguhnya, kembali kepertanyaan itu, dimana daerah wisata menerapkan halal-halalan itu sukses?  Amerika, di Eropa, di Australia?

Semestinya pemerintah provinsi harus memberikan penjelasan yang lebih transfaran. Dimana letak konsepnya, supaya tidak menimbulkan huru hara. Kemudian, agar Gubernur juga semakin bijak menggunakan bahasa, kesempatan dalam menyampaikan konsep. Karena sejak awal kita pahami sendiri kalau Sumut seolah di bagi kelas akhir-akhir ini. Kami seolah tidak dianggap.

Mari belajar tahu diri lah, apakah saya ini layak mengucapkan ini, apakah akan menambah kondusifitas? Horas!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun