Mohon tunggu...
Rangga Putra
Rangga Putra Mohon Tunggu... -

Lahir di Kota Pahlawan Surabaya dan besar di Kota Santri Gresik. Suka Bismillah dan Alhamdulillah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tempat yang Dahulu Berwajah Hutan, Kini Bersolek Menjadi Lokalisasi

28 November 2011   10:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:06 3223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin siang (09/5), sekitar pukul 13.00 WIB, tempat ini telah menunjukkan geliatnya. Terutama di bagian dalam kampung kecil ini. Melangkah lebih ke dalam lagi, di antara jajaran barakan, jalan berpasir itu sedikit berbelok kiri. Di setiap pinggir jalan itu terdapat kedai-kedai berjajar. Uniknya, sebagai kedai, tidak tampak spanduk atau kain yang biasa menawarkan menu makanan atau minuman. Orang-orang berkumpul di sana. Ada yang tiduran sambil bercanda, bermain kartu atau sekadar cangkruk menyeruput minuman dingin. Siang itu, seorang perempuan paruh baya sedang mengaduk teh di sebuah kedai kecil miliknya. Tampak sesekali ia mengusap keringat di dahi. Saat itu memang terik, tak terasa sisa hujan yang mengguyur malam sebelumnya. “Sudah lama saya di sini. Ini semua masih hutan,” katanya sambil menunjukkan barakan-barakan di seberang kedainya. Nia, adalah seorang ibu satu putra asal Jember, Jawa Timur. Ia tinggal di Desa Pudu, Kecamatan Sukamara, Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah. Lebih dari 20 tahun ia di sana. Tempat yang dahulu ia tinggali berupa hutan itu, kini telah berubah menjadi sebuah lokalisasi. Lokalisasi itu biasa disebut oleh masyarakat Sukamara dengan sebutan ‘Selamat Datang’ atau ‘SD 2.’ Menurut Nia, nama Selamat Datang diambil dari nama jalan yang membelah kampung itu yaitu Jalan Selamat Datang. Sedangkan sebutan SD 2 merujuk pada jumlah sekolah dasar di Desa Pudu yang hanya ada satu saja yaitu SDN 1 Pudu. “Ayo sekolah? Di (wisma) Arini, ceweknya cantik-cantik,” ujar Nia menirukan ucapan pelanggan lantas tertawa. “Kalau mau minum, bir di sini Rp80-90 ribu,” lanjutnya. Menurut informasi, harga bir di Jawa tidak sampai Rp30 ribu. Memang, di Sukamara segalanya serba mahal. Harga bensin saja pernah mencapai Rp8 ribu per liternya. Sekarang, harga tertinggi eceran (HTE) ditetapkan Pemkab sebesar Rp7 ribu per liter. Makanan paling murah Rp12 ribu, paling mahal Masakan Padang Rp25 ribu. Untuk ukuran lokalisasi, sebetulnya Selamat Datang terbilang relatif kecil. Tempat itu hanya berupa perkampungan sejauh kurang lebih 200 meter saja. Untuk menuju ke sana harus masuk sedalam 1 kilometer dari ruas Jalan Tjilik Riwut atau persis di seberang Balai Pelatihan Guru. Dari Kantor Bupati Sukamara, karena jalan yang belumpur, membutuhkan 10 menit saja untuk sampai di sana. Cukup dekat. Apalagi kalau sudah di aspal. Kejar Daku Kau Kusekolahkan Sub judul diatas pernah digunakan oleh Alfian Hamzah, seorang wartawan yang kini bekerja di Pena Indonesia ketika ia meliput keseharian tentara Indonesia di Aceh waktu rame-ramenya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tahun 2002. Istilah ‘sekolah’ digunakan oleh tentara Indonesia ketika membunuh orang GAM yang tertangkap kemudian ditembak mati. Istilah ‘sekolah’ yang digunakan tentara di Aceh berbeda dengan ‘sekolah’ di Sukamara. ‘Sekolah’ di Sukamara dalam percakapan orang dewasa memiliki konotasi bersenang-senang di SD 2. Rabu malam (01/6), di Wisma Arini, suara musik terdengar memekakkan telinga. Lagu-lagu macam dangdut, pop sampai house music diputar berulang-ulang. Di halaman barakan itu, ada seorang perempuan yang sedang bercakap dengan seorang pria. Di dalam ruangan, lima pria dan tiga perempuan sedang berkaraoke. Di tengah mereka terdapat sebuah meja yang penuh dengan botol bir dan sloki. Ruangan itu gelap, hanya cahaya dari layar LCD yang menerangi ruangan itu. Meski demikian, masih bisa terlihat keadaan di dalam. Bau alkohol menyengat dan lantai yang penuh sampah menambah tak sedap pemandangan di dalam ruangan itu. Kulit kacang, plastik pembungkus, serta bungkus rokok. Kotor sekali. Kondisi itu tak dihiraukan penghuni ruangan. Semua tetap melakukan aktivitasnya. Febby adalah seorang perempuan muda yang mengaku berasal dari Bandung, Jawa Barat. Aneh sebetulnya, jauh-jauh dari Bandung hanya untuk menjual diri di pelosok Kalimantan. Bukankah masa depan atau karirnya sebagai PSK lebih ‘cerah’ di Jawa? Ia juga enggan menjawab. “Saya ke sini di ajak teman,” katanya. Suara musik terlalu keras hingga mengganggu pendengaran. Percakapan pun berhenti. Ia kembali menyanyi. Rini, kawan seprofesi Febby, lebih terbuka dan bersedia menjawab setiap pertanyaan. Ia perempuan asal Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Statusnya janda beranak satu. Putranya tinggal di Kapuas bersama neneknya. Ia juga mengaku diajak teman untuk ‘bersekolah’ di SD 2. Ia bercerita apabila mereka sebetulnya tidak mendapat gaji dari pemilik wisma atau yang biasa disebut ‘mami.’ Satu-satunya cara agar mereka bisa mendapat uang adalah dengan mendapatkan ‘ladies.’ Ladies adalah istilah yang mereka pakai untuk menunjukkan bahwa mereka mendapat tamu yang ingin mengunakan jasanya. “Tarif kami Rp150-200 ribu. Untuk sewa kamar diberi ke mami (pemilik wisma), short time Rp20 ribu, bermalam Rp30 ribu,” ucapnya sambil menyalakan rokok menthol miliknya. Disinggung tentang motivasi kerjanya, ia hanya tersenyum kemudian beranjak pergi. Perempuan yang ketiga sebut saja Putri. Menurut informasi, ia baru saja bergabung di Wisma Arini. Ia perempuan yang liar. Saat bernyanyi, ia berjoget layaknya biduan dangdut amatir versi youtube. Goyangnya menggoda. Tank-top gelap danrok jins biru ketat super mini yang dikenakannya menambah kesan seksinya. Ia mabuk, namun ia tampak berusaha keras agar dia dapat ladies. Ketika duduk, ia bahkan tak segan-segan merenggangkan pahanya sehingga (maaf) celana dalamnya kelihatan! “Ayo sekolah?” ajaknya. Namun para tamu yang hadir dalam sidang itu tampak malu-malu kucing. Mereka hanya tersenyum. Putri terlihat gusar, sehingga ia marah. “Kok gak ada yang ngajak aku ngamar?” katanya. Ia pantas gusar. Ia telah menemani tamu-tamunya sejak dari jam 2 siang. Namun, sampai jam 8 malam belum ada yang ‘sekolah.’ Dapat dimengerti. Mereka hanya dapat fulus dari tamu. “Masak,” kata Putri, “udah ditemenin dari jam 2 siang nggak ada yang mau sekolah?” [caption id="attachment_146273" align="aligncenter" width="300" caption="Ilustrasi: Google"][/caption] Jutaan rupiah Seorang pelanggan, sebut saja Agung, seorang pemilik kebun sawit plasma di Kecamatan Balai Riam mengatakan dirinya harus merogoh kocek hingga jutaan rupiah untuk ‘bersekolah.’ “Satu juta, tujuh ratus, lima puluh ribu,” ejanya. Malam itu, ia menyebut angka yang lebih tinggi. “Dua juta, tujuh ratus berapa-lah, aku lupa,” katanya. Bagaimana tidak jutaan? Harga sebotol saja, katakanlah Rp80 ribu. Orang-orang ini bisa habis tiga sampai empat dus. Satu dus satu lusin. Hitung sendiri! Mereka-mereka ini sebetulnya hanya ingin minum, menyanyi dan ditemani. Kalau harga cocok ya ‘sekolah.’ Selain Agung, malam itu hadir juga pegawai negeri sipil yang berdinas di Kantor Bupati Sukamara dan salah seorang kepala desa. Di luar, mobil patroli Polres Sukamara juga ada. Dibawah Umur Siang itu, dua perempuan sedang bermain kartu di sebuah wisma tepat seberang warung milik Nia. Tak lama kemudian, mereka berjalan menuju warung kecil itu. Keduanya berambut panjang. Yang satu dikuncir dan satunya lagi dibiarkan terurai. Mereka tampak masih muda kala tidak boleh dibilang belum remaja. Tinggi mereka kurang dari 165 sentimeter, dan langsing. Kulitnya bersih, bibirnya ranum. Perkiraan mereka belum menginjak usia 17 tahun. Sesekali mereka menggoda tamu yang sedang duduk-duduk di kedai Nia. Salah seorang tamu kiranya ingin tahu berapa usia mereka dan mulai bertanya,  “Berapa umur kamu?” “Dua puluh lima!” Tidak Mungkin!

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun