Mohon tunggu...
Rangga Hilmawan
Rangga Hilmawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pemikiran adalah senjata Mematikan. Tulisan adalah peluru paling tajam

Seorang Pemuda Betawi - Sunda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sarodi Si Anak eRWe

30 November 2020   17:31 Diperbarui: 30 November 2020   17:37 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Dictio.id

Sekitar 30 menit kemudian, sarodi bangun, tapi suatu kemustahilan jika dua orang lelaki yang baru saja membelalakan mata dari tidurnya akan langsung beranjak dan memulai aktivitas,ditambah kamar yang nyaman dan cemilan sisa semalam yang masih layak untuk dimakan ada pada kamar tersebut,  mereka akan bermalas-malasan, minimal satu atau dua jam.

Hilman merogok kantong, mengorek-ngorek isi tas, mencari bungkus rokok berwarna putih sambil memegang cangkir yang sudah diisikan bubuk kopi. Ucapnya berkata pada diri sendiri.

"wah, rokok gw abis euy, warung dimana di?"
"lu mau beli rokok a? sini uangnya, biar gw yang beli kedepan"
"gausahlah, biar urang aja yang berangkat, masa iya gw nyuruh lu beli sesuatu yang gapernah lu beli"

Hilman tidak sampai hati untuk membiarkan sarodi membelikan rokok untuknya, walaupun hal yang (mungkin) wajar jika pemilik rumah membantu temannya (tamunya), ditambah, memang sarodi ini bukan seorang perokok. Hilman hanya meminta arahan warung yang dekat dari rumah sarodi dan menjual rokok.

***

Setelah hampir lima belas menit berjalan, di komplek perumahan itu tidak ada warung, sekalinya menemukan watung, terpampang di kaca etalase bertuliskan dua baris kalimat, kalimat pertama "tidak boleh ngutang", kalimat dibawahnya bertuliskan "tidak menjual rokok", demi membeli sebungkus rokok, Hilman rela menghabiskan paginya untuk berjalan memasuki gang kecil perkampungan dan meninggalkan kamar temannya yang begitu nyaman untuk rebahan seharian.

Setibanya di warung, sang pemilik melayani dengan ramah. Peristiwa tukar beli barang dan uang pun terjadi, yang mana secara tidak langsung ini akan menambah pemasukan bagi pemilik barang, mengurangi uang sang pembeli, yang lebih penting, ada pajak yang dipungut untuk membangun infrastruktur bangsa ini. Karena pakaian dan penampilan yang berbeda dari orang-orang yang biasa dilihat disekitarnya, pemilik warung bertanya pada Hilman.
"dari mana mas, bukan warga sini ya?"
"bukan bu, saya lagi main ke rumah temen, kebetulan rumahnya ada di perumahan sebelah situ" Hilman menjawab sopan sambil menunjukan arah perumahan yang dimaksud, lalu sang pemilik warung bertanya.
"rumah siapa ya? soalnya  perumahan itu sama kampung sini masih satu RW, siapa tau kenal"
"ohh iya bu, temen saya namanya Sarodi bu"
"ohh.. yang anak RW itu ya"
belum sempat menjawab, dari raut wajahnya terlihat pemilik warung begitu ketus dan kesal mendengar Hilman adalah teman dari Sarodi. Namun tidak terlalu dipikirkan, paling penting dia sudah mendapatkan sebungkus rokok yang ditukarnya dengan uang 24.000 rupiah. Hilman beranjak pergi dan tidak lupa berterima kasih pada transaksi yang baru saja terjadi.

Baru beberapa langkah meninggalkan warung, terdengar gumam yang pemilik warung tersebut berkata
"temenan ko sama orang yang gapunya sopan santun kaya gitu.................." kalimat selanjutnya tidak terlalu terdengar jelas, karena langkahnya yang semakin jauh meninggalkan sumber suara. 

Hilman hanya bisa tersenyum, dalam hati, sambil terus melangkahkan kaki kembali kerumah Sarodi.

***

Kembali pada siang hari sebelumnya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun