Mohon tunggu...
Rangga Hilmawan
Rangga Hilmawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pemikiran adalah senjata Mematikan. Tulisan adalah peluru paling tajam

Seorang Pemuda Betawi - Sunda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[254] Cerita "Temanku"

16 November 2020   18:16 Diperbarui: 16 November 2020   18:34 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
perjalanan | pikist.com

Sepertinya mereka kelompok pecinta alam yang memang sedang berkemah di tempat yang secara aturan diperbolehkan, orang-orang itu dengan ramah dan baik membantu untuk menghangatkan tubuhnya, diberinya sup untuk dimakan, disodorkan sepasang pakaian untuk temanku kenakan. Salah satu dari mereka melihat temanku dengan tatapan yang aneh,
namun tetap ramah. Dia menyodorkan tangan sambil berkata "saiful", temanku hanya membalas dengan senyuman dan anggukan kepala. Sepertinya saiful ini orang yang paling tua diantara mereka, terlihat dari cara berpakaian dan uban serta beberapa keriput yang muncul diantara mata dan dahinya, namun jiwanya masih muda. Haripun sudah gelap, temanku
dipersilahkan tidur didalam tenda untuk bisa melanjutkan perjalanan esok hari setelah semua benarbenar dirasa kondusif.

Sebelumnya tertidur, dia duduk didepan perapian ditemani dengan saiful, berbincang-bincang ringan tentang pengalaman saiful mendaki gunung, bertemu binatang buas, serta apa saja yang ada dan bagaimana menghadapinya ketika di gunung. Yang membuatnya begitu penasaran adalah ketika akan melangkahkan kaki masuk kedalam tenda, saiful berkata "aku tau apa yang kamu alami, aku memang tidak pernah mengalaminya, tapi aku tau betul bagaimana perjuanganmu, besok akan aku perlihatkan apa yang sesungguhnya terjadi" sambil melemparkan senyum dan anggukan kepala kearah temanku. Temanku membalas anggukan itu dan bergegas tidur. Keesokan hari setelah keluar dari tenda yang nyaman, saiful sudah memegang sebuah cangkir berisikan air hangat, dia mengajak temanku untuk duduk disampingnya. Tanpa banyak basa-basi, saiful berkata "kamu telah berhasil melalui semua tipu daya hutan itu" sambil menunjuk ke arah hutan yang telah temanku lewati. 

Dilanjutnya, "setahuku hanya ada dua jalan untuk keluar dari hutan itu, menuju barat, atau menuju timur" yang ia tunjukan jauh ke arah seberang tempat mereka berdiam diri. Temanku terheran lalu bertanya "selama ini aku berjalan menelusuri sungai ke arah selatan, berarti posisi kita saat ini berada di barat daya?" tanpa menunggu pertanyaan selanjutnya, saiful menjawab "benar, jika posisi awalmu sebelah sana, lalu kau berjalan ke arah sana, dan menuju sana, lalu berakhir disini, kamu berada di barat daya, aku tahu tujuanmu adalah ke arah barat, menuju lembah,
bukan?" sambil jarinya terus menunjuk arah-arah yang dimaksudkan. Belum sempat temanku menjawab, saiful menyambung omongannya "jika kau menuju lembah yang mempunyai dimensi untuk mengembalikanmu, kau tinggal sedikit berjalan ke arah belakang tenda, kau
akan terhindar dari kumpulan binatang buas yang menunggu orang berjalan ke arah barat, karena saat ini posisimu pada akhirnya akan membelakangi kumpulan
hewan tersebut".

Tanpa pikir panjang, temanku bangkit dan berjalan sesuai arah yang ditunjukan, sadar bahwa baju yang dikenakan bukan miliknya, dia berniat kembali dan menukarkan baju, namun baru beberapa langkah ia melewati tenda, begitu menoleh sudah tidak ada apa-apa, hanya saiful yang berdiri menatapnya dengan senyuman dan berkata untuk terakhir kalinya "sudah, jangan kau kembali lagi, lanjutkan perjalananmu, aku titip salam kepada teman-temanmu kelak, sampaikanlah untuk biasakan diri membuat kebajikan dan biasakan diri membuat kesejahteraan yang sejati". Temanku membalas dengan anggukan kepala dan meneruskan perjalanan menuju lembah. Sesampainya dilembah, matanya dibuat kagum dengan keadaan disekitar, sisi kiri dan kananya sebuah gunung tinggi yang diwarnai oleh warna hijau cerah, sepanjang lembah itu ada bunga-bunga bermekaran, dari mulai bunga matahari, hingga bunga edelweiss.

Dia duduk diantara bunga-bunga itu, membaringkan badan sejenak melepas semua kelelahan dan ketakutan yang dialami, semua langsung menjadi gelap, lagi-lagi dia tak sadarkan diri. Sesadarnya dari situasi indah yang baru saja dinikmati, dia terbangun disebuah ranjang, yang selimutnya berwarna hijau muda, ada sebuah alat elektrokardiogram yang tak henti mengeluarkan bunyi, sebuah selang infus yang tergantung disisinya. Temanku sekarang terbangun dirumah sakit, tanpa ada seorangpun yang menjenguk dan menemaninya, beberapa hari mampu dia lewati, hingga pada akhir dokter membolehkannya pulang, dari ujung pintu
terlihat olehnya aku masuk dan membawanya pulang.

Dia menceritakan semua yang dilaluinya, lalu terucap darinya "Membiasakan diri membuat kebajikan dan membiasakan diri membuat kesejahteraan yang sejati", hingga saat ini aku belum tau apa yang dimaksud dari kata-katanya, kata-kata yang diucapkan oleh saiful kepada temanku, hingga sampai perkataan itu padaku, ataupun nanti orangorang yang bertemu dengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun