Mohon tunggu...
Rangga Andriana
Rangga Andriana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi | Learn to be a journalist | Founder @_autofocus Professional Wedding Photographer |

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Human Relation dan Komunikasi di Dalam Lembaga Pemasrayarakatan

6 April 2013   12:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:38 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan artikel ini adalah tulisan ketika saya mengambil Mata Kuliah

Penulisan Artikel Semester lima yang lalu.

Pembinaan narapidana dan penerapan Human Relation yang baru-baru ini diterapkan oleh Lembaga Pemasyarakatan dinilai menjadi unsur penting sipir dalam menjalin hubungan dan pembinaan yang baik terhadap narapidana.
Human Relation atau istilah yang biasa disebut 'hubungan antar manusia’ bukan menjadi sesuatu hal yang baru didalam berkehidupan sosial. Saling membutuhkan satu sama lain ialah menjadi kebutuhan yang utama dalam menjalani hidup. Tentunya ada banyak cara untuk menjalin hubungan antara satu sama lain, misalnya dengan cara: berteman, berdiskusi, bertetangga, atau hubungan yang dijalin dengan cara berkomunikasi dan pendekatan lebih dalam sehingga terjalin relasi yang kuat antara satu dengan yang lain juga bisa disebut sebagai Human Relation.

Dahulu Lembaga Pemasrayakatan atau biasa disingkat dengan LP dikenal sebagai penjara. Sistem yang digunakan yaitu sistem kurungan terhadap narapidana, sehingga narapidana memiliki keterbatasan untuk bersosialisasi, berinteraksi antara narapidana yang lainnya, bahkan ketika ingin melakukan kegiatan yang bersifat bilogis (makan, minum, dan buang air). Memang pada umumnya pandangan orang menilai Lembaga Pemasrayakatan menjadi satu bagian yang menyeramkan, dimana narapidana hidup dalam proses blokade terhadap kehidupan sosial itu sendiri agar merasakan efek jera dari pidananya.
Seperti yang dijelaskan oleh Iqbal Fahmi S.Ikom dalam skripsinya. Dalam pandangan lama masyarakat, petugas Lembaga Pemasyarakatan yang biasa disebut 'Sipir', berperan sebagai pengawas yang bertugas mengawasi narapidana dalam Lembaga Pemasyarakatan. Dahulu, interaksi yang dilakukan antara sipir dengan narapidana juga terbilang minim. Sipir dalam hal ini bisa disebut 'Mandor' yang hanya memantau dan mengawasi keberlangsungan hukum yang dijalani oleh narapidana, dengan berakibatnya interaksi antara sipir dan narapidana adalah interaksi yang tidak manusiawi. Tentu interaksi yang tidak manusiawi tersebut menjadikan fisik dan psikologis narapidana menjadi tidak baik, dan terciptanya hubungan yang tidak harmonis antara Lembaga Pemasyarakatan dan narapidana. Banyak kasus-kasus kekerasan yang terjadi terhadap narapidana oleh oknum sipir. Pada tanggal 15 Mei 2012 pengeroyokan terhadap narapidana oleh oknum sipir yang mengakibatkan narapidana luka parah. Tanggal 3 september 2011 terjadi juga bentrokan antar narapidana dan oknum sipir pada Lembaga Pemasyarakatan Pakjo, yang berawal dari pemerasan terhadap narapidana oleh oknum sipir.


Semua itu terjadi karena implikasi model Undang-Undang Lama.


Ada dua Peraturan Pemerintah yang membuat kehidupan sosial di Lembaga Pemasyarakatan antara sipir dan narapidana menjadi tidak harmonis. Yang pertama ialah Pasal 23 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983. Pasal ini menerangkan bahwa kepala Lembaga Pemasrayarakatan wajib membuat tata tertib dan disetujui oleh menteri. Tentu saja secara teknis, aturan-aturan yang akan dibuat ialah peraturan pembatasan gerak narapidana. Dan yang kedua ialah Pasal 11-40 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 yang mengatur tentang hak dari tahanan dari tahanan atau narapidana, antara lain adalah mendapatkan pelayanan dalam bidang ibadah, jasmani, dan rohani, pendidikan dan pengajaran, pelayanan kesehatan dan makanan, keluhan, bahan bacaan dan siaran media massa, dan juga kunjungan.
Akibat dari peraturan tersebut, timbulnya efek sosial yang mengakibatkan menurunnya ruang untuk bersosialisasi bagi narapidana dalam lembaga pemasrayarakatan. Seolah-olah ada tembok besar yang membatasi gerak narapidana dalam berinteraksi dan bersosialisasi yang dikontrol oleh pihak lembaga pemasyarakatan.
Bisa dibayangkan kesempatan berkomunikasi, beraktivitas seperti berolahraga, membersihkan badan, berkomunikasi sesama narapidana yang cenderung dipangkas bahkan dibatasi. Tidak menutup kemungkinan psikologis narapidana cenderung merasakan rasa emosional bahkan stress.


Komunikasi dan Pembinaan terhadap narapidana


Tugas pokok utama sipir yaitu mengawasi keamanan, keselamatan dan pembinaan kepada narapidana. Jelas ini berbanding terbalik dengan padangan lama yang hanya sebagai pengawas dan mengawasi kelangsungan hukum yang dijalani oleh narapidana. Sipir dalam hal ini seharusnya memang membuat gebrakan untuk menghancurkan pandangan lama, agar membangun citra Lembaga Pemasyarakatan yang lebih baik dengan cara pendekatan dan pembinaan. Terjadinya kesadaran ini memungkinkan adanya komunikasi yang akan dijalin antara sipir dan narapidana menjadi harmonis.
Tentu dalam hal ini komunikasi berperan penting atas sukses atau tidaknya proses pembinaan. Selain itu tenaga sipir dari bidang ilmu sosial seperti psikolog, psikiater dan sebagainya juga berperan penting untuk mengetahui sejauh mana perkembangan lingkungan narapidana. Komunikasi personal yang bisa dijalin yaitu asas kekeluargaan, lebih ke 'mengajak' daripada 'memerintah' juga program pembinaan yang dilakukan secara tidak langsung.


Lalu apa hubungannya antara Human Relation dengan pembinaan Lembaga Pemasyarakatan?


Fokus pembinaan yang dilakukan oleh sipir tentu tidak selalu mudah. Namun memang kuncinya ialah pendekatan personal dan komunikasi yang mendalam, yang dalam artian tidak hanya seperlunya saja komunikasi itu berlangsung. Variasi bisa saja dilakukan dengan cara mengadakan acara makan bersama, kompetisi olahraga antara sipir dan narapidana, penyuluhan atau seminar narkoba dan pencegahan kejahatan, shalat berjamaah, senam dipagi hari, seminar kewiraushaan, juga merupakan rangkaian dari human relation itu sendiri. Dengan cara seperti itu pembinaan akan merata, dalam artian tidak kaku dan baku.
Ada saat dimana mental narapidana menjadi kuat dan tingkat sosialnya pun bertambah. Pengukur keberhasilan human relation itu sendiri bisa dilihat dari seberapa antusias narapidana mengikuti acara-acara yang diselenggarakan, jika banyak berarti komunikasi personal antara narapidana dan sipir berjalan sukses, namun jika sedikit maka komunikasi personal tidak berjalan dengan baik. Tentu itu merupakan tantangan lembaga pemasyarakatan dalam melakukan program pembinaan dengan cara human relation ini.
Memang tidak selalu cara pembinaan human relation berjalan dengan lancar, hambatan-hambatan seperti kondisi fisik narapidana, kurangnya tenaga sipir yang berkompeten, dan kurangnya pemahaman sipir dalam berkomunikasi menjadi hambatan yang sering terjadi pada lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Namun hambatan tersebut harus segera terpecahkan secara solutif. Karena cara pembinaan tersebut dinilai baik untuk psikologis narapidana dan target point yang diinginkan oleh lembaga pemasyarakatan terhadap narapidana jika bebas nanti. Target point nya yaitu mencetakpribadi yang baru, bersih, dan mempunyai bekal sosial agar ketika membaur dilingkungan yang baru narapidana tidak canggung. Dengan target seperti itu hubungan narapidana dan lembaga pemasyarakatan melalui sipir harus baik.
Dengan penerapan seperti itu Lembaga pemasyarakatan juga menghapus citra buruk dimata masyarakat. Tentu dengan cara human relation ini merupakan pembentukan citra yang baik dimata narapidana dan masyarakat. Agar masyarakat menilai bahwa lembaga pemasyarakatan ialah tempat yang aman untuk narapidana dan peduli terhadap pembentukan pribadi sosial yang baru kepada narapidana, sehingga masyarakat tidak terlalu khawatir jika narapidana bebas nanti akan meresahkan masyarakat. Pandangan narapidana yang secara tidak langsung membentuk pribadi sosial yang baru juga merupakan pengukur keberhasilan positif yang akan dirasakan oleh semua elemen masyarakat.
Komunikasi memang merupakan unsur penting untuk mengubah kebiasaan buruk dan dengan cara penerapan yang beragam dan bervariasi. Semoga dengan penerapan human relation ini dapat mengangkat hak dan martabat narapidana menjadi lebih baik darisebelumnya.
*sumber tulisan: Skripsi Iqbal Fahmi
*http://journal-rangga.blogspot.com/2012/12/human-relation-dan-komunikasi-didalam.html

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun