Mohon tunggu...
Randy Ramadhan
Randy Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Randy Ramadhan adalah seorang penulis, podcaster, programmer dan suka Filsafat. Penulis buku Surat Untuk masa depan (Penerbit El-Markazi, 2021) dan Bertanya tentang hidup (Penerbit El-Markazi, 2022). Kegiatan aktif di bidang Podcast Hidup dan Waktu, eksperimen projek dan untuk melatih logika berpikir dan merefleksikan dalam hidup.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Filosofi Hubungan

16 Januari 2023   16:59 Diperbarui: 16 Januari 2023   17:32 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Filosofi Hubungan.

Kadang kita merasa bahwa jodoh dan hubungan itu di atur oleh Tuhan atau hal yang sejenis itu, namun apakah seperti itu? apakah jodoh itu datang dari Tuhan? Terkadang filsafat ada untuk mempertanyakan hal itu, sebuah posisi dimana kita dapat netral dan tanpa di ganggu oleh doktrin atau dogma tertentu. Oke baiklah, sehingga jika jodoh atau hubungan kekasih bukan dari Tuhan, namun dari mana kah itu berasal?

Kita hidup dari sebuah proses, yang mana dengan sebuah proses ini kita dapat menghasilkan sebuah hasil. Namun dengan begitu, jika kita merasa proses itu menghasilkan sebuah hasil, maka percintahaan dan hubungan pun seperti itu. 

Cinta dan kasih sayang ddapat terjadi karena sebuah proses. Tidak ada campur tangan sedikitpun pihak lain, melainkan mereka sendiri yang terlibat. Sehingga oleh sebab itu, maka proses mencintai ini adalah proses yang memang hanya akan ada dari manusi ke manusia. Tidak ada campurutangan Tuhan dalam proses ini. Benar proses.  Namun tentu saja, saya bukan berarti tidak percaya padaa eksistensi Tuhan atau keanugrahan Tuhan, namun menurut saya, Keputusan Tuhan datang dari apa yang kita lakukan. 

Pasangan itu dapat menjadi pasangan karena Tuhan melihat hasil yang baik dari proses yang pasangan itu lakukan. Sehingga oleh sebab ini, maka Tuhan sebenarnya memang Maha Adil. Karena Tuhan akan melihat bagaimana proses daari pasangan itu untuk belajar dan mendapatkan pengalaman tentang Pasangannya sendiri. 

Namun jika seperti itu, bagaimana dengan mereka yang hubungannya rusak dan tidak ada cinta diantaranya? apakah ini adalah sebuah hubungan? jodoh? atau cinta sejati? Sayangnya secara logika dan teologi, cinta mengajarkan moralitas dan kasih sayang. Menghargai batasan dirinya sendiri kepada pasangannya dan bertindak dengan bijaksana pada pasangannya. Namun yang terjadi pada mereka adalah, ketidakbijakkan. Ketidakbijakkan datang dari rasa curiga, iri, cemburu dan di bungkus dengan amarah. Namun memang, ini adalah proses. Tuhan akan menilai mereka adalah pasangan atau bukan. 

Ibarat pengirim signal dan penerima signal radio, mereka berpasangan ketika frekuensi nya stabil, begitupula dengan pasangan. Sehingga, mungkin menurut Tuhan, bahwa pasangan itu haruslah satu frekuensi dengan kita, saling menerima kondisi, dan mengerti batasannya masing masing. 

Pasangan radio dapat berkomunikasi ketika mereka satu frekuensi, hanya ada 2 kemungkinan jika itu rusak, bertama masing masing atau salahsatu radio tersebut rusak, sehingga tidak dapat menerima frekuensi, atau frekuensi nya rusak, karena mengirimannya buruk. Jika hubungan rusak, hanya ada dua kemungkinan, pertama dari diri pasangan itu masing masing atau salahsatu, atau bagaimana penyampaian masing masing pasangan tersebut, yang menyebabkan frekuensi hilang atau tidak dikenali.

Era milenial keatas memiliki cara mencintai yang cukup aneh, misalnya berpacaran, dan cara berpacarannya pun aneh. Makna dari berpacaran adalah mengenal diantara pasangannya, bukan menjadi budak cinta yang tiap hari harus berkomunikasi, harus On Chat atau hal hal yang bersifat seamless realtime, apalagi misalnya ketika salahsatu dari mereka pergi, mereka harus di tanyai 5W+1H nya, dan harus live location agar tetap terlacak keberadaannya. 

Apakah ini adalah sebuah pacaran? Sayangnya kita membunuh makna pacaran yang sejatinya. Orang orang yang ingin berpacaran dengan benar, terlanjur di nilai oleh masyarakat secara hina atau penuh dengan dosa. Namun berpacaran ini adalah hal yang perlu di lakukan. inti dari berpacaran adalah komunikasi, menggali informasi secara pelan pelan untuk mendapatkan kebijaksanaan dirinya sendiri atau pasangannya. 

Jika melihat dari kasus tersebut, maka pacaran seperti itu sama saja dengan membunuh pasangannya. Ini yang tidak pernah terekam oleh HAM. Sehingga apa harus kita membuat Hak Asasi Perasaan? memberikan jaminan mental yang dapat menghindari hubungan pacaran yang merusak seperti itu? Saya merasa bahwa mentalitas akan rasa takut dan cinta tidak dapat di bedakan oleh orang yang berhubungan seperti itu. Ini yang menyebabkan rusaknya cara berpacaran atau berhubungan.  Jika kita meminta pada Tuhan, ya Tuhan pun tidak akan peduli, karena itu adalah resiko pasangan tersebut. Jikapun Tuhan peduli, Tuhan hanya memberi sebuah pesan, yang sebenarnya sudah ada di depan mata, namun kebanyakan pasangan tidak melihatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun