Mohon tunggu...
Randy Ramadhan
Randy Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Randy Ramadhan adalah seorang penulis, podcaster, programmer dan suka Filsafat. Penulis buku Surat Untuk masa depan (Penerbit El-Markazi, 2021) dan Bertanya tentang hidup (Penerbit El-Markazi, 2022). Kegiatan aktif di bidang Podcast Hidup dan Waktu, eksperimen projek dan untuk melatih logika berpikir dan merefleksikan dalam hidup.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Si Anjing

25 Desember 2022   18:26 Diperbarui: 25 Desember 2022   18:33 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku teriak namun tidak bersuara
Karena rantai besi di leher ku
Rantai yang tak terlihat, namun menyesakkan
Bergerak, namun terbatas

Kandang besi yang kasat mata
Namun jaraknya selalu didepan mata
Melihat indahnya dunia dari sana
Namun leher terikat tak berdaya

Kandang yang empuk
Namun serasa begitu keras dan tak nyaman
Makanan yang hangat
Namun serasa dingin dan tak terangan
Kenikmatan yang hampa, hanya ilusi belaka

Apa aku adalah anjing rumahan?
Atau akulah anjing tahanan
Diberi makan, diberi aturan
Seolah anjing yang bertuan.

Namun

Bukankah anjing itu cerdas?
Bukankah anjing itu perhatian?
Bukankah anjing itu melindungi?
Dan, Bukankah anjing itu bebas?

Akulah anjing.
Anjing yang seharusnya mendapatkan semua itu
Mendapatkan apa yang aku inginkan tanpa ada anjing anjing lain yang merebut nya
Oh, maksudnya tuan tuan ku yang merebutnya.

Akulah anjing.
Anjing yang menginginkan kebebas
Menggigit dan berlari, dan kugibaskan ekorku
Menggonggong dengan bebas
Sebebas bebasnya tanpa terikat tuanku

Namun apa daya karena aku anjing
Aku teriak namun tidak bersuara
Karena rantai besi di leher ku
Rantai yang tak terlihat, namun menyesakkan
Bergerak, namun terbatas

Kandang besi yang kasat mata
Namun jaraknya selalu didepan mata
Melihat indahnya dunia dari sana
Namun leher terikat tak berdaya

Kandang yang empuk
Namun serasa begitu keras dan tak nyaman
Makanan yang hangat
Namun serasa dingin dan tak terangan
Kenikmatan yang hampa, hanya ilusi belaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun