Mohon tunggu...
Wiselovehope
Wiselovehope Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 2)

2 Februari 2023   11:17 Diperbarui: 2 Februari 2023   11:28 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi edit pribadi

Hati Maharani masih sedikit berdebar-debar dengan kalimat bernada sedikit tak mengenakkan dari seorang wanita yang belum lama ia kenal. Alih-alih merasa tak betah, ia mencoba untuk tetap berpikir positif, walaupun heran mengapa Lady Rosemary bertindak demikian.

Wanita itu menjauh dan kembali duduk tenang di sofanya, meraih dan menikmati cangkir teh miliknya seolah tadi tak terjadi apa-apa. Gayanya anggun berkelas, tampak sekali ia seorang wanita Everopa terpelajar. Walau memuakkan, Maharani harus mengakui jika calon majikannya ini berkepribadian kuat, keras bagai batu karang, tak suka dan tak ingin dibantah dan ditentang.

Tak lama kemudian, dua remaja berusia belasan tahun tiba di ruang tamu. Keduanya tampak cantik dan tampan, berusia sekitar enam belas hingga delapan belas tahun. Bergaya elegan dan dewasa walau berusia belia, terbalut busana semi formal. Keduanya mengangguk hormat kepada Maharani sambil menyapa formal dengan suara kecil, "Selamat datang, Nona Cempaka. Kami ingin sekali belajar bahasa asing lain, khususnya Bahasa Evernesia, dari Anda. Kami harap Anda bisa membantu kami, mendidik kami hingga kami menjadi fasih berbahasa negeri Anda, sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih!"

Lady Rosemary segera memperkenalkan anak-anaknya, "Si sulung Leon, 17 tahun, si bungsu Grace, 15 tahun. Mereka sudah beberapa belas tahun melakukan homeschooling atau belajar di lingkungan rumah saja. Semua yang ada di lingkungan residensial kami telah mendukung kegiatan studi mereka. Kami memiliki istal, ranch, peternakan aneka hewan penghasil aneka produk dairy, ternak unggas pedaging dan petelur, perkebunan buah dan sayur, intinya, segala yang kami butuhkan di tempat ini. Rumah kami adalah sebentuk komunitas kecil yang sangat mandiri. Kuharap Anda juga akan betah di sini, Nona Cempaka, jadi..." Lady Rose mengajukan pertanyaan yang ditunggu-tunggu, "Apakah Anda tertarik untuk menerima gaji yang sudah kuajukan dan bersedia untuk tinggal di sini selama yang kami butuhkan? Jangan khawatir, Anda akan menerima lebih banyak lagi jika sudah memasuki beberapa minggu atau bulan di sini, kami akan membuat Anda tak pernah ingin kembali lagi ke Evernesia!"

Maharani berdebar-debar. Ia sungguh-sungguh hanya ingin mengajar, tak ada yang lebih didambakannya. Uang dan penghasilan besar bukan motivasi utamanya. Lalu, setelah tiba di negeri sejauh ini, mengapa tetiba sesuatu yang lain mulai mengusik batinnya?

Pemuda asing tadi diam-diam muncul lagi dalam benaknya. Jika ia memutuskan untuk tinggal di sini, ia akan bertemu lagi dan lagi dengan sosok tinggi dan tampan itu. Yang wajahnya selalu terlihat teduh dan ramah itu.

Ia belum tahu itu siapa, yang jelas bukan ayah dari anak-anak ini. Masih terlalu muda, paling-paling hanya berumur dua atau tiga tahun di atasnya. Untuk bertanya langsung, Rani masih merasa sangat segan. Namun gelegar suara Lady Rose menyentakkannya dari lamunan aneh nan indah itu.

"Nona tampaknya masih ragu-ragu. Sebenarnya tak begitu susah untuk hidup di sini bersama kami sekeluarga, asal Anda bersedia menuruti semua yang kujadikan aturan bersama yang tak boleh dilanggar, dijamin Anda akan sangat berbahagia menjadi bagian keluarga kami."

"Ba-ba-baiklah!" Tak punya pilihan lain dan tak mungkin mundur lagi setelah datang sejauh ini, Maharani akhirnya menyetujui. Sebuah surat yang telah ditandatangani Lady Rose segera berada dalam tangannya. Tulisan tangan wanita itu sangat rapi dan indah, menunjukkan tingkat keterpelajaran yang tinggi. Sempat merasa tidak nyaman, akhirnya Maharani jadi juga membubuhkan tanda tangannya sendiri.

Lady Rose bertepuk tangan tiga kali, kedua anak remajanya ikut bersorak kecil. Namun tatapan tajam mata biru tua ibu mereka seketika membuat keduanya diam seribu bahasa. Memiliki orang tua segalak itu tentu saja membuat keduanya tak bisa berkehendak sesuka hati!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun