Mohon tunggu...
Wiselovehope
Wiselovehope Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Jujur Saja, Ini Beberapa "Penyakit Kronis" Penulis!

26 Januari 2023   14:45 Diperbarui: 27 Januari 2023   10:21 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi via Pixabay

Penulis tidak selamanya enjoy dan happy-go-lucky dalam bekerja atau berhobi literasi. Ada beberapa hal yang kerap tidak disadari dan masih sering kita lakukan. Apa saja misalnya?

1. Tidak mau menambah atau mengubah cara pikir dalam memakai diksi dan kosakata, bertahan dengan apa yang mungkin sudah jadi kebiasaan. Misalnya, sudah tahu kata netra sangat jarang digunakan dalam kata selain tuna netra, tetap saja ngeyel memakai kata netra dengan alasan 'lebih bagus' atau kekinian daripada kata 'mata'.

2. Menggunakan sinonim-sinonim yang terlalu nyastra agar terkesan indah dan elegan, padahal sebetulnya tidak selalu diperlukan. Jika kata-kata biasa saja sudah cukup makna, untuk apa nyastra? Tidak apa-apa sekali-sekali keluar dari zona nyaman, asalkan masih nyaman dibaca, tidak membuat pusing. Tidak perlu membuat pembaca sampai kebingungan, ini maknanya apa? Lalu gercep search deh! Meski bermaksud baik (misalnya memperkenalkan diksi, mendidik tanpa guru) hendaknya tidak sampai bertele-tele. Jika ada bahasa daerah, diberi keterangan/diterjemahkan.

3. Terlalu banyak menggunakan bahasa santai, non baku atau gaul dalam penggunaan di literatur yang kurang tepat, misalnya non fiksi edukasi/pendidikan. Tak apa jika membuat fiksi komedi atau teenlit misalnya, atau sebagai unsur dalam fiksi budaya lokal. Untuk beberapa jenis literatur (terutama di ranah formal) lebih baik menggunakan bahasa baku. Baku tak berarti kaku, asal tahu bagaimana penggunaan katanya.

4. Mindset yang sempit karena terlanjur nyaman menulis genre tertentu dan malah mengecilkan atau memandang rendah genre lain atau malah karya penulis lain, 'Ah, yang begituan 'mah sepi, kuno, tidak ada yang bakal baca!' dan sebagainya. Padahal belum tentu semua penulis juga suka dan setuju pada genre yang dituliskannya, dan belum tentu tulisannya laris karena 'memang bagus'. Apa yang ingin kita tulis hendaknya bebas, karena tulisan adalah sebentuk kreativitas berekspresi. Hanya kata-kata perlu dijaga, tidak asal bebas saja. Tulisan tidak hanya berhenti pada penulisnya, melainkan akan dibaca tanpa ada batasnya dan berakibat pada hidup orang lain. Bukan hanya untuk hiburan lalu selesai!

5. Terlalu mengikuti apa kata para ahli kelas-kelas menulis atau 'ahli-ahli kepenulisan'. Tidak apa-apa mencari ilmu dan pengetahuan, namun hendaknya kita tidak hanya sibuk mengumpulkan materi dan definisi. Cobalah sendiri, jika ragu, carilah pendapat sesama tanpa kemudian saling memaksakan jawaban siapa yang paling benar.

Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun