Bulan Ramadhan selalu membawa nuansa yang berbeda di Indonesia. Selain menjadi bulan penuh berkah bagi umat muslim, ada berbagai tradisi yang berkembang di tengah masyarakat, termasuk tren 'berburu takjil' yang semakin meriah dari tahun ke tahun.
Akan tetapi, ada satu hal yang membuat tren ini menarik: antusiasme umat non-muslim yang ikut serta dalam perburuan takjil khas Ramadhan.
Video-video unggahan memperlihatkan masyarakat dari berbagai latar belakang---baik muslim maupun non-muslim---saling berdesakan mencari takjil terbaik di pedagang kaki lima.
Beberapa di antaranya bahkan rela memakai pakaian muslim, seperti jilbab untuk ikut merasakan euforia tanpa merasa canggung. Bukannya memicu kontroversi, tren ini justru disambut dengan gelak tawa dan apresiasi.
Banyak yang melihatnya sebagai bukti nyata bagaimana Ramadhan bukan hanya milik umat muslim, tetapi juga momen kebersamaan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Dari sudut pandang toleransi beragama, tradisi berburu takjil mencerminkan bagaimana keberagaman di Indonesia tetap bisa berjalan selaras dalam suasana penuh kegembiraan.
Selain itu, dari perspektif sosial dan ekonomi, tradisi ini juga membawa dampak besar, terutama bagi pedagang kecil yang mendapatkan rezeki lebih selama Ramadhan.
Maka, di balik keseruan berburu takjil, ada pelajaran dan harapan tentang bagaimana masyarakat Indonesia merayakan keberagaman dalam kebersamaan.
Berburu Takjil sebagai Representasi Toleransi Beragama
Di Indonesia, toleransi antarumat beragama sering kali diekspresikan dalam bentuk kebiasaan sosial yang terjadi secara alami, tanpa perlu deklarasi formal atau peraturan tertulis.
Tren berburu takjil yang kini semakin viral adalah salah satu contohnya. Dari tren ini, terlihat bagaimana umat muslim dan non-muslim berbagi ruang dan pengalaman dalam merayakan momen Ramadhan.