Mohon tunggu...
muhammad ramyrazd saddad
muhammad ramyrazd saddad Mohon Tunggu... Mahasiswa - International Relations Student

International Relations Student

Selanjutnya

Tutup

Politik

Senjata Nuklir Sebagai Alat Pertahanan Diplomatik Masa Depan

28 November 2021   14:37 Diperbarui: 28 November 2021   14:42 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkembangan zaman memberikan berbagai dampak kemajuan terhadap teknologi dan peradaban manusia. Banyak penemuan-penemuan baru yang telah dibuat oleh manusia salah satu contohnya adalah nuklir. Energi nuklir ini  merupakan sebuah energi alternatif dari permasalahan yang dikarenakan oleh semakin melangkanya sumber dari energi / bahan bakar fosil dan juga dari  masalah lingkungan yang ditimbulkan. Energi nuklir dapat dikatakan  termasuk dalam salah satu energi masa depan yang bersih dikarenakan tidak mengeluarkan emisi, dalam prosesnya nuklir ini memiliki tempat khusus dalam pengembangannya yang biasa disebut dengan reaktor nuklir yang merupakan tempat berlangsungnya fisi nuklir, yang dimana merupakan sebuah proses  terjadinya pembelahan inti atom berat berasal dari ditumbukkan oleh neutron, pembelahan ini menghasilkan energi. (Dika Riyan Saputra, 2019). Dalam aplikasi pengembangannya nuklir ini ditemukan terdapat radiasi yang dapat berbahaya terhadap tubuh manusia yang dimana bersifat menghancurkan dan dapat menimbulkan penyakit apabila terpapar dari radiasi nuklir tersebut.

Seiring dalam pengembangannya ditemukan kembali bahwa nuklir ini dapat menjadi senjata dalam bentuk bom yang akan memiliki daya ledak yang sangat besar yang dimana berbeda dengan bom yang menggunakan mesiu. Diketahui bahwa negara yang pertamakali mengembangkan bom nuklir tersebut merupakan Amerika Serikat pada tanggal 16 juli tahun 1945 yang dimana pada saat itu merupakan pertamakalinya bom nuklir dilakukan uji coba untuk melihat ledakannya. Semenjak saat pertama bom nuklir itu diledakkan hal tersebut menjadi perhatian dari dunia yang membuat negara-negara besar lainnya memulai proyek pengembangan bom nuklir mereka, sehingga secara tidak langsung hal tersebut telah membuat perlombaan senjata yang sangat besar, dikarenakan pengembangannya yang sulit sehingga hanya negara-negara tertentu yang memiliki asset besar yang dapat melakukan pengembangannya (Santoso, 1990).

Bom nuklir juga diketahui pertama kali digunakan sebagai senjata yaitu oleh Amerika Serikat yang pada saat itu menyerang 2 kota di Jepang, yaitu Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan kehancuran total pada perang dunia saat itu pada tahun 1945. Dengan melihat kehancuran yang sangat dahsyat banyak dari negara-negara yang mengajukan penghentian penggunaan dan perlombaan senjata nuklir tersebut, ada sebuah perjanjian yang disebut dengan perjanjian Non-Proliferasi pada tahun 1970 yang dimana ditujukan untuk menghentikan pembuatan, penyerahan, dan penggunaan senjata bom nuklir tersebut. salah satu isi dari pasal yang ada dalam perjanjian Non-Proliferasi tersebut berbunyi negara-negara anggota NPT yang tidak memiliki senjata nuklir berjanji bahwa tidak akan menerima senjata nuklir dari siapapun dan berjanji untuk tidak akan melakukan pengembangan senjata nuklir dan berjanji tidak akan mencari senjata nuklir kepada siapapun (Santoso, 1990).

Diluar dari negara-negara tersebut yang tidak menginginkan atas kepemilikan senjata nuklir, terdapat Negara-negara lain yang ternyata tertarik akan pengembangan bom nuklir tersebut. Negara Rusia, China, Korea Utara merupakan contoh dari  negara-negara yang memilih untuk mengembangkan proyek senjata nuklir. Kemungkinan yang mendasari dari negara-negara tersebut untuk mengembangkan senjata nuklir adalah agar terdapat hegemoni dalam kekuatan militer internasional. Karena dapat dilihat dari sejarah beberapa negara tersebut merupakan negara yang memiliki sejarah tidak akur dengan Amerika Serikat sang negara pertama yang melakukan penggunaan senjata nuklir di dunia. Dengan dasar tersebut mereka mungkin melihat Amerika Serikat menjadi sebuah ancaman yang sangat besar dan kuat apabila tidak diimbangi dengan kepemilikan senjata nuklir tersebut. Semenjak penggunaan nuklir oleh Amerika Serikat tersebut sampai saat ini belum pernah terjadi penyerangan atau peperangan yang menggunakan senjata nuklir.

Tidak adanya penyerangan atau peperangan menggunakan senjata nuklir bukan berarti senjata nuklir tidak pernah diuji coba. Banyak negara-negara telah melakukan uji coba nuklir mereka contohnya saja Korea Utara yang pada saat itu melakukan uji coba senjatanya sehingga menyebabkan alarm Jepang berbunyi dikarenakan mendeteksi penggunaan senjata Korea Utara. Rusia pun juga terlihat sangat sering melakukan uji coba bom nuklir mereka, bahkan diketahui pada saat ini di masa sekarang bom nuklir yang memiliki hulu ledak paling besar yaitu dimiliki oleh negara Rusia yang dimana bom mereka tersebut diberi nama "Tsar Bomba". Ledakan dari Tsar Bomba tersebut diyakini memiliki daya ledak sebesar 50 megaton yang sudah pasti berkalikali lipat lebih besar dari bom atom yang pernah Amerika Serikat ledakkan kepada Jepang pada tahun 1945.

Semenjak saat itu Teknologi dan senjata nuklir telah mengubah praktik diplomatik selama dan sejak akhir Perang Dingin. Proliferasi menjadi lebih dinamis dan kompleks dari sebelumnya. Saat ini, negara dan aktor non-negara dimotivasi oleh berbagai alasan, atau konstruksi, untuk memperoleh teknologi dan senjata nuklir. Ini adalah ideologi, faktor politik dalam negeri, dan dorongan dari komunitas ilmiah yang canggih, menghalangi dan mencegah intervensi oleh tetangga dan/atau aktor lain, tawar-menawar domestik dan diplomatik, dan persepsi ancaman negara. Kompleksitas lain muncul ketika beberapa negara (seperti Afrika Selatan dan Libya) mendekonstruksi identitas dan kepentingan nuklir mereka dengan secara sukarela "mematikan nuklir", atau membongkar program senjata nuklir mereka atau aplikasi sipil teknologi nuklir mereka. Pada saat runtuhnya Uni Soviet hal tersebut menimbulkan risiko proliferasi. Tetapi, pada tahun 1994, bekas republik Uni Soviet seperti sekarang negara Kazakhstan, Belarus dan Ukraina mentransfer atau memberikan senjata nuklir mereka ke Rusia dan menyetujui NPT. Dalam istilah konstruktivis, NPT ini  membentuk struktur normatif yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang membatasi aktor dalam hal kemampuan nuklir mereka, dan mengatur perilaku mereka di bidang ini (Jo-Ansie van Wyk, 2007)

Seperti yang telah dikakatan bahwa senjata nuklir ini telah mengubah praktik diplomatik dalam dunia Internasional, senjata nuklir ini pada masa sekarang dapat menjadi pisau bermata dua yaitu dapat menjadi sebagai alat perdamaian atau sebagai alat penghancur yang sangat mematikan apabila digunakan. Terlebih lagi kepemilikan senjata nuklir ini telah diatur dalam dunia Internasional mengenai jumlah yang boleh dimiliki dan pengaturan tentang letak uji coba yang boleh dilakukan. Bagi negara-negara yang memiliki senjata nuklir menjadi merupakan sebuah nilai tambah pada saat berhubungan atau berdiplomasi dengan negara lain, dikarenakan pasti adanya rasa segan terhadap negara yang memiliki senjata nuklir tersebut. dan juga secara tidak langsung apabila kita lihat dengan memiliki nuklir saja tanpa digunakan hal tersebut juga sudah menjadi senjata. Apabila suatu negara yang memiliki nuklir ini melakukan intervensi secara diplomatik kemungkinan interest yang diinginkan oleh negara tersebut akan mereka dapatkan tanpa harus melakukan intervensi secara militer, sehingga dapat dilihat kepemilikan nuklir ini menjadi amat sangat menguntungkan dan menaikkan pamour dalam dunia Internasional bagi negara yang memiliki senjata nuklir tersebut.

Kepemilikan senjata nuklir juga dapat menjadi sebuah alat pertahanan yang sangat efisien dalam berdiplomatik dengan negara lain, dan juga pada pengaplikasiannya pada zaman sekarang rata-rata negara yang memiliki nuklir ini hanya menjadikan nuklir ini sebagai alat pertahanan utama mereka. Dengan melihat negara-negara yang memiliki kekuatan senjata nuklir tentu negara lain walaupun mereka memiliki senjata nuklir juga mereka tetap akan segan untuk apabila mereka ingin menyerang, dikarenakan mereka tahu konsekuensi apa yang akan mereka dapatkan apabila mereka melakukan penyerangan dalam konteks perang militer. Mereka tahu mereka bisa menang tetapi mereka tidak dapat mendapatkan apapun dari negara yang sudah hancur dan tidak dapat ditempati dikarenakan paparan radiasi dari ledakan yang ditimbulkan oleh senjata nuklir mereka, atau juga apabila masih ada yang tersisa dari serangan tentu mereka akan mendapatkan balasan yang saman atau bahkan lebih besar dari yang mereka luncurkan.

Dalam konteks pertahanan seiring dengan kemajuan teknologi, senjata nuklir menjadi amat sangat canggih. Presiden Rusia Vladimir Putin pada wawancaranya pernah buka-bukaan tentang sistem pertahanan Rusia negara bekas Uni Soviet tersebut. Vladimir Putin mengatakan bahwa apabila negara lain mengebom negara Rusia dengan senjata nuklir maka negara yang melakukan serangan tersebut akan sama hancurnya dengan Rusia, dikarenakan sistem pertahanan Rusia yang sangat canggih. Saat ada negara yang meluncurkan serangan nuklir terhadap Rusia, sistem pertahanan akan langsung membaca secara otomatis bahwa ada rudal yang diluncurkan yang berasal dari property milik negara yang melakukan penyerangan, lalu sistem pertahanan Rusia akan langsung membaca dan mengkalibrasi tujuan tepat kepada pusat negara tersebut dan akan meluncurkan nuklirnya secara otomatis sebelum nuklir yang diluncurkan oleh negara yang menyerang pertama sampai ke Rusia. Tentu hal ini merupakan sebuah pertahanan masa depan yang sangat kuat dan mematikan. Jika dipikir secara rasional negara mana yang mau menyerang Rusia apabila sudah mengetahui konsekuensi dari kemajuan teknologi yang sudah Rusia terapkan dalam sistem pertahanannya. Vladimir putin juga dengan mengungkapkan sistem pertahanan rusia yang sangat mengerikan ke awak media merupakan sebuah langkah diplomatik yang sangat cerdas dikarenakan pemberitahuan tersebut menjadi sebuah diplomasi pertahanan terhadap dunia Internasional sehingga dunia Internasional semakin segan kepada Rusia.

Dengan menjadi negara yang memiliki senjata nuklir menurut saya negara-negara tersebut juga mengambil sedikit dari pemikiran Sun Tzu yang dimana Sun Tzu ini berfikiran tentang memenangkan perang tanpa harus ada pertumpahan darah. Dengan adanya senjata nuklir, tanpa harus adanya terjadi peperangan negara tersebut yang memiliki senjata nuklir sudah dipastikan memiliki kemenangannya dikarenakan negara-negara lain tidak ada yang ingin berkonflik perang dengan negaranya sehingga dapat dikatakan sudah mendapatkan kemenangan secara diplomatik. Seiring dengan berjalannya perkembangan teknologi memungkinkan untuk negara-negara lain dapat membuat sistem pertahanan senjata nuklir yang menyaingi Rusia atau bahkan akan lebih canggih lagi. Pada masa sekarang hal tersebut nuklir sebagai alat pertahanan diplomati sangatlah relevan bahkan pada saat berproses dalam hubungan Internasional seringkali tidak kita sadari bahwa senjata nuklir ini sangatlah berpengaruh dan menjadi alat pertahanan yang tak kasat mata pada saat terjun dalam forum-forum Internasional tetapi dapat dilihat dari  respon  dan cara negara lain terhadap negara yang memiliki senjata nuklir pada saat berhubungan dalam hubungan Internasional akan terlihat berbeda dengan negara yang tidak memiliki senjata nuklir.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun